logo2

ugm-logo

Blog

Bencana hidrometeorologi berpotensi mengancam sebagian wilayah Sulsel

Makassar (ANTARA) - Potensi bencana hidrometeorologi masih mengancam sebagian wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan, yang salah satunya dipicu faktor perubahan cuaca ekstrem selama beberapa pekan depan.

"BMKG telah mengeluarkan peringatan dini untuk kewaspadaan mengantisipasi bencana susulan di daerah Luwu dan wilayah sekitarnya," sebut Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto.

Ia menjelaskan, kondisi dinamika atmosfir terkini menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah Sulsel bagian utara dan timur dalam tujuh hari ke depan, 22-28 Juli 2020, dengan intensitas hujan sedang, hingga lebat.

Wilayah berpotensi hujan pada bagian utara di Kabupaten Luwu Utara, Luwu Timur, Luwu, Kota Palopo, Tana Toraja, Toraja Utara, Enrekang, dan sebagian Pinrang. Selanjutnya, di pesisir timur di Kabupaten Sinjai, Bone, Sidrap, Wajo dan pesisir selatan pada sebagian wilayah Bulukumba.

"Kondisi ini diprakirakan terjadi dikarenakan adanya labilitas lokal yang mendukung proses konveksi awan pada wilayah tersebut," ujar dia.

Berdasarkan tinjauan klimatologis, kata Siswanto, wilayah Sulsel bagian utara yang merupakan daerah non-zona musim atau non-zom, yakni wilayah yang tidak mempunyai batas yang jelas antara periode musim hujan dan musim kemarau. 

Pada dasarian lll Bulan Juli, hujan menengah dengan intensitas antara 50-100 milimeter masih berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu, Kota Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur, Bone, dan Wajo. Sementara di wilayah Kabupaten Bulukumba berpotensi hujan menengah 76-100 milimeter.

Untuk pengamatan dini iklim ekstrem dengan status awas, terdapat pada wilayah Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, dengan kriteria wilayah tersebut telah mengalami curah hujan berturut-turut dengan intensitas lebih dari 100 milimeter lebih.

Sementara hasil modem yang dianalisa, prospek gambaran perkembangan cuaca sepekan ke depan akan terjadi di daerah Luwu dan sekitarnya. Potensi hujan lebat di perkirakan akan terjadi pada tanggal 22, 23 dan 25 Juli 2020.

Untuk itu, masyarakat dan pengguna layanan transportasi darat, laut dan udara diimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan dan curah hujan tinggi, angin kencang dan gelombang tinggi yang berpotensi terjadi pada tiga hari ke depan

"Tentunya ini berpotensi terjadinya bencana banjir, genangan, tanah longsor, angin kencang, pohon tumbang, meluapnya area tambak budi daya yang bisa menghambat pelayanan publik. Masyarakat diharapkan memperhatikan informasi dari BMKG serta instansi terkait untuk memastikan mitigasi bencana hidrometeorologi," ucapnya.

Untuk itu, BMKG telah berkoordinasi dengan BPBD serta pemerintah daerah setempat, sekaligus mengingatkan akan potensi terjadinya bencana. Kepada masyarakat diimbau agar terus meningkatkan kewaspadaan, karena prediksi hujan lebat akan terjadi pada Sabtu dan Minggu pekan ini.

"Warning telah dikeluarkan berdasarkan cuaca ekstrem. Kondisi alam, dari hasil analisis, potensi terjadi hujan lebat pada bagian hulu (pegunungan Luwu Utara), bisa mengakibatkan daya resap tanah terhadap debit air yang tidak kuat menahan, sebab ada pengikisan tanah pada topografi wilayah itu, sehingga terjadi banjir dan longsor yang bisa mengakibatkan korban jiwa" ujar dia.


Kajian bencana Luwu Utara

Secara terpisah, Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Prof Adi Maulana mengemukakan pihaknya telah melakukan kajian terhadap potensi bencana alam di Sulsel sejak 2016, namun pada pertengahan 2020 prediksi itu terjadi di Kelurahan Battang Barat, Kota Palopo disusul Masamba dan sekitarnya di Kabupaten Luwu Utara.

Prof Adi menuturkan, semestinya pemda setempat merevisi tata ruang wilayah daerah, mengingat fungsi hutan di hilir sungai tidak bisa dijadikan sebagai hutan produksi atau perkebunan dan harus dijaga, sebab berdekatan dengan permukiman warga.

