logo2

ugm-logo

Blog

BNPB Minta Pendidikan Bencana Diajarkan di Sekolah

BNPB Minta Pendidikan Bencana Diajarkan di Sekolah

Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuat kurikulum khusus penanggulangan bencana pada tingkat sekolah, mengingat pengetahuan masyarakat tentang bencana alam ataupun penanggulangannya masih minim.

Padahal, menurut Tenaga Ahli BNPB Perwira Tinggi TNI-AD Komaruddin Simanjuntak, di Indonesia kerap terjadi pelbagai bencana dari tahun ke tahun seperti gempa, tsunami, letusan gunung berapi hingga banjir.

"Seharusnya mulai dini, harus mengerti. Kita dengan Jepang, lebih dahsyat tsunaminya di Jepang daripada kita, tapi dari jumlah korban lebih sedikit. Karena kita tidak lebih paham, padahal Indonesia 'laboratorium' bencana. Harusnya kita lebih tahu dibanding negara lain," ujar Komaruddin di acara Post-Disaster Management Rehab, Recover, Reconstruct di Jakarta, Sabtu (9/11).

Komaruddin memberikan contoh seperti bencana banjir. Menurutnya apabila pengetahuan terkait bencana sudah diberikan dari usia dini, anak-anak bisa ikut mengingatkan orang tuanya sehingga meminimalisir korban dan kerugian.

"Dan kita harus memberikan tanda di rumah masing-masing akan ada banjir tahunan, atau akan ada banjir 5 tahunan," tuturnya.

Banjir di Jakarta, menurut Kommarudin memiliki hari ulang tahun. Tahun-tahun tersebut didapatkan dari data waktu rawan banjir yang telah didapatkan BNPB selama bertahun-tahun.

Komaruddin menjelaskan, setiap tahunnya Jakarta akan mengalami kebanjiran, sementara banjir besar akan melanda dalam tahun tertentu.

"Tahu darimana banjir (besar)? Itu ekor 2 ekor 7. Misal 2002, pasti banjir besar, 2007 pasti banjir besar, 2012 pasti banjir besar, seperti itu yang harus diketahui masyarakat," tuturnya.

Indonesia sendiri memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi, karena terhimpit tiga lempeng tektonik dunia, serta berada di jalur Pasific ring of fire. Hal ini membuat Indonesia selalu diintai risiko terjadinya bencana sewaktu-waktu dari gempa, tsunami, dan gunung meletus hingga longsor, kekeringan, dan banjir.

Berdasarkan data BNPB, selama tahun 2018 tercatat 4.231 korban meninggal dunia, dan tiga juta penduduk yang terpaksa mengungsi akibat 2.426 bencana alam yang terjadi sepanjang tahun.

Lebih lanjut, Komaruddin menyebut kesadaran dan penerapan penanggulangan bencana berbasis masyarakat, serta keterlibatan aktif generasi muda dan pelajar, harus ditingkatkan.

Komaruddin mengklaim BNPB kini sedang berusaha membangun akademi tentang penanggulangan bencana, meski belum menginformasikan secara rinci rencana tersebut.

"Sekarang, sekolah tentara sudah membuat kurikulum tentang kebencanaan. BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) punya sekolah akademinya. Nah, BNPB juga ini sedang kita sarankan sesuai peraturan dan undang-undang," ujarnya. (ara/vws)

BPBD: Dampak Kekeringan 2019 Jadi yang Terparah

BANTUAN  air bersih yang disalurkan BPBD sampai pertengahan September sudah mencapai sebanyak 5,3 juta liter air bersih untuk 14,5 ribu keluarga atau lebih dari 51 ribu jiwa.*/EVIYANTI/PR

BANYUMAS, (PR).- Dampak kekeringan 2019 menjadi yang terparah sejak lima tahun terakhir. Jumlah warga yang mengalami krisis air bersih di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sudah mencapai 20.361 kepala keluarga (KK) atau sekitar 73.377 jiwa, dengan total bantuan 2.096 tangki atau setara 10.493.000 liter

Sebanyak  73.377 jiwa tersebut tinggal di 88 desa di 20 kecamatan, dari 27 kecamatan yang ada di kabupaten tersebut. Kecamatan terdampak kekeringan paling parah di Kecamatan Tambak dan Cilongok, masing-masing delapan desa yang mengalami krisis air minum.

"Sejak kemarau hingga 26 Oktober, kami sudah menyalurkan bantuan air minum sebanyak 2.096 tangki atau setara 10.493.000 liter kepada 73.377 jiwa di Banyumas," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Ariono, Minggu, 27 Oktober 2019.

Menurut dia, krisis air bersih tahun ini merupakan yang terparah sejak kurang lebih lima tahun terakhir. Jumlah bantuan setiap tahun pun bertambah.

"Ini kondisi terparah, kelihatannya (jika dihitung) sejak 2013 atau 2014," ujar Ariono.

