logo2

ugm-logo

Blog

Saat Infeksi Virus Corona di Korea Selatan Terus Melonjak Tajam

KOMPAS.com - Jumlah kasus virus corona harian di Korea Selatan telah melampaui China untuk pertama kalinya.

Dilansir SCMP, Kamis (27/2/2020), tercatat 505 kasus baru dilaporkan Korea Selatan.

Pada Kamis (27/2/2020) pagi kasus yang dilaporkan Korea Selatan ada 334 kasus, sedangkan sore harinya dilaporkan ada 171 kasus.

Total infeksi sejak pertama dilaporkan di Korea Selatan saat ini adalah 1.766, sebagaimana dilaporkan Yonhap Agency.

Itu adalah jumlah infeksi tertinggi di Korsel yang dilaporkan dalam satu hari.

Sedangkan jumlah korban jiwa di Korea Selatan akibat virus corona kini telah mencapai 13 orang.

Militer Korea Selatan juga telah melaporkan sedikitnya 25 infeksi, dan telah membatasi sebagian besar pasukan di pangkalan mereka.

Kondisi Daegu

Kota di tenggara Korea Selatan, Daegu, kini menghadapi kekurangan tempat tidur rumah sakit dan tenaga medis.

Dikutip Korea Herald, kota yang menjadi pusat penyebaran wabah coronavirus di Korea Selatan itu mengalami hal itu karena lonjakan kasus pada Kamis (27/2/2020).

Seorang pria berusia 73 tahun yang menjadi korban ke-13 dari coronavirus meninggal saat menunggu untuk dirawat di rumah sakit.

Padahal dia sudah dites positif sejak hari Selasa (25/2/2020).

Hal itu meningkatkan kekhawatiran bahwa kekurangan tempat tidur rumah sakit dapat menyebabkan lebih banyak kematian.

Wali kota Daegu Kwon Young-jin mencari volunteer atau sukarelawan dari dokter dan perawat, karena 64 kasus dilaporkan di Daegu pada Kamis (27/2/2020) sore.

Kota terbesar keempat di Korea Selatan itu mengamankan sekitar 1.013 tempat tidur rumah sakit pada Kamis (27/2/2020).

Dari 1.017 pasien yang dikonfirmasi, 447 telah dirawat di rumah sakit.

Lalu sekitar 100 harus dirawat di rumah sakit dalam satu hari dan yang lain menunggu untuk dirawat di rumah sakit saat di bawah isolasi sendiri.

Tujuh dari 13 korban dikaitkan dengan rumah sakit.

Ada kritik yang mempermasalahkan kondisinya yang buruk, kurangnya peralatan dan tenaga profesional.

Saat ini, otoritas kesehatan setempat sedang menyiapkan sistem untuk mempercepat mengklasifikasikan pasien sesuai dengan keparahan gejala mereka dan menetapkan tempat tidur rumah sakit.

Perkembangan Kasus Korsel

Berikut ini perkembangan kasus di Korea Selatan menurut laporan Korea Centers for Disease Control and Prevention (KCDC):

  1. 21 Februari: 204 kasus
  2. 24 Februari: 833 kasus
  3. 26 Februari: 1.261 kasus
  4. 27 Februari: 1.766 kasus

Pemerintah memfokuskan upaya untuk menahan penyebaran dari beberapa kelompok besar dan mengurangi dampak virus corona.

Namun menurut KCDC, tidak ada mutasi genetik yang dikonfirmasi dalam penyebaran coronavirus sejauh ini.

Hal itu setelah dilakukan analisis sementara terhadap 6 gen dari virus.

Ini menunjukkan sedikit kemungkinan perubahan mendadak toksisitas dan kesalahan dalam DNA.

Masih dilansir Korea Herald, terdapat 42 negara yang saat ini memberlakukan pembatasan pada masuknya warga negara Korea.

Pemerintah mengatakan sedang melakukan upaya diplomatik agar tindakan berlebihan tersebut ditarik.

Lonjakan infeksi menyebabkan militer Korea Selatan dan AS menunda latihan militer bersama tahunan di Semenanjung Korea.

Sementara itu orang yang diperiksa karena virus ini mencapai 25.568 orang.

