logo2

ugm-logo

Blog

Lima Lembaga PBB Sebut Situasi di Gaza Bencana Besar Kemanusiaan

Bisnis.com, JAKARTA - Lima badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut situasi kemanusiaan di Gaza sudah memasuki bencana besar. 

Mereka pun menyerukan lebih banyak bantuan internasional ketika kondisi di wilayah pesisir yang padat penduduknya itu kian memburuk.

Melansir CNA, pernyataan PBB muncul di saat Israel mengatakan akan meningkatkan serangannya ke Jalur Gaza untuk meningkatkan tekanan terhadap Hamas. 

Lebih lanjut, para perwira seniornya memperingatkan bahwa pasukannya akan bersiap memasuki wilayah Palestina yang terkepung.

Sejak serangan kejutan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober lalu yang menewaskan 1.400 orang, Israel telah melancarkan pemboman udara dan darat yang menghancurkan Gaza. Pihak berwenang Hamas mengatakan 4.385 orang telah tewas.

Pernyataan badan-badan PBB tersebut muncul di saat truk-truk pertolongan pertama tiba di Gaza dari Mesir pada Sabtu (21/10/2023). 

“Lebih dari 1,6 juta orang di Gaza sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan,” kata pernyataan berbagai lembaga termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF. 

Berbagai lembaga itu menyatakan bahwa anak-anak, wanita hamil dan orang lanjut usia masih menjadi kelompok yang paling rentan. Hampir separuh penduduk Gaza adalah anak-anak. 

“Gaza berada dalam situasi kemanusiaan yang menyedihkan sebelum terjadinya permusuhan terbaru. Sekarang ini merupakan bencana besar. Dunia harus berbuat lebih banyak," ucapnya. 

Perlu diketahui, tiga lembaga lain yang menandatangani pernyataan tersebut adalah Program Pangan Dunia, badan pembangunan UNDP dan UNFPA.

Indonesia Negara Paling Rawan Bencana Kedua di Dunia

Bündnis Entwicklung Hilft bersama Institute for International Law of Peace and Armed Conflict (IFHV) of the Ruhr-University Bochum merilis laporan bertajuk World Risk Report 2022. Riset ini menilai tingkat risiko bencana di sejumlah negara di dunia.

Penliaian berbasis lima indikator yang terdiri dari paparan (exposure), kerentanan, kerawanan, kurangnya kapasitas penanganan, dan minimnya kemampuan adaptasi terhadap bencana. 

Dari 193 negara yang dinilai, Indonesia tercatat sebagai negara kedua yang paling berisiko terkena bencana di dunia. Skor World Risk Index (WRI) yang dikantongi sebesar 43,50 poin dari 100 poin. Semakin tinggi skor WRI, maka semakin berisiko terhadap bencana. 

Sementara, peringkat pertama negara yang paling berisiko terkena bencana adalah Filipina yang meraih skor indeks sebesar 46,86 poin.

Di bawah Indonesia atau peringkat ketiga ada India dengan torehan skor 41,52 poin.

Di samping itu, negara dengan skor WRI teredah adalah Andorra, yakni 0,22 poin pada 2022. Negara kecil di Eropa ini dinilai paling aman dari ancaman bencana. 

Berikut daftar 10 negara paling rawan terkena bencana menurut World Risk Index 2022:

  1. Filipina: 46,86 poin
  2. Indonesia: 43,50 poin
  3. India: 41,52 poin
  4. Meksiko: 38,17 poin
  5. Kolombia: 37,64 poin
  6. Myanmar: 36,16 poin
  7. Mozambik: 34,61 poin
  8. Rusia: 28,20 poin
  9. Bangladesh: 27,29 poin
  10. Tiongkok: 27,10 poin

BPBD: Wilayah terdampak bencana kekeringan di Trenggalek meluas

Trenggalek, Jawa Timur (ANTARA) - Badan Pengendali Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek, Jawa Timur (Jatim), mengonfirmasi wilayah terdampak bencana kekeringan di kabupaten tersebut hingga pertengahan Oktober ini meluas di 17 desa/kelurahan pada 10 kecamatan.

Hal itu mengacu pada  pemantauan lapangan dan data penambahan desa yang mengajukan permintaan bantuan air bersih.