Guru Besar Teknik Geologi Fakultas Teknik Unhas ini menjelaskan, bila dilihat sejarah daerah Masamba, Ibu Kota Kabupaten Luwu Utara, itu terbentuk dataran setelah banjir besar di masa lalu. Meskipun demikian, saat ini faktor cuaca tidak menentu akibat dampak dari pemanasan global bisa saja terjadi bencana susulan.

"Ada dua masalah bencana banjir bandang di Masamba dan sekitarnya. Pertama, dampak pemanasan global, ditambah hujan tidak menentu dengan intensitas sedang, tinggi. Kedua, wilayah hulu sungai terjadi degradasi karena kawasan itu diduga sudah dialihfungsikan," ucap dia.

Dampak dari alih fungsi lahan inilah, lanjut Prof Adi, membuat air hujan tidak meresap maksimal ke dalam tanah, disebabkan pohon yang menahan air tanah sudah ditebang hingga menjadi hutan gundul, membuat air naik ke permukaan karena erosi hingga terjadi bencana itu.

Tidak hanya di Luwu Utara, potensi bencana di daerah lain masih bisa terjadi bila pemerintah tidak segera membuat mitigasi bencana karena topografi daerah di Sulsel termasuk rawan bencana.


Karena alihfungsi lahan 

Koordinator Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Sulsel Rizki Anggriana Arimbi mengungkapkan, terjadinya banjir bandang di Luwu Utara diduga diakibatkan alih fungsi lahan merusak ekosistem alam. Tidak hanya itu, izin konsesi lahan untuk pembukaan perkebunan sawit dan tambang terus dikeluarkan oleh pemda setempat.

"Bila melihat kondisi kekinian, di hulu Maipi, sungai Masamba sudah berubah jadi kawasan perkebunan sawit dan pariwisata, bahkan terbangun vila mewah diduga milik pejabat dan anggota dewan setempat. Padahal, lokasi itu sebelumnya merupakan kawasan perhutanan sosial, kini paling parah terdampak," ujar Rizki.

Kabupaten Luwu Utara diketahui memiliki wilayah seluas 750.268 hektare dengan penguasaan hak guna usaha (HGU) seluas 90.045 hektare, sedangkan dari luas wilayah tersebut, ada tujuh badan usaha milik swasta (BUMS) telah menguasai lahan seluas 84.389 hektare. Sementara satu badan usaha milik negara (BUMN) seluas 5.665 hektare.

Dari catatan KPA Sulsel, Provinsi Sulsel masuk lima provinsi yang paling bermasalah soal izin usaha pertambangan atau IUP, setelah Jawa Barat, di susul Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.

Untuk pemegang IUP di Sulsel tercatat sebanyak 274 tersebar untuk PT, CV, UD dan individu yang ada di beberapa daerah, seperti Kabupaten Luwu Utara, Luwu Timur, Luwu, Palopo, Toraja, Enrekang, Bone, Soppeng, Barru, Maros, Kepulauan Selayar, Pangkep Kepulauan, Bulukumba dan Sinjai. Akan tetapi luas konsesi paling besar ada di Luwu Utara dengan total 259.075 hektare.

Upaya pemda 

Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani membantah banjir bandang yang terjadi di wilayahnya disebabkan karena alih fungsi lahan, tapi karena faktor alam dan cuaca yang berubah-ubah sehingga memengaruhi kondisi geografis daerah tersebut.

"Dari infomasi sementara bisa disimpulkan kejadian ini (banjir bandang) murni bencana alam, tapi yang jelas kami masih menunggu hasil penelitiannya," ujarnya.

Mengenai tudingan alih fungsi lahan yang menjadi salah satu faktor terjadinya bencana alam, kata dia menegaskan, pemerintah daerah akan turun tangan secara langsung mengawal kasus itu.

"Tentu kami selaku pemerintah daerah menjadi terdepan mengawal kasus ini sampai tuntas," katanya.

Relawan PMI Tetap Terapkan Protokol Kesehatan di Lokasi Bencana Lutra

LUWU UTARA - Ratusan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) se-Provinsi Sulawesi Selatan tetap menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya mengantisipasi penyebaran COVID-19 di lokasi bencana banjir bandang Luwu Utara.