Korea Selatan telah menguji 64.886 kasus yang dicurigai corona. Sebanyak 39.318 hasilnya negatif.

Tak Ada Gempa Susulan Usai Gempa 6,0 Guncang Maluku, Apa Penyebabnya?

AMBON, KOMPAS.com - Gempa berkekuatan 6,0 magnitudo yang mengguncang Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, pada Rabu (26/2/2020) sore kemarin tidak diikuti dengan satu pun gempa susulan hingga Kamis (27/2/2020) siang.

Meski gempa sangat kuat dirasakan getarannya hingga ke Tual, Maluku Tenggara dan Papua, namun tak ada aktivitas gempa susulan selanjutnya.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Ambon menuturkan, tidak adanya aktivitas gempa susulan itu disebabkan oleh struktur batuan di wilayah tersebut.

“Tidak gempa susulan sampai hari ini. Jadi, tergantung sifat batuannya, kalau sifat batuannya dapat meredam gaya tektonik, maka gempa satu kali saja langsung berhenti,” kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Ambon, Andi Azhar Rusdin, saat diminta tanggapannya oleh Kompas.com, Kamis (27/2/2020).

Dia menyebut, struktur batuan di Kepulauan Tanimbar didominasi oleh coral karang, kondisi tersebut memungkinkan gempa dengan kekuatan besar hanya terjadi satu kali tanpa disertai gempa susulan berikutnya.

“Jadi, memang tergantung kondisi struktur batuannya, di Tanimbar itu dominan koral karang,” ujar dia.

Selain karena struktur batuan, gempa besar di Tanimbar yang terjadi kemarin juga langsung mengeluarkan seluruh energinya sehingga tidak ada gempa susulan berikutnya.

Dia mengak, gempa susulan lazim terjadi setelah sebuah gempa besar terjadi, itu karena tidak seluruh energi dilepaskan saat gempa utama.

“Jadi, kemarin di Tanimbar itu akumulasi energinya itu langsung sekali keluar, jadi tidak ada gempa susulan,” kata dia.

Dia menambahkan, beberapa kasus gempa besar di Maluku yang terjadi tanpa disertai dengan gempa susulan.

Seperti gempa bermagnitudo 7,4 yang yang terjadi di laut Banda pada Juli 2019 lalu dan diraskaan getarannya sampai ke Ambon.

“Itu seperti gempa 7,4 yang terjadi di Laut Banda Juli 2019, yang diraskaan sampai di Ambon, itu hanya sekali gempa tidak ada susulannya meski gempanya besar,” ujar dia.

Sebelumnya, gempa tektonik berkekuatan 6,0 magnitudo mengguncang Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada Rabu (26/2/2020) pukul 16.33 WIT.

Gempa tersebut berada pada lokasi 7.5 Lintang Selatan dan 131.11 Bujur Timur atau berjarak 57 kilometer barat laut Saumlaki dan 78 kilometer barat daya Larat, Kepulauan Tanimbar.

Adapun gempa tersebut berada pada kedalaman 28 kilometer dibawah permukaan laut.

Hingga saat ini, belum ada laporan resmi mengenai dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tersebut.

Namun, BMKG memastikan gempa tersebut tidak berpotensi menimbulkan tsunami.

Virus Corona Menyebar Cepat di Luar China, Ini Kata Dokter WHO

OMPAS.com - Kasus baru virus corona yang dilaporkan setiap hari di luar China angkanya lebih banyak daripada di China dalam beberapa hari terakhir.

Banyak negara juga melaporkan kasus virus corona pertama seperti Brasil, Yunani, Swiss, Austria dan Kroasia pada Rabu (26/2/2020).

Meskipun diduga pola penyebaran kasus virus corona tersebut banyak berasal dari Italia.

Namun kondisi tersebut tetap menjadi sorotan organisasi kesehatan dunia WHO.

"Kemarin, jumlah kasus baru yang dilaporkan di luar China melebihi jumlah kasus baru di China untuk pertama kalinya," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada para diplomat di Jenewa, Rabu (26/2/2020) seperti dikutip dari AFP.

Badan kesehatan PBB menyebutkan jumlah kasus baru di China sebanyak 411 pada hari Selasa dan kasus yang terdaftar di luar negeri berjumlah 427.