Untuk bantuan air bersih bagi warga di Banyumas yang dibiayai APBD, pihaknya sudah mengajukan dua kali anggaran karena jumlah warga kekeringan terus membengkak. Pemkab juga dibantu Palang Merah Indonesia (PMI), dunia usaha, dan komunitas juga sedang mendistribusikan bantuan tersebut. 

Sebelumnya, BMKG memperkirakan musim hujan di Kabupaten Banyumas sudah akan berlangsung sampai dasarian kedua bulan Oktober 2019. Namun sampai akhir Oktober, belum ada tanda-tanda memasuki musim hujan.

"Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut  musim hujan di wilayah Banyumas baru akan terjadi awal November mendatang.***

Pemkot Jakarta Pusat Gelar Apel Siaga Bencana Banjir

Walikota Jakpus, Bayu Meghantara bersama Kadis SDA DKI Jakarta, Juaini Yusuf tengah memeriksa personil yang ikut apel siaga banjir. (tarta)

JAKARTA –  Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat mengggelar apel siaga bencana banjir, di Kawasan JIExpo, Kemayoran, Minggu (27/10/2019).

Sebanyak  2.327 personil gabungan mulai  dari petugas Sumber Daya Air (SDA), Sudin Bina Marga, Sudin Lingkungan Hidup (LH),  Sudin Kehutanan, Sudin Gulkarmat, PPSU,  TNI, Polri, elemen masyarakat dan lain-lain.

Apel siaga bencana banjir dipimpin Walikota Jakpus, Bayu Meghantara yang dihadiri Kadis Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Juaini, para pejabat, camat dan lurah. Kegiatan ini dalam rangka mengecek kesiapan seluruh jajaran terutama Sumber Daya Air saat memasuki musim penghujan.

“Kita gelar apel saat ini, untuk melakukan pengecekan sejauh mana kesiapan petugas hingga peralatan, dalam upaya mengantisipasi bencana banjir saat musim penghujan nanti,” ujar Bayu.

Bayu menjelaskan sebanyak 2.327 personil ikut apel siaga banjir,  mulai  dari petugas Sumber Daya Air (SDA), Sudin Bina Marga, Sudin Lingkungan Hidup (LH),  Sudin Kehutanan, Sudin Gulkarmat, PPSU,  TNI, Polri, elemen masyarakat dan lain-lain. Selain itu, juga berbagai sarana dan prasarana juga disiagakan. “Secara umum dari hasil apel ini, seluruh jajaran sudah siap dalam mengantisipasi bencana banjir, di wilayah Jakarta Pusat,” jelasnya.

Ditambahkan, pihaknya juga sudah melakukan pengecekan sejumlah lokasi rumah pompa yang melayani aliran air dari kawasan strategis. Titik rawan genangan juga sudah dipetakan dan disiagakan personil dan peralatannya. Seperti di Jalan Gunung Sahari Raya, Jalan Thamrin dan Sudirman.

“Dua tahun ini, perbaikan saluran di wilayah terus dilakukan. Pompa-pompa juga sudah kita cek semua, Alhamdulillah semua dalam kondisi baik. Insya Allah Jakarta Pusat siap menghadapi musim penghujan nanti,” tegas Walikota.

Sementara itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta,  Juaini Yusuf mengungkapkan pihak Dinas SDA dan Sudin SDA di lima wilayah kota telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi banjir. Mulai dari pembuatan waduk, pengerukan sungai, pengerukan saluran Phb dan mikro di semua wilayah.

“Rumah pompa, dan pompa mobil pun dalam kondisi siap,” tegasnya.

Juaini mengatakan Dinas SDA juga menyiagakan sejumlah alat berat  dalam mengantisipasi bencana banjir di Jakarta. Meliputi  260 unit beckhow, 461 dump truk, 104 exskavator amphibi  dan 144 exskavator.

“Semuanya nanti akan disebar ke lima wilayah, dan di tempatkan ke lokasi-lokasi rawan bencana banjir,” katanya.

Diharapkan dengan kesiapan yang telah dilakukan, bencana banjir di musim penghujan dapat diantisipasi dan ditanggulanggi. (tarta/tri)

PMI Sukabumi Sosialisasikan Pengurangan Risiko Bencana

Latihan penanganan bencana (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI--Beragam cara dilakukan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Sukabumi terus berupaya untuk mensosialisasikan program pengurangan risiko bencana ke masyarakat. Salah satunya melalui kegiatan talkshow dan dialog interaktif melalui media siaran radio.

"Penyebaran informasi mengenai kesiapsiagaan bencana harus terus dilakukan agar masyarakat paham,'' ujar Wakil Ketua Bidang Penanggulangan Bencana, dan SDM PMI Kota Sukabumi, Zaini kepada wartawan Ahad (27/10).