"Awal Oktober lalu jumlah desa yang terdampak tercatat ada 11 desa/kelurahan pada tujuh kecamatan. Saat ini permintaan air bersih naik menjadi 17 desa/kelurahan di 10 kecamatan," kata Kepala pelaksana BPBD Trenggalek Traidi Atmono di Trenggalek, Kamis.

Bertambahnya jumlah warga terdampak itu, kata dia, karena kekeringan di Bumi Menak Sopal saat ini terus meluas.

Berdasar data wilayah per desa itu, BPBD Trenggalek mencatat ada 7.845 warga dari 2.468 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak langsung dan mengalami krisis air bersih.

Untuk menanggulangi hal itu, pihaknya bersama dengan stakeholder lainnya berjibaku menggelontorkan air bersih ke daerah terdampak kekeringan.

Trenggalek, kata dia, mengalami kekeringan meteorologi kategori Awas yang membuat sumur-sumur air warga mengering. Hingga saat ini ada sebanyak 163 tangki berisi air bersih yang sudah digelontorkan.

"Kemudian upaya penanganan bersama, ada sebanyak 42 tandon, 335 jeriken, dan 26 terpal yang sudah didistribusikan ke masyarakat," katanya.

Selain itu pemerintah daerah (pemda) tengah mengusulkan bantuan pembuatan sumur bor kepada BNPB melalui Pemprov Jatim dengan estimasi anggaran mencapai lebih dari Rp8 miliar.

"Berkaca pada dampak kekeringan 2019 lalu, titik sumur bor itu direncanakan ada di 66 desa," katanya.

BMKG Prediksi Bencana Alam Kian Ekstrem Apabila tidak Ada Transisi Energi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi akan terjadi peningkatan bencana ekstrem dalam 10 tahun mendatang, jika transisi energi tidak dilakukan secara masif. Bencana ekstrem yang kemungkinan terjadi di antaranya suhu semakin memanas, hujan ekstrem, banjir dan longsor, El Nino, La Nina, hingga kekeringan ekstrem.

“Selain itu, akan terjadi juga perubahan curah hujan yang bervariasi di masing-masing lokasi. Lalu akan terjadi kenaikan muka air laut yang akan meningkatkan bencana rob khususnya di pesisir,” kata Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, saat dihubungi Republika, Rabu (18/10/2023).

Hingga saat ini, bauran energi primer di Indonesia memang masih didominasi oleh sumber energi fosil. Menurut data Kementerian ESDM tahun 2022, penggunaan sumber energi fosil yaitu sekitar 87,7 persen, sementara energi baru terbarukan (EBT) masih berkisar 12,30 persen.

Ardhasena menjelaskan, suhu permukaan akan terus meningkat jika tidak ada perubahan atau transisi energi ke sumber yang lebih hijau. Pasalnya, transisi energi ke sumber yang lebih hijau merupakan bagian dari adaptasi atau mitigasi perubahan iklim.

Ardhasena menjelaskan, transisi energi sangat berpengaruh pada pola cuaca di Indonesia. Penggunaan sumber energi hijau secara menyeluruh akan mengurangi penggunaan energi berbahan bakar fosil sehingga emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari penggunaan energi berbahan bakar fosil akan berkurang.

Berkurangnya emisi GRK secara menyeluruh akan mengurangi peningkatan suhu udara global akibat pemanasan global. Sebagai contoh, telah terjadi kenaikan rata-rata 0,3 derajat celcius dalam rentang 2000-2023 yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (CO2) dari bahan bakar energi fosil seperti batubara, minyak bumi dan sejenisnya.

Pengukuran GRK khususnya CO2 oleh BMKG juga terus menunjukkan tren yang meningkat. Contohnya pengamatan selama kurun waktu Mei 2020-2022 di tiga lokasi yaitu kawasan hutan Bukit Kototabang (3,12 ppm), Palu (2,2 ppm), dan Sorong (1,8 ppm) yang secara umum mengalami kenaikan setiap tahunnya.

“Memang transisi energi memerlukan waktu yang tidak singkat. Tapi yang pasti, transisi energi yang dilakukan secara menyeluruh dan global akan mengurangi emisi GRK yang tiap tahun terus meningkat,” tegas Ardhasena.