Mereka tak hanya wajib memperlihatkan surat keterangan bebas COVID-19 dari daerah asalnya, namun juga harus melewati tahap screening berupa pemeriksaan suhu tubuh untuk memastikan relawan sehat secara fisik dan siap melakukan aksi kemanusiaan di daerah bencana.

“Sejauh ini kegiatan PMI berjalan lancar. Belum ada kendala. Untuk itu, terima kasih kepada seluruh relawan PMI yang secara simultan terus bergerak melakukan aksi kemanusiaan di lokasi bencana, utamanya di enam kecamatan, masing-masing Masamba, Baebunta, Sabbang, Malangke dan Malbar,” kata Kepala Markas PMI, Andi Bahtiar. 

Ia menyebutkan, pemeriksaan ketat sangat dibutuhkan untuk memastikan para relawan betul-betul siap di lapangan dalam melakukan aksi kemanusiaan, seperti melakukan evakuasi korban, mencari korban hilang, mendistribusikan bantuan dan mengedukasi warga terdampak melalui kegiatan RFL.

Thiar menambahkan, para relawan selalu siap setiap saat, dan siap siaga 1 x 24 jam di beberapa titik lokasi atau posko pengungsian dalam rangka memastikan segala kebutuhan para pengungsi terpenuhi dengan baik. “Sebagai sebuah organisasi kemanusiaan, teman-teman relawan PMI sudah tahu dan sudah siap melakukan yang terbaik,” pungkasnya.

Relawan Vaksin Covid-19 Hanya untuk Warga Bandung, Dokter dan Bankir Berminat

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua tim peneliti uji klinis tahap 3 calon vaksin Covid-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Profesor Kusnandi Rusmil mengatakan, calon vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech Ltd (Sinovac), perusahaan pengirim vaksin virus corona atau Covid-19 asal China, akan diujicoba dengan cara disuntik kepada 1.620 orang subyek riset berusia 18 hingga 59 tahun.

"Harus orang Kota Bandung (tinggal di Kota Bandung) supaya pemantauannya mudah," kata Kusnadi saat konferensi pers di Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unpad Jalan Prof Eyckman, Kota Bandung, Rabu (22/7/2020).

Menurut Kusnandi, banyak orang dari luar Kota Bandung yang ingin menjadi relawan uji klinis calon vaksin Covid-19.

"Saya enggak tahu jumlahnya, tapi sudah pada telepon kepingin ikut. Tapi kita belum mulai, begitu sudah dapat izin dari komite etik, boleh. Dari luar kota dokter-dokter banyak yang nanya kepingin ikut," kata Kusnandi.

Selain dokter dan tim medis, Kusnandi mengatakan banyak pula pejabat bank yang ingin menjadi relawan penelitian uji klinis calon vaksin Covid-19.

"Direktur-direktur bank banyak yang mau ikut, enggak bohong saya. Saya katakan hanya yang tinggal di Kota Bandung. Kalau mau ikut, pindah dulu jadi warga Kota Bandung. Yang di Jakarta, saya tolak," tuturnya.

Kusnandi menjelaskan, alasan harus warga Kota Bandung yang menjadi relawan penelitian uji klinis calon vaksin Covid-19 agar mudah untuk pemantauannya.

"Selama ikut penelitian 6 bulan lebih kita pantau ketat, 3 hari, 5 hari, 14 hari, dipantau ketat terus dan ada yang mesti diisi dengan elektronik CRF. Harus rutin juga lapor ke puskesmas yang sudah dilatih," bebernya.

Kusnandi menambahkan, uji klinis menyuntikkan calon vaksin Covid-19 harus melalui persetujuan Komite Etik Penelitian Universitas Padjadjaran.

"Dalam hal melakukan penelitian harus mengikuti kaidah penelitian yang berlaku setelah dapat izin dari Komite Etik," ujar Kusnandi.

Kusnandi menambahkan, izin penelitian uji klinis calon vaksin Covid-19 yang akan disuntikkan kepada 1.620 orang di Kota Bandung akan dirapatkan dengan Komite Etik Penelitian Unpad, Kamis (23/7/2020).

"Besok baru rapat. Pasti dapat izin," akunya

Benarkah Covid-19 "Tak Semengerikan Itu"? Ini Data dan Fakta soal Virus Corona

KOMPAS.com - Penyebaran virus corona masih menimbulkan keresahan di hampir seluruh negara di dunia.

