logo2

ugm-logo

Blog

Ancaman Multi Bencana Harus Dihadapi dengan Kolaborasi Seluruh Elemen Bangsa

Jakarta: Ancaman multibencana di Tanah Air harus diantisipasi dengan perencanaan yang menyeluruh. Terpenting, melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat.

"Upaya melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat dalam mengantisipasi ancaman multi bencana di tanah air harus terus diupayakan, karena secara alami negara kita memang dikelilingi gunung berapi dan diapit oleh dua benua dan samudra yang sangat mempengaruhi cuaca," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie) dalam keterangan tertulis, Selasa, 7 Juni 2022

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan sebagai negara kepulauan yang terletak di wilayah cincin api dan juga negara seismik aktif, Indonesia rentan terhadap risiko multibencana alam baik berupa gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, banjir bandang, banjir rob, puting beliung dan longsor.

Sepanjang 2021, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 3.092 kejadian yang didominasi bencana hidrometeorologi. Bencana yang paling sering terjadi, yaitu banjir dengan 1.298 kejadian, disusul cuaca ekstrem 804, tanah longsor 632, kebakaran hutan dan lahan 265, gelombang pasang dan abrasi 45, gempa bumi 32, kekeringan 15, dan erupsi gunung api 1.

Kondisi ancaman bencana yang sedemikian kompleks itu, kata Rerie, harus menjadi perhatian semua pihak agar sejumlah rencana dan upaya penanggulangan bencana di Tanah Air bisa direalisasikan dengan baik. Rerie berpendapat upaya mitigasi bencana harus ditingkatkan dengan melibatkan antara lain sejumlah pakar di bidang infrastruktur, perencanaan kota dan lingkungan.

Menurut Rerie, kesiapan dalam menghadapi ancaman bencana bertujuan menekan jumlah korban akibat bencana alam. Upaya tersebut harus diikuti dengan peningkatan pemahaman masyarakat terkait ancaman bencana alam yang ada di sekitar tempat tinggal mereka.

Rerie mengatakan kearifan lokal dalam melakukan mitigasi bencana juga harus dilakukan dalam upaya mengakselerasi pemahaman masyarakat. Dia sangat berharap ancaman multibencana di Tanah Air dapat dilihat sebagai tantangan yang harus dihadapi lewat kolaborasi yang baik dari seluruh elemen bangsa.

(JMS)

Pentingnya Kolaborasi untuk Cegah Ancaman Bencana di Indonesia

Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyoroti ancaman multibencana di Tanah Air. Menurutnya, hal tersebut harus dicegah melalui perencanaan yang menyeluruh dengan melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat.

"Upaya melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat dalam mengantisipasi ancaman multi bencana di Tanah Air harus terus diupayakan. Karena secara alami negara kita memang dikelilingi gunung berapi dan diapit oleh dua benua dan samudra yang sangat mempengaruhi cuaca," kata Lestari dalam keterangannya, Selasa (7/6/2022).

Lestari atau yang akrab disapa Rerie menjelaskan pekan lalu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di wilayah cincin api dan juga negara seismik aktif. Sehingga rentan terhadap risiko multibencana alam, baik gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, banjir bandang, banjir rob, puting beliung dan longsor.

Diketahui, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang 2021 terdapat 3.092 kejadian yang didominasi bencana hidrometeorologi. Adapun bencana yang paling sering terjadi yaitu banjir dengan 1.298 kejadian, disusul cuaca ekstrem 804, tanah longsor 632, kebakaran hutan dan lahan 265, gelombang pasang dan abrasi 45, gempa bumi 32, kekeringan 15 dan erupsi gunung api 1.

"Kondisi ancaman bencana yang sedemikian kompleks itu harus menjadi perhatian semua pihak agar sejumlah rencana dan upaya penanggulangan bencana di Tanah Air bisa direalisasikan dengan baik," tuturnya.

Menurut Rerie, upaya mitigasi bencana perlu ditingkatkan, dengan melibatkan sejumlah pakar di bidang infrastruktur serta perencanaan kota dan lingkungan. Dia mengatakan kesiapan menghadapi ancaman ini diharapkan dapat menekan jumlah korban yang diakibatkan bencana alam.

"Upaya tersebut harus diikuti dengan peningkatan pemahaman masyarakat terkait ancaman bencana alam yang ada di sekitar tempat tinggal mereka," ujarnya.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu pun mendorong agar mengedepankan kearifan lokal dalam melakukan mitigasi bencana. Tujuannya untuk membantu mengakselerasi pemahaman masyarakat. Rerie pun berharap ancaman multi-bencana di Tanah Air dapat dihadapi lewat kolaborasi yang baik dari seluruh elemen bangsa.