UGM Terpilih Jadi Tuan Rumah Manajemen Kesehatan Bencana ASEAN

Penerapan sistem kebencanaan menjadi fokus utama di berbagai negara pasca COVID-19. Pengalaman pandemi memberikan pelajaran berarti terkait strategi pencegahan, mitigasi, hingga pemulihan setelah bencana. Kali ini, negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam forum ASEAN Institute for Disaster health Management (AIDHM) memilih Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM sebagai tuan rumah penyelenggaraan 2nd ASEAN Academic Conference (AAC) tentang Manajemen Bencana Kesehatan.

“Tentu kami menyambut baik, Indonesia sebagai tuan rumah dalam AAC ini, yang bertujuan untuk membawahi segala informasi, dan pengetahuan di ASEAN (terkait kebencanaan). Jadi apa yang kita miliki, dan apa yang negara lain miliki, seperti Thailand, Filipina, dan seterusnya, itu bisa saling berbagi dan meningkatkan strategi kebencanaan. Ini penting, karena Indonesia itu hampir seluruh daerah itu masuk sebagai zona merah bencana. Artinya, kesiapan siagaan kita harus kita siapkan dari sekarang,” ungkap Dr. Sumarjaya, SKM., MM., MFP., C.F.A selaku Direktur Pusat Krisis Kementerian Kesehatan RI dalam konferensi pers pada Selasa (17/10).

Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang tahun 2023 tercatat terdapat 852 bencana banjir, 487 kebakaran hutan, 442 tanah longsor, 24 gelombang pasang, dan 21 gempa bumi. Bencana tersebut mengakibatkan setidaknya 4,2 juta orang harus mengungsi, 5.552 orang luka-luka, 199 korban jiwa, dan 10 orang menghilang. Keseluruhan jumlah tersebut mencerminkan kurangnya penerapan sistem kebencanaan. Untuk itu, konferensi ini mendorong negara-negara ASEAN untuk ikut bekerja sama merumuskan sistem kebencanaan yang sesuai dengan kondisi masing-masing negara.

“Kita sebagai universitas sudah sangat aktif dalam menangani bencana itu, terutama tsunami. Kami sering menghadirkan ahli-ahli dalam beberapa bencana yang terjadi di Indonesia. Ini juga merupakan kolaborasi yang luar biasa dan sangat penting, untuk mengelaborasi upaya-upaya kita di bidang kesehatan. Untuk itu, kami juga siap untuk menyelenggarakan bentuk pelatihan dan penelitian bersama negara ASEAN,” tutur Dekan FK-KMK UGM, Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH. 

UGM sebagai tuan rumah AIDHM memiliki lima mandat yang harus dilaksanakan untuk memimpin strategi kebencanaan di ASEAN. Pertama, menyelenggarakan kegiatan akademik untuk memperkuat kapasitas personel terkait kesehatan bencana seperti pengembangan kurikulum, pelatihan, dan latihan simulasi. Kedua, melakukan konsultasi dalam mendukung dan membantu pengembangan, serta melaksanakan kegiatan penanggulangan kesehatan bencana. Ketiga, memfasilitasi, memberikan panduan dan kebijakan, serta mendukung penyelenggaraan latihan kolaborasi regional tentang manajemen kesehatan bencana di AMS. Keempat, mendukung ASEAN Academic Network on Disaster Health Management (AANDHM), termasuk steering committee, dalam pelaksanaan mandatnya sebagaimana dijelaskan dalam ToR. Dan kelima, mendukung dan memfasilitasi pembentukan jaringan regional pusat pelatihan negara-negara anggota ASEAN yang melaksanakan program pembelajaran, pendidikan, dan/atau penelitian umum dan khusus tentang manajemen kesehatan kebencanaan.

2nd ASEAN Academic Conference yang diadakan selama dua hari ini menjadi bagian dari implementasi mandat AIDHM—dalam hal ini diketuai oleh UGM—untuk memulai diskusi terkait kondisi sistem kebencanaan internasional. “Perlu diketahui, ASEAN Academic Conference yang pertama tidak bisa diselenggarakan secara luring karena saat pandemi. Jadi dapat dikatakan Indonesia ini menjadi yang pertama berkesempatan menyelenggarakan ACC secara luring. Untuk partisipasinya, mayoritas memang dari negara tetangga mengirimkan 5-11 delegasi. Dan yang patut diapresiasi ini dari Indonesia, baik yang dari Kemenkes maupun UGM, ini kurang lebih ada 80 peserta,” kata dr. Datu Respatika, Ph.D., Sp.M, Asisten Wakil Dekan Bidang Kerja sama, Alumni, dan Pengabdian kepada Masyarakat.