logo2

ugm-logo

Blog

Diutus Ridwan Kamil, JQR Salurkan Bantuan Untuk Korban Bencana Alam di Bogor

SuaraBogor.id - Gubernur Jabar Bapak Ridwan Kamil mengutus Jabar Quick Response (JQR) untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban longsor dan banjir bandang di Kabupaten Bogor. Bantuan yang disalurkan JQR ini berupa paket sembako bencana alam di Kabupaten Bogor. Hal tersebut diutarakan Koordinator Unit Kebencanaan JQR Syehabudin.

"Kami memberangkatkan tim ke Kabupaten Bogor untuk memberikan bantuan amanat dari Gubernur Jabar Bapak Ridwan Kamil berupa sembilan bahan pokok dan makanan untuk masyarakat yang terdampak bencana," katanya, kepada wartawan, Sabtu (2/7/2022).

mengatakan, pihaknya juga tak lupa memberikan santunan kepada keluarga korban yang meninggal. "Untuk pendistribusiannya, kami melibatkan relawan dimsana TRC Pandawa Kabupaten Bogor dan Kalibaru. TRC Pandawa memberikan bantuan santunan ke keluarga almarhum Jayadi di daerah Kampung Cemplang RT6/2, Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Kami juga memberikan bantuan untuk keluarga Almarhum Aan dan Almarhum Umar, " bebernya. Sekadar diketahui, tim JQR telah mendistribusikan paket sembako untuk 300 kepala keluarga dan santunan ke tiga keluarga yang meninggal. Dirinya berharap masyarakat yang terdampak bencana bisa pulih dan bangkit serta dapat segera melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. "Semoga keluarga yang terkena musibah bisa segera bangkit dan dapat kembali beraktivitas seperti sediakala," tutupnya.

DPRD Sulteng Bahas Raperda Penanggulangan Bencana Alam

TRIBUNPALU.COM, PALU – Anggota Komisi II DPRD Sulteng melakukan Forum Group Discussion (FGD) untuk membahas Raperda Penanggulangan Bencana Alam, Selasa (28/6/2022) siang.

Bencana alam pada 2018, meninggalkan duka yang teramat dalam bagi Sulawesi Tengah.

Melalui bencana alam tersebut pemerintah bersama DPRD Provinsi Sulawesi Tengah membuat naskah akademik dengan tujuan untuk rancangan peraturan daerah untuk perubahan peraturan daerah nomor 2 tahun 2013 tetang penyelenggaraaan penanggulangan bencana alam.

“Perancangan peraturan daerah tentang penyelenggaraan pengabggualan bencana dapat kita selesaikan bersama sehingga dapat mengantisipasi jika terajdi dikemudian hari, ini agar masyarakat dapat merasakannya secara langsung dikemudian hari,” Ujar Yahdi Basma

Yahdi Basma menambahkan rancangan perundang-undangan ini dibuat sebagai tanggung jawab negara.

“Kita membuat rancangan mengenai penanggulangan bencana dibuat sebagai bentuk tangungjawab negara dan hadirnya negara dalam memberikan rasa perlindungan, rasa aman, dan rasa nyaman bagi seluruh rakyat, khususnya yang terkena bencana,” ujar Yahdi Basma

Dalam pembuatan perda tidak boleh bertentangan atau melampaui  dari peraturan yang lebih tinggi di atasnya. (*)

Rumah BUMN Kukar Jadi Lokasi Posko Siaga Tanggap Bencana Nasional

Balikpapan, IDN Times - PLN bersama seluruh BUMN di Kalimantan Timur (Kaltim) sepakat mengoperasikan Posko Siaga Tanggap Bencana Nasional di Kutai Kartanegara (Kukar). Posko siaga ini bertujuan sebagai pusat penanggulangan dan mitigasi bencana ke depannya dipusatkan di tempat ini. 

“Sebagai penugasan dari Kementrian BUMN, PLN mengelola 28 Rumah BUMN yang bisa dijadikan wadah bersama, mulai dari mengembangkan UMKM, Co- Working Space, Basecamp Milenials BUMN dan terakhir sebagai pusat kegiatan Satgas Bencana BUMN untuk memitigasi dan penanggulangan awal saat terjadi bencana,"  kata Senior Manager PLN UIW Kaltimra Efron L Gaol dalam pers rilis.

selengkapnya https://kaltim.idntimes.com

Contoh Kearifan Lokal dalam Mitigasi Bencana Banjir dan Longsor

tirto.id - Indonesia memiliki keanekaragaman suku dan budaya. Masing-masing wilayahnya memiliki keunikan dan kearifan lokal (local wisdom) tersendiri. Salah satunya adalah kearifan lokal dalam mitigasi bencana banjir dan longsor di Indonesia.

Kearifan lokal merupakan ide-ide yang muncul dari hasil olah pikir masyarakat setempat (lokal) yang sifatnya bijak, penuh kearifan, dan bernilai baik yang ditanamkan dan diikuti oleh para anggota masyarakatnya.

Kearifan lokal memuat ketentuan-ketentuan khusus yang meliputi nilai, norma, kepercayaan, etika, dan adat-istiadat.
Pengetahuan lokal ini biasanya sudah dipraktikkan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Pengetahuan yang sifatnya tradisional ini digunakan masyarakat setempat untuk dapat beradaptasi dan bertahan hidup di lingkungan yang ada. Disamping itu, hal tersebut juga menjadi dasar dalam melakukan tindakan mitigasi bencana oleh masyarakat lokal.

Mitigasi Bencana Banjir dan