Kesiapan Indonesia Sebagai Tuan Rumah AIDHM

Jogjakarta - Kementerian Kesehatan melalui Pusat Krisis Kesehatan bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK-UGM) menggelar pertemuan pembentukan ASEAN Institute of Disaster Health Management (AIDHM) pada tanggal 2-3 Juni 2022, di Yogyakarta.

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil The 15th ASEAN Health Ministrial Meeting (AHMM) Mei 2022 lalu di Nusa Dua, Bali yang menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah AIDHM.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Dr. dr. Eka Jusup Singka, M.Sc., mengatakan bahwa Kemenkes bersama PKMK-UGM akan membuat suatu proposal yang bertujuan untuk memperbaiki sistem manajemen bencana di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Ia ingin mengubah julukan Indonesia, dari ‘laboratorium bencana’, menjadi ‘negara yang memiliki banyak pengalaman dalam manajemen bencana’.

“Ini adalah upaya kita,sehingga kita harus bekerja lebih bagus lagi, lebih terintegrasi lagi,” kata dr. Eka.

Dalam kesempatan ini dr. Eka juga menyebut bahwa Kemenkes dengan dunia pendidikan, yaitu UGM dan Unsrat, sebagai cikal bakal perkembangan pendekatan pentahelix dalam manajemen bencana.

“Jadi ada NGO (Non-governmental organization) dan akademis. Ada unsur pentahelix dengan akademis. Jadi tidak hanya pekerjaan Kemenkes dan dinas kesehatan saja,” tutur dr. Eka.

Lebih lanjut, Ia menyebut bahwa Kemenkes juga telah membentuk koalisi dengan NGO seperti, Muhammadiyah Disaster Management Center, Pramuka, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Katolik, Persatuan Protestan dan Buda Tzu Chi, yang jumlahnya mencapai 22, sebagai tenaga relawan saat bencana terjadi.

Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc, mengatakan bahwa kebencanaan menjadi unggulan di UGM, dengan tim yang sangat berpengalaman dan memiliki respon cepat.

“Kebencanaan menjadi unggulan di UGM, sudah cukup lama. Sehingga tim bencana kami punya cukup banyak pengalaman,” ungkap dr. Yodi.

Yodi juga menyampaikan ucapan terimakasih atas kepercayaan yang diberikan kepada UGM sebagai sekretariat AIDHM.

Dalam rangkaian pertemuan ini peserta kegiatan juga diajak untuk melakukan kunjungan ke PKMK-UGM yang akan menjadi Sekretariat AIDHM. Pada kesempatan tersebut Wakil Dekan Bidang Kerjasama Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK UGM), dr. Sudadi, menyampaikan kesiapan fasilitas UGM sebagai sekretariat, dan dukungan sarana dan prasarana.

Sebagai informasi, AIDHM merupakan salah satu mekanisme untuk mendukung Regional Coordination Committee on Disaster Health Management (RCC-DHM) dalam mengoperasionalisasikan Plan of Action of ASEAN Leader Declaration on Disaster Health Management (PoA-ALD on DHM).

Kontribusinya terutama untuk penguatan kapasitas ASEAN dalam pengelolaan bencana bidang kesehatan melalui kegiatan pelatihan, akademik, dan penelitian.

Selain Kemenkes dan PKMK-UGM, pertemuan ini juga diikuti oleh perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait seperti, sekretariat ASEAN, AHA Center (Pusat Koordinasi ASEAN untuk bantuan kemanusiaan bagi penanganan bencana), Badan Kesehatan Dunia (WHO), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta dan Kementerian Luar Negeri.

Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. (FA/PH)

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
drg. Widyawati, MKM

Perbaiki Sistem Manajemen Bencana, Kemenkes dan UGM Bentuk AIDHM

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan melalui Pusat Krisis Kesehatan bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK-UGM) menggelar pertemuan pembentukan ASEAN Institute of Disaster Health Management (AIDHM) pada tanggal 2-3 Juni 2022, di Yogyakarta.

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil The 15th ASEAN Health Ministrial Meeting (AHMM) Mei 2022 lalu di Nusa Dua, Bali yang menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah AIDHM.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Dr. dr. Eka Jusup Singka, M.Sc., mengatakan bahwa Kemenkes bersama PKMK-UGM akan membuat suatu proposal yang bertujuan untuk memperbaiki sistem manajemen bencana di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Ia ingin mengubah julukan Indonesia, dari ‘laboratorium bencana’, menjadi ‘negara yang memiliki banyak pengalaman dalam manajemen bencana’.