Meski aktivitas perlahan kembali berjalan, banyak yang berubah dalam keseharian.

Pemerintah masih melakukan upaya penanganan virus penyebab Covid-19 ini. Masyarakat diminta disiplin melakukan protokol pencegahan penularan Covid-19.

Laporan adanya infeksi virus corona jenis baru dilaporkan di Wuhan, China, pada 31 Desember 2019. Artinya, sudah sekitar 205 hari virus ini menyebar.

Ratusan hari berjalan, belum ada tanda penurunan angka infeksi harian, meski titik episentrum virus telah bergeser, dari China menuju Eropa kemudian Amerika Latin.

Bahkan, dalam sepekan terakhir, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan rekor tambahan kasus baru tertinggi dalam 24 jam sebanyak 237.734 kasus infeksi pada 18 Juli 2020.

Selain itu, hampir 1 juta kasus baru dilaporkan dalam waktu 100 jam atau 4 hari pada periode 14-18 Juli 2020.

Pada Rabu (22/7/2020) malam, menurut data Worldometers, angka infeksi virus corona secara global telah mencapai 15 juta kasus dengan 622.365 kematian,dan 9,1 juta pasien dinyatakan sembuh.

Kendati demikian, perdebatan mengenai bahaya atau tidaknya virus corona terus bergulir hingga detik ini.

Benarkah virus corona tak semengerikan itu, seperti sempat ramai di media sosial beberapa hari ini?

Lebih menular

Petugas kesehatan sedang melakukan tes usab terhadap seorang penumpang KRL di Stasiun Bogor, Selasa (7/7/2020).KOMPAS.COM/RAMDHAN TRIYADI BEMPAH Petugas kesehatan sedang melakukan tes usab terhadap seorang penumpang KRL di Stasiun Bogor, Selasa (7/7/2020).

Misteri mengenai virus corona jenis baru belum terpecahkan sepenuhnya. Kerap pula terjadi perdebatan-perdebatan di antara para ilmuwan, misalnya soal metode penularan virus.

Awalnya, virus corona disebut hanya bisa menular melalui tetesan atau droplet penderita yang dikeluarkan ketika batuk atau bersin.

Akan tetapi, penelitian terbaru menunjukkan bahwa Covid-19 dimungkinkan bisa bertahan di udara dan menular.

Sempat terjadi perdebatan panjang antara WHO dan sejumlah ilmuwan dunia hingga akhirnya potensi penularan melalui aerosol itu diakui WHO pada 9 Juli 2020.

 

Temuan baru itu kembali menegaskan bahwa potensi penularan Covid-19 sangat besar, khususnya di ruangan tertutup dan kerumunan massa.

Para ilmuwan sebelumnya juga telah menyebut bahwa struktur virus SARS-CoV-2 memungkinkannya lebih menular dibandingkan virus sejenisnya, seperti SARS dan MERS.

Baca juga: Yang Perlu Dipahami soal Penularan Virus Corona Melalui Udara

Kasus di berbagai negara, termasuk Indonesia

Meski banyak negara telah mendeklarasikan kesuksesan mereka dalam menghentikan laju Covid-19, tak sedikit pula negara yang masih berjuang menghentkan laju pandemi.

Amerika Serikat menjadi negara dengan kasus tertinggi di dunia yang memiliki 4 juta kasus infeksi dan 145.276 kematian.

Negeri Paman Sam itu bahkan saat ini disebut semakin terpuruk karena tingkat penyebaran kasus yang semakin cepat.

Singkatnya, butuh 99 hari bagi AS untuk mencapai 1 juta kasus sejak laporan pertamanya pada 21 Januari 2020.

Namun, hanya butuh 43 hari setelahnya untuk mencapai 2 juta kasus.

Kemudian, kasus di AS mencapai 3 juta dalam waktu 28 hari. Terbaru, hanya butuh 2 minggu untuk mencapai 1 juta kasus di AS, sehingga total kasus menjadi 4 juta.

Brazil menyusul AS dengan 2,1 juta kasus infeksi dan 81.487 kematian.

Baik AS maupun Brazil, pemimpin kedua negara itu kerap mendapat sorotan karena dianggap meremehkan virus corona dan tak mengeluarkan tindakan tegas untuk mencegah penularan semakin meluas.

