logo2

ugm-logo

Blog

Pasca Gempa Bumi, Kabupaten Sigi Rawan Banjir Bandang dan Longsor

Gempa bumi yang mengguncang pada 2018 mengubah bentang alam Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Akibatnya, wilayah itu rawan bencana banjir bandang dan longsor. Ancaman juga datang dari tumpukan pasir, kerikil serta bebatuan dari rekahan gunung yang terbelah karena longsor saat gempa bumi 

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sigim Asrul Repadjori, Kamis (12/12), mengatakan banjir bandang selama 2019 mengakibatkan 371 keluarga di desa Bangga terpaksa mengungsi. Mereka kehilangan tempat tinggal karena banjir bandang yang membawa pasir bercampur lumpur menghanyutkan rumah mereka.

Di desa Poi, juga di kecamatan Dolo Selatan, 50 keluarga sudah mulai diungsikan sejak Rabu (11/12) ke bagian timur desa tersebut. Hal itu mengantisipasi potensi longsoran material pasir dan batu dari lereng gunung.

Menurut BPBD Kabupaten Sigi, banjir dan longsor yang kerap melanda Kabupaten Sigi itu adalah akibat gempa bumi pada 2018. Gempa kuat itu menyebabkan bentang alam di 15 desa di wilayah itu berubah hingga rawan banjir dan longsor.

“Kenapa terjadi membawa pasir kalau sudah hujan karena gunung-gunung yang berada di sebelah barat ini, banyak yang sudah terbelah-belah. Ada yang longsor akibat gempa, ada yang terbelah,”kata Asrul Repadjori.

Asrul mengatakan pihaknya sudah mengimbau agar masyarakat yang bermukim dekat aliran sungai rawan banjir maupun longsor untuk mengungsi ke tempat yang aman.

Menurut Nartin, seorang ibu rumah tangga di Desa Poi yang ditemui VOA, mengatakan gempa bumi membuat gunung di desa itu seakan terbelah karena longsor. Akibatnya, kini terdapat tumpukan material batu bercampur pasir dan kerikil seluas 62 hektare di lereng gunung Tinombu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Sejak itu, ratusan keluarga di Desa Poi, Pulu dan Balongga, Kecamatan Dolo Selatan merasa tidak aman. Mereka khawatir bila terjadi hujan deras dalam waktu yang lama, material pasir, kerikil dan batu di lereng gunung tersebut akan terbawa arus turun menuju pemukiman tempat tinggal mereka yang hanya berjarak sekitar satu setengah kilometer dari kaki gunung.

Kata Nartin, banjir bandang pada Minggu (8/12) pagi pekan lalu, dipicu oleh hujan deras selama dua jam yang mengakibatkan material di lereng gunung hanyut. Enam rumah rusak berat dan tidak bisa ditempati lagi, karena tertimbun material pasir bercampur lumpur setinggi satu meter. Sementara batu-batu besar memenuhi aliran sungai mati di desa tersebut.

“Kalau sudah hujan, sudah lari kita orang. Sedangkan rumah cuma kecil mau ditempati. Kalau hujan begini, mau lari dimana kita, mau berkumpul dimana?” ujar perempuan berusia 37 tahun itu dengan nada khawatir.

Ernawati, ibu berusia 45 tahun, yang ditemui di lokasi pengungsian di desa Poi mengatakan ia mengungsi bersama orang tua dan dua anaknya. Ia bersyukur masih sempat menyelamatkan surat-surat berharga, pakaian maupun perabotan rumah tangganya.

“Pukul enam, sudah banyak itu lumpur dengan air itu kemari, kayu, batu. Langsung lari semua kita orang,”ujar Ernawaty.

Sabo Dam

Raymond Kotambunan, emergency specialist dari Caritas PSE Manado, survei yang dilakukan pihaknya, menunjukkan jutaan kubik pasir bercampur kerikil yang menumpuk di lereng gunung pada ketinggian 300 meter dari kaki gunung itu , tidak mengikat satu sama lain. Sehingga rawan untuk longsor saat hujan deras.

Dia menilai sebagai langkah pencegahan warga yang bermukim di dekat kaki gunung agar diungsikan ke tempat yang aman.

Bupati Sigi Irwan Lapata mengatakan pihaknya terus memantau wilayah-wilayah rawan banjir dan longsor sambil terus melakukan upaya pembersihan dan normalisasi aliran sungai.