Pemerintah di seluruh dunia berjuang untuk mencegah penyebaran virus setelah lonjakan infeksi di Italia, Iran dan Korea Selatan.

Tedros mengatakan peningkatan mendadak kasus di negara-negara itu sangat memprihatinkan. Ia menambahkan bahwa tim WHO akan melakukan perjalanan ke Iran akhir pekan ini untuk mengevaluasi situasi.

Sementara jumlah kasus baru dan kematian berkurang di pusat penyakit di China, namun China tetap menjadi negara dengan kasus infeksi dan korban meninggal terbanyak sampai saat ini.

Tedros mengatakan bahwa pada hari Rabu pagi, 78.190 kasus COVID-19 telah dilaporkan di China, termasuk 2.718 kematian.

Angka itu bisa dibandingkan dengan 2.790 kasus dan 44 kematian dilaporkan di 37 negara lain.

Namun WHO mengatakan epidemi di China memuncak dan mulai menurun sejak pada 2 Februari.

Negara lain tidak siap

Bruce Aylward, yang mengepalai misi ahli yang didukung WHO ke China, memuji tindakan karantina dan penahanan drastis yang dilakukan Beijing.

"China mengubah arah penyebaran virus," katanya.

Namun dia juga mengatakan kepada wartawan di Jenewa bahwa negara-negara lain sama sekali tidak siap menghadapi wabah virus corona.

Dalam pidato hari Rabu, Tedros mengakui bahwa kenaikan kasus di luar China telah mendorong desakan agar pandemi diumumkan.

Namun menurutnya dengan deklarasi semacam itu dapat memberi sinyal bahwa WHO tidak dapat lagi mengatasi penyebaran virus corona.

"Kita seharusnya tidak terlalu bersemangat untuk menyatakan pandemi. Kami berada dalam pertarungan yang bisa dimenangkan jika kami melakukan hal yang benar," kata Tedros.

Tetapi dia bersikeras bahwa WHO tidak akan ragu untuk menyatakan pandemi jika memang kondisi memburuk dan menjadi deskripsi akurat dari situasi tersebut.

"Saya tidak meremehkan kondisi saat ini, atau potensi ini menjadi pandemi, karena memiliki potensi itu," katanya.

"Semua negara, apakah mereka mempunyai kasus atau tidak, harus bersiap menghadapi potensi pandemi," ungkap Tedros.

Fakta Meninggalnya Pasien Suspect Virus Corona di Semarang, Gangguan Napas Berat dan Pulang dari Spanyol

KOMPAS.com - Seorang pasien pria suspect Virus Corona (Covid-19) yang dirawat di RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah meninggal dunia karena gangguan napas berat.

Ia meninggal hari Minggu (23/2/2020) setelah diisolasi sejak 19 Februari 2020.

Pasien tersebut baru pulang ke Indonesia pada 12 Februari 2020 setelah melakukan perjalanan dari Spanyol dan transit di Dubai.

Saat tiba di Tanah Air, dia menunjukkan gejala demam, batuk, pilek, dan sesak nafas.

Ia pun menjalani perawatan di ruang isolasi iCU RSUP Kariadi hingga meninggal dunia karena gangguan napas berat.

Jenazah dibungkus plastik sebelum dikremasi

Jenazah pasien pria suspect Virus Corona dibungkus plastik sebelum dikremasi.

Menurut Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Kariadi Semarang Agoes Oerip Poerwoko Hal tersebut dilakukan sesuai prosedur.

"Pada saat memandikan jenazah pasien, petugas memakai alat pelindung diri dari baju, masker, kacamata, topi sesuai prosedur. Area jalan ke kamar mayat juga kita bebaskan. Lalu jenazahnya diberi penutup terbungkus plastik untuk memastikan agar tak menular ke keluarganya," kata Agoes saat diwawancarai di rumah sakit, Rabu (26/2/2020).

Sementara itu Ketua Tim Penanggulangan Bencana RSUP Dr. Kariadi, dr. RP Uva Utomo., SpKF mengatakan jenazah dibungkus plastik agar virus pada mayat tidak menular ke petugas medik.