Indonesia pun tak luput mendapat sorotan dunia. Pasalnya, kasus Covid-19 di Tanah Air belum menunjukkan tanda akan melandai serta memiliki kasus terbanyak di Asia Tenggara dan Asia Timur dengan 91.751 kasus infeksi dan 4.459 kematian.

Baca juga: Angka Kasus Covid-19 Sudah di Atas China, Apa Catatan untuk Indonesia?

Kisah seorang warga AS

Seorang pria berusia 30 tahun dari Texas, AS meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona, setelah menghadiri pesta Covid-19.

Menurut keterangan perawat, pesta itu sengaja dibuat dengan tujuan sengaja menyebar virus karena mereka menganggap Covid-19 sebagai hoaks.

"Pesta tersebut diselenggarakan oleh seseorang yang positif terinfeksi virus corona dan dia ingin mengetahui apakah virus itu benar-benar nyata dan bisa menginfeksi orang lain," kata Dr Appleby, dokter yang merawat pria itu, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 12 Juli 2020.

 

"Pria itu tidak terlalu percaya. Penyakit Covid-19 disebutnya hoaks. Dia pikir dia masih muda dan tidak mungkin terinfeksi penyakit itu," sambungnya.

Usai menghadiri pesta, pria itu mengalami sakit kritis.

"Saya telah melakukan kesalahan, saya pikir ini hoaks, ternyata tidak," kata pria tersebut sebelum meninggal.

Di Indonesia, sejumlah acara seperti pesta pernikahan dan perayaan wisuda tercatat menjadi salah satu sumber penyebaran. Peristiwa terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.

Oleh karena itu, masyarakat diingatkan untuk patuh protokol dan menghindari kerumunan, serta keluar rumah untuk keperluan yang memang mendesak.

Baca juga: Pesan untuk Kita Semua dari Temuan Kasus Covid-19 di Pesta Wisuda...

Peringatan WHO dan epidemiolog

Pada Mei 2020, WHO telah memperingatkan bahwa virus corona tak akan hilang meski ada vaksin.

Direktur Kedaruratan WHO dr Mike Ryan mengatakan, vaksin Covid-19 berfungsi untuk mengendalikan, bukan menghilangkan virus dari muka bumi.

"Penting diketahui, virus (corona baru) ini bisa menjadi virus endemik yang ada di masyarakat, dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang," ungkap Ryan, dikutip dari Kompas.com, 14 Mei 2020.

Sementara itu, epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, butuh sinergi dari empat pihak untuk melandaikan kurva, khususnya di Indonesia.

Pertama, pemerintah dengan penguatan strategi test, tracing, dan isolasinya yang merujuk pada target WHO.

Kedua, masyarakat dengan kepatuhan terhadap protokol kesehatan, yaitu memakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan.

Ketiga, para ilmuwan dan akademisi konsisten memberi saran dan peringatan berbasis sains.

Keempat, keterlibatan masyarakat sipil sebagai inisiator gagasan dan mitra strategis pemerintah dalam pelaksanaan program.

Tingkat Kematian COVID-19 di RI Kini di Atas AS

RSHS Bandung melakukan simulasi penanganan pasien suspect corona, Jumat (6/3/2020). Simulasi itu untuk menunjukkan kesiapan RSHS dalam menangani pasien suspect corona.

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memperingatkan jajarannya dengan kode 'lampu merah' karena lonjakan jumlah kasus Corona dalam beberapa waktu terakhir. Angka kematian COVID-19 di Indonesia memang masih terus bertambah. Ternyata tingkat kematian COVID-19 di RI berada lebih tinggi ketimbang Amerika Serikat (AS) hingga saat ini.

Tingkat kematian dalam persen biasa disebut sebagai CFR (case fatality rate). Terlepas dari definisi terbaru dari WHO mengenai kematian COVID-19, cara menghitung CFR adalah dengan membagi angka kematian dengan total kasus terkonfirmasi positif dikalikan 100.

Perbandingan CFR antarnegara ditampilkan oleh Our World in Data, situs nirlaba penghimpun data yang berbasis di Oxford, Inggris, diakses detikcom pada Selasa (14/7/2020).

baca selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-5092727/tingkat-kematian-covid-19-di-ri-kini-di-atas-as/1