Menurutnya, pada 2020, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) akan membuat sabo dam. Sebuah teknologi untuk pengendalian erosi, sedimentasi, tanah longsor, Sabo dam umumnya digunakan untuk pengendalian material di hulu sungai yang ada gunung berapi.

Menurut Irwan, Kemen PUPR bekerja sama dengan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency/JICA)akan membangun sabo dam di Sungai Ore di desa Banga dan di Sungai Poi.

Sabo dam itu diperkirakan sudah dapat mulai dibangun pada Februari atau Maret 2020, menunggu selesainya proses tender proyek.

Wilayah Rawan Bencana

Pemerintah Kabupaten Sigi juga sudah menyiapkan lahan seluas tiga hektare di sisi bagian timur desa Poi sebagai lokasi pemukiman baru bagi warga desa setempat yang perlu dipindahkan tempat tinggalnya agar tidak terancam dengan potensi lonsoran material dari gunung.

“Nah, untuk mengosongkan kampung tidak, nanti kita lihat saja kampung-kampung yang terindikasi sangat dekat, rawan lumpur tersebut,” ujarnya.

Saiful Taslim, ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Kabupaten Sigi, menilai Pemkab Sigi perlu mengidentifikasi kembali wilayah-wilayah pemukiman yang aman maupun tidak aman untuk ditinggali masyarakat.

“Jadi pasca gempa bumi itu memang ada titik-titik yang berpotensi menimbulkan –bencana- ikutan baru,” ujar Saiful.

Saiful mengatakan dengan perubahan bentang alam yang terjadi pasca gemba bumi, perlu dilakukan penataan terhadap tata ruang wilayah. Hal itu harus disertai dengan model pembangunan pemukiman dan infrastuktur untuk meminimalisasi dampak dari bencana alam gempa bumi, banjir dan longsor di masa mendatang. [yl/ft]

Banjir Telan Korban Jiwa, Walhi Kritik Kampanye Gubernur 'Riau Green'

Banjir di Riau (Foto: Antara Foto/FB Anggoro)

Pekanbaru - Banjir di Riau menelan 2 korban jiwa. LSM lingkungan, Walhi, mengkritik program Gubernur Riau Syamsuar yang mengampanyekan 'Riau Green'.

"Tapi kita berharap tak hanya sekadar slogan saja, harus ada bukti nyata lewat program-program riil. Bukan hanya sekadar retorika semata. Belum genap setahun menjabat, dalam kasus banjir ini sudah 2 nyawa manusia melayang. Gubernur Riau harus lihat fakta ini," kata Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan kepada detikcom, Jumat (13/12/2019).

Menurutnya, banjir tahunan terjadi karena rusaknya kawasan tangkap air di sekitar sungai. Untuk itu, pemerintah diminta tegas menindak perusak lingkungan.

Setiap musim penghujan maka banjir dan sekarang dua nyawa balita melayang di Riau. Saat musim kemarau, maka kebakaran hutan pun terjadi. Inilah siklus tahunan yang selalu dihadapi masyarakat," ucapnya.

Banjir yang terjadi di sejumlah kabupaten di Riau, kata Riko, merupakan imbas rusaknya kawasan tangkapan air. Hutan alam yang dulu hijau di bantaran sungai dan bagian hulu sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit serta permukiman penduduk.

"Kawasan konservasi di Riau, seperti Bukit Rimbang Baling di Kabupaten Kuansing, sudah banyak dijarah kayunya. Hutan lindung Mahato, di Rohul, juga sudah jadi permukiman dan kebun sawit," kata Riko.

Dengan hancurnya kawasan hutan sebagai tangkapan air, sambungnya, banjir saban tahun kian parah di Riau. Ditambah lagi bagian hilir sungai kawasan gambut sebagai resapan air juga sudah banyak jadi hutan tanaman industri dan kebun sawit.

"Sudah tidak ada keseimbangan alam lagi. Imbasnya, kita sendiri yang merasakannya akibat deforestasi secara signifikan di Riau," kata Riko.

Sebagaimana diketahui, bocah usia 4 tahun di Kabupaten Rohul tewas terseret banjir. Menyusul kembali anak berusia 2 tahun juga tewas karena banjir di Kabupaten Kuansing.

Solok Selatan perpanjang masa tanggap darurat banjir bandang

Solok Selatan perpanjang masa tanggap darurat banjir bandang

Padang Aro (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, memperpanjang masa tanggap darurat bencana banjir bandang selama 14 hari hingga Kamis (19/12).

"Berdasarkan hasil rapat dengan pimpinan dan forkompimda masa tanggap darurat bencana banjir bandang diperpanjang 14 hari ke depan sampai dengan 19 Desember," kata Komandan Tanggap Darurat Yulian Efi didampingi Kalaksa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solok Selatan Richi Amran, di Padang Aro, Kamis.

Ia mengatakan, keputusan perpanjangan masa tanggap darurat setelah melalui berbagai pertimbangan diantaranya kondisi cuaca yang terus hujan.

Selain itu katanya, masyarakat yang terdampak banjir bandang masih takut kembali ke rumah, pembukaan akses transportasi juga masih berjalan serta adanya jembatan darurat yang masih dikerjakan dan masih terdapat pengungsi.

Ia menjelaskan, saat ini masih ada beberapa akses jalan yang belum bisa dilalui serta jembatan darurat belum selesai.

Sedangkan untuk dapur umum, katanya, tidak diaktifkan lagi pada perpanjangan masa tanggap darurat dan pendistribusian bantuan langsung dilakukan ke lapangan dengan koordinator posko utama.

Saat ini jumlah pengungsi ada 34 kepala keluarga dengan 203 jiwa di dua titik lokasi yaitu Manggih sebanyak tujuh kepala keluarga dengan 28 Jiwa dan balai adat 27 kepala keluarga (KK) dengan 175 jiwa.

Pemerintah juga menyiapkan posko cadangan di SD 19 Sapan Salak dan akan diaktifkan bila cuaca hujan dengan jumlah 85 KK.

Banjir bandang dan longsor di wilayah itu terjadi pada Rabu (20/11) pukul 21.00 WIB, Jumat (22/11) pukul 20.00 WIB dan Minggu (24/11) pukul 22.00 Wib akibat curah hujan cukup tinggi dengan durasi lama sedangkan kapasitas sungai kecil dan tanah labil.

Akibat banjir dan banjir bandang yang melanda Solok Selatan 1.184 kepala keluarga dengan 6.898 jiwa terdampak dan beberapa daerah sempat terisolasi.

Dua Desa di Singkil Terkurung Banjir

Dua Desa di Singkil Terkurung Banjir

Dua desa itu, berada di daerah aliran sungai Singkil. Tempat menyatunya sungai-sungai dari kabupaten/ kota tetangga yang bermuara di laut Singkil. Desa Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, terisolasi lantaran akses jalan ke sana terendam banjir. Kendaraan roda dua dan empat sama sekali tidak bisa melintas. Akses masuk dua desa itu, hanya bisa melalui sungai menggunakan perahu. Dengan jarak tempuh, mencapai sejam lebih dari ibu kota Aceh Singkil.

Laporan Dede Rosadi I Aceh Singkil

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Banjir menyebabkan penduduk dua desa di Kecamatan Singkil, Aceh Singkil, terisolasi, Kamis (5/12/2019).

Masing-masing Desa Rantau Gedang dan Desa Teluk Rumbia.

Dua desa itu, berada di daerah aliran sungai Singkil.

Tempat menyatunya sungai-sungai dari kabupaten/ kota tetangga yang bermuara di laut Singkil.

Desa Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, terisolasi lantaran akses jalan ke sana terendam banjir.

Kendaraan roda dua dan empat sama sekali tidak bisa melintas.

Akses masuk dua desa itu, hanya bisa melalui sungai menggunakan perahu.

Dengan jarak tempuh, mencapai sejam lebih dari ibu kota Aceh Singkil.

"Banjir bertambah dalam dan besar," kata Pukak Dragon penduduk Rantau Gedang melalui sambungan telepon.

Banjir menggenangi wilayah Aceh Singkil, sejak tiga hari lalu.

Sempat surut sebelum kembali naik tadi malam.

Banjir tersebut merendam ratusan rumah serta merusak fasilitas umum.

Diberitakan sebelumnya, hujan deras yang mengguyur wilayah Aceh Singkil, tidak hanya menyebabkan banjir.

Tetapi menyebabkan kerugian material.

Berupa rusaknya fasilitas umum dan milik warga.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Singkil, Kamis (5/12/2019) kerugian akibat banjir menyebabkan jembatan serta rumah penduduk rusak.

Rinciannya jalan antar desa di daerah Cikala, Kecamatan Suro, tertimbun longsor.

Kemudian bangunan BUMDes di Desa Blok VI Baru Kecamatan Gunung Meriah, roboh.

Dampak kerugian material lainnya, kepala jembatan menuju Desa Lae Sipola, Kecamatan Singkohor amblas.

"Kendaraan roda empat tidak bisa lewat serta menghambat aktivitas masyarakat dan anak sekolah," kata Kepala BPBD Aceh Singkil, Mohd Ichsan.

Banjir merendam wilayah Aceh Singkil, sejak tiga hari lalu.

Banjir sempat surut, sebelum kembali naik tadi malam.

Bahkan di Kecamatan Singkil, sebaran banjir meluas.

Selain meluas kedalaman banjir bertambah dalam.

Diberitakan sebelumnya, banjir yang merendam wilayah Aceh Singkil, meluas, Kamis (5/12/2019).

Di Kecamatan Singkil, banjir yang tadinya hanya merendam empat desa bertambah menjadi lima desa.

Masing-masing Desa Ujung Bawang, Pemuka, Pea Bumbung, Rantau Gedang dan Teluk Rumbia. 

Di Desa Pemuka banjir mulai masuk lewat tengah hari ini. Padahal paginya air belum masuk.

Sehingga banjir masuk ke lantai rumah. Padahal rumah penduduk sudah dibangun tinggi dari tanah. 

"Banjir sudah masuk ke rumah, ketinggiannya bertambah," kata Mansur penduduk Pea Bumbung.

Meluasnya banjir di ibu kota Kabupaten Aceh Singkil, tersebut lantaran air yang tadinya merendam wilayah hulu sungai sudah masuk. Sebab Singkil berada di muara sungai.

Sementara itu banjir di daerah hulu sungai seperti di Kecamatan Suro, sudah surut. Kecuali di Simpang Kanan dan Cingkam, Gunung Meriah, masih menggenang namun ketinggiannya berkurang. 

Banjir ibu kota Aceh Singkil ini merupakan kiriman dari daerah hulu sungai. Di Singkil sendiri sepanjang hari hujan tidak turun. (*)

Mahasiswa IPB teliti robot pendeteksi korban bencana

Bogor (ANTARA) - Mahasiswa IPB University dari Departemen Ilmu Komputer Muhammad Harits Arrazi melakukan penelitian pendeteksian korban bencana alam melalui robot pencarian dan pertolongan.

"Deteksi korban bencana dilakukan melalui kamera infrared dengan fitur histogram of oriented gradients atau HOG untuk robot EPUCK v2" kata Muhammad Harits Arrazi, Selasa, seperti dikutip dalam siaran pers IPB University.

Menurut Muhammad Harits, Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana alam tanah longsor, yang bisa saja terjadi di pemukiman padat.

"Pencarian korban tanah longsor adalah hal yang sulit dan berisiko, sehingga diperlukan robot pendeteksi keberadaan korban bencana longsor," katanya.

Guna mengurangi risiko pada pencarian korban bencana longsor, menurut dia, bisa digantikan dengan robot pencari dan pendeteksi korban. Harits menjelaskan, metode pendeteksian korban bencana pada robot pencarian, dengan metode thermal imaging menggunakan kamera infrared serta fitur HOG.

Mahaiswa yang dibimbing oleh Dr Karlisa Priandana dan Wulandari, MAgr Sc ini melakukan penelitian untuk mengembangkan model klasifikasi korban bencana longsor menggunakan fitur HOG dari data citra suhu untuk robot search and rescue menggunakan robot EPUCK v2.

Pada penelitian ini, Harits menambahkan prosesor Raspberry Pi ke robot untuk memperkuat kemampuan komputasi robot.

Menurut dia, aplikasi HOG merupakan fitur citra yang dapat merepresentasikan distribusi dan arah dari tepi gradien pada citra. "Ide dasar dari pemakaian HOG dalam pendeteksian manusia adalah penampilan dan bentuk obyek lokal seringkali dapat dikarakterisasi dengan baik oleh distribusi gradien intensitas lokal atau arah tepi," katanya.

Bahkan, kata dia, tanpa pengetahuan yang tepat tentang posisi gradien atau tepi yang sesuai, penggunaan fitur HOG dipilih karena petunjuk shape-based yang dimilikinya lebih efisien.

Sementara E-PUCK v2 adalah robot beroda berukuran mini yang sudah memiliki berbagai fungsi dan sering digunakan sebagai robot untuk menguji algoritma swarm.

E-PUCK mempunyai kemampuan komputasi, sambungan inter-integrated circuit (I2C), serial peripheral interface (SPI), dan kapasitas penyimpanan yang terbatas. Penggunaan Raspberry Pi 3 digunakan untuk mengatasi masalah keterbatasan kemampuan komputasi tersebut.*