"Jadi, mayat itu dibungkusnya dengan plastik, kalau dengan kain masih ada pori-pori kecil, karena ukuran virus itu sangat kecil, kan kalau dengan pasltik jadi tidak menyebar di udara," ujar Uva saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (26/2/2020).

Ia menjelaskan tidak hanya jenazah dengan suspect corona saja yang mendapat perlakuan dikremasi dengan plastik, melainkan jenazah pasien yang terinfeksi virus kategori airbone.

Setelah dibungkus plastik, mayat tersebut dimasukkan ke dalam peti dan dilarang untuk dibuka lagi.

"Dari dia meninggal itu, jika masih ada di rumah sakit itu masih aman, kalau dia sudah keluar dari rumah sakit itu sebetulnya dalam waktu 4 jam segera dimakamkan," ujar Uva.

Untuk petugas yang memasukkan jenazah ke dalam peti juga mengenakan alat pelindung diri seperti pakaian khusus dan masker N95.

Setelah itu baru pembakaran jenazah bisa dilakukan

 

Virus Corona, Pemberlakuan Karantina, dan Larangan Perjalanan ke Korea Selatan

KOMPAS.com - Merebaknya kasus virus corona atau Covid -19 di Korea Selatan (Korsel) membuat sejumlah negara mewaspadai Negeri Gingseng tersebut.

Terlebih jumlah infeksi di Korsel telah meningkat lebih dari 20 kali sejak minggu lalu.

Pada Rabu (26/2/2020) sore waktu setempat, kasus Covid-19 mencapai 1.146 kasus dengan 12 kematian di Korea Selatan.

Berbagai kebijakan diterapkan pada warga negaranya, seperti larangan masuk ke Korsel, pembatasan ketat pada turis yang berangkat ke Korsel, dan lain-lain.

Dilansir Korea Herald, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan mulai Kamis (27/2/2020) akan melarang masuknya warga negara asing yang telah mengunjungi kota Daegu dan tetangganya Cheongdo.

Daegu dan Cheongdo merupakan wilayah paling parah yang dihantam virus corona di Korea Selatan.

Hingga Rabu (26/2/2020), negara-negara ini telah memberlakukan larangan masuk ke Korsel:

  • Nauru
  • Mikronesia
  • Vietnam
  • Kepulauan Solomon
  • Singapura
  • Kiribati
  • Tuvalu
  • Bahrain
  • Yordania
  • Irak
  • Israel
  • Kuwait
  • Mauritius.

Ada juga negara yang telah berhenti membuat larangan masuk, tapi memberlakukan pembatasan ketat pada siapapun yang masuk Korea Selatan.

Pembatasan tersebut seperti pemeriksaan medis wajib dan karantina.

Negara-negara tersebut adalah sebagai berikut:

  • Taiwan
  • Thailand
  • Inggris
  • Kazakhstan
  • Kyrgyzstan
  • Tajikistan
  • Turkmenistan
  • Oman
  • Qatar
  • Uganda.

Sejumlah negara menyarankan warganya untuk tidak bepergian ke Korea Selatan.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengeluarkan peringatan perjalanan atau travel advisory tertinggi di Korea Selatan.

Rekomendasinya adalah bagi turis Amerika agar menghindari perjalanan yang tidak perlu ke negara itu.

Perancis juga meningkatkan travel advisory tingkat dua untuk Korea Selatan.

Warga negaranya disarankan untuk menghindari perjalanan yang tidak penting ke Korsel.

Karantina tanpa pemberitahuan

Bahkan ada yang memberlakukan tindakan karantina terhadap turis dari Korea Selatan tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Hal yang dilakukan China itu memicu kemarahan.

Pada Selasa (25/2/2020), pihak berwenang Weihai, provinsi Shandong memberlakukan karantina wajib 14 hari.

Itu diberlakukan pada 167 penumpang yang tiba dalam penerbangan dari Korea Selatan.

Sebelumnya China sempat mengritik kebijakan negara-negara lain karena membatasi perjalanan.

Tapi pada akhirnya China melakukan hal yang sama dan di Weihai adalah pertama kalinya.

Weihai bukan satu-satunya kota China yang mengambil tindakan pencegahan seperti itu.

Pembatasan serupa juga dilakukan oleh pemerintah Qingdao di Shandong dan Shenyang di provinsi Liaoning.