“Ini adalah upaya kita, sehingga kita harus bekerja lebih bagus lagi, lebih terintegrasi lagi,” kata dr. Eka.

Dalam kesempatan ini dr. Eka juga menyebut bahwa Kemenkes dengan dunia pendidikan, yaitu UGM dan Unsrat, sebagai cikal bakal perkembangan pendekatan pentahelix dalam manajemen bencana.

“Jadi ada NGO (Non-governmental organization) dan akademis. Ada unsur pentahelix dengan akademis. Jadi tidak hanya pekerjaan Kemenkes dan dinas kesehatan saja,” tutur dr. Eka.

Lebih lanjut, Ia menyebut bahwa Kemenkes juga telah membentuk koalisi dengan NGO seperti, Muhammadiyah Disaster Management Center, Pramuka, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Katolik, Persatuan Protestan dan Buda Tzu Chi, yang jumlahnya mencapai 22, sebagai tenaga relawan saat bencana terjadi.

Selengkapnya: https://www.liputan6.com/health/read/4978447/perbaiki-sistem-manajemen-bencana-kemenkes-dan-ugm-bentuk-aidhm

BMKG Ajak Insinyur Indonesia Kolaborasi Hadapi Ancaman Bencana

Jakarta: Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengajak para insinyur Indonesia berkolaborasi menghadapi ancaman multi bencana akibat perubahan iklim ataupun fenomena tektonik-vulkanik. Peran insinyur sangat dibutuhkan dalam upaya mitigasi bencana alam.

"Sebagai negara kepulauan yang terletak di wilayah cincin api dan juga negara seismik aktif, Indonesia rentan terhadap risiko multi-bencana alam baik berupa gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, banjir bandang, banjir rob, puting beliung, dan longsor. Realitas ini menjadi tantangan bagi kita semua termasuk para insinyur Indonesia, untuk sama-sama bergotong-royong mewujudkan zero victim," kata Dwikorita melalui keterangan tertulis, Minggu, 5 Juni 2022

Dwikorita menyebut letak geografis Indonesia harus disikapi Insinyur Indonesia dengan senantiasa mengedepankan atau mengintegrasikan manajemen risiko bencana dalam setiap pekerjaan perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan Infrastruktur. Selain itu, menempatkan komunitas masyarakat sebagai mitra aktif.

Upaya pemberdayaan masyarakat melalui edukasi dan literasi perlu dilakukan agar masyarakat dapat berpartisipasi menjaga, memelihara, dan mendukung pengoperasian sistem atau infrastruktur yang dibangun. Dengan demikian efektivitas dan keamanan infrastruktur atau sistem yang dibangun dapat terwujud secara berkelanjutkan.

"Insinyur juga bertanggungjawab terhadap literasi kebencanaan masyarakat. Masyarakat perlu dikenalkan desain baru bangunan hingga material bangunan yang lebih baik untuk meminimalisasi risiko kegagalan bangunan akibat gempa," ujar dia.

Dwikorita menjelaskan perubahan iklim menjadi faktor penguat mengapa cuaca ekstrem makin sering terjadi di Indonesia. Mulai dari hujan lebat disertai kilat dan petir, siklon tropis, gelombang tinggi, hingga hujan es atau kekeringan panjang.

"Karenanya, perlu upaya mitigasi yang dilakukan seluruh pihak dan lapisan masyarakat secara komprehensif dan terukur, guna menahan laju perubahan iklim, beradaptasi dan memitigasi dampaknya," tutur dia.

Kenaikan Suhu

Dwikorita menjelaskan apabila situasi saat ini terus dibiarkan, kenaikan suhu di seluruh pulau utama di Indonesia bisa mencapai 3.5 hingga 4 derajat celcius pada tahun 2100. Kenaikan tersebut, empat kali dibandingkan zaman pra industri.

Akibat kenaikan suhu, es di puncak Jaya Wijaya di Papua, pada 2025 diperkirakan akan hilang sepenuhnya.

"Mitigasi harus dilakukan segera, tidak bisa ditunda-tunda karena situasi kekinian sangat mengkhawatirkan. Contohnya, Siklon Seroja yang terjadi di NTT tahun 2021, semestinya tidak terjadi di wilayah tersebut. Namun, akibat kenaikan suhu muka laut di perairan NTT sebagai dampak perubahan iklim, siklon tersebut terjadi," jelas dia.

Dwikorita mengatakan, peningkatan suhu tersebut akan memicu terjadinya cuaca ekstrem dan anomali iklim yang semakin sering. Intensitasnya pun semakin kuat dengan durasi panjang.

(DEV)