Misalnya, kata dia,  memberikan informasi kegiatan program kesiapsiagaan gempa bumi yang dilakukan oleh PMI Kota Sukabumi melalui dukungan PMI Pusat dan Palang Merah Amerika (Amcross) di Sukabumi.

Pada tahap awal ungkap Zaini, PMI menggandeng Radio Suara Perintis Kemerdekaan yang merupakan radio Pemerintah Kota Sukabumi sebagai sarana untuk menyampaikan berbagai informasi program yang dilakukan PMI. Terutama dalam kesiapsiagaan bencana saat ini.

Menurut Zaini, dalam upaya pengurangan risiko bencana ini keberadaan radio perannya sangat penting. Sebab, radio mempunyai ruang tersendiri yang sangat luas jangkaunya untuk menginformasikan keberbagai segmen masyarakat.

Radio terang Zaini, merupakan salah satu bentuk media khususnya penyiaran yang menjadi alternatif strategis untuk melakukan komunikasi kepada masyarakat guna membangun kultur budaya sadar bencana. Upaya yang berkelanjutan dan lintas generasi tentu sangat diperlukan untuk membangun kesiapsiagaan dalam menghadapi dan pengurangan risiko bencana.

Zaini menuturkan, saat ini PMI Kota Sukabumi telah melalui berbagai tahapan terkait program kesiapsiagaan gempa bumi ini. Diantaranya, perekrutan Sibat, melakuan kajian risiko partisipati (PRA) di masyarakat, serta melalukan pemetaan risiko (Risk Mapping) di wilayah intervensi Program di Kelurahan Baros Kecamatan Baros, Kota Sukabumi.

Seperti diketahui, Kota Sukabumi menjadi pilot project dari PMI pusat bekerjasama dengan Palang Merah Amerika. Program yang dinamai Indonesia Earthquake Readiness ini akan memulai program selama satu tahun di kota sukabumi jawa barat ini dengan di fokuskan di satu kelurahan yaitu Kelurahan Baros.

Penyebab Udara Panas di Sebagian Wilayah Indonesia saat Siang, BMKG Sebut Akibat Gerak Semu Matahari

Jakarta - Sejak awal kemunculannya, BPJS Kesehatan selalu dihantui masalah defisit yang disebabkan karena gagal bayar. Beberapa alasan yang mendasari karena pembiayaan biaya kesehatan yang tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima oleh BPJS Kesehatan.

Sebagai Menteri Keuangan di era pemerintahan Jokowi, Sri Mulyani juga turut ikut andil 'mengurusi' permasalahan defisit yang dialami BPJS Kesehatan. Berikut kiprahnya seperti yang dirangkum detikcom.

1. Tak mau talangi defisit di tahun 2018

BPJS Kesehatan mengalami defisit sekitar Rp 9,1 triliun yang disebabkan kekurangan pembayaran dari iuran. Sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengaku berkenan membantu tetapi tak ingin jika gagal bayar ditalangi oleh Kemenkeu seluruhnya.

"Kan sekarang paling mudah datang ke Kemenkeu, enggak dong. Bukan berarti kami tidak address. Kami keberatan jadi pembayar pertama," ujarnya beberapa waktu lalu.

2. Kesal banyak peserta BPJS Kesehatan yang culas

Saat menjadi pembicara di ILUNI FEB UI, Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan kesadaran untuk membayar asuransi kesehatan di Indonesia masih sangat minim. Ia menyindir beberapa peserta BPJS Kesehatan yang hanya membayar ketika sakit dan stop saat sudah sembuh.

"Kita lebih sering membeli pulsa dari pada beli BPJS Kesehatan. Banyak yang terjadi sekarang orang hanya beli kartu BPJS untuk jadi anggota pas mau masuk rumah sakit, habis itu dia nggak mau angsur lagi," tuturnya.

3. Usul iuran BPJS Kesehatan naik

BPJS Kesehatan diperkirakan akan mengalami defisit sebesar Rp 28 triliun di akhir tahun 2019. Sri Mulyani mengatakan harus ada langkah besar yang diambil jika tak ingin BPJS Kesehatan mengalami tekor tiap tahunnya.

Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan pun diusulkan oleh Sri Mulyani yakni sebesar Rp 160 ribu untuk kelas 1 dan penyesuaian untuk kelas 2 dan 3.

"Untuk 2020 kami usulkan kelas 2 dan kelas 1 jumlah yang diusulkan oleh DJSN perlu dinaikkan. Ini berlaku 2020," katanya,

Berikut daftar iuran BPJS Kesehatan yang berlaku pada 1 Januari 2020:
1. PBI pusat dan daerah Rp 42.000 dari Rp 23.000 per bulan per jiwa
2. Kelas I menjadi Rp 160.000 dari Rp 80.000 per bulan per jiwa
3. Kelas II menjadi Rp 110.000 dari Rp 51.000 per bulan per jiwa
4. Kelas III menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500 per bulan per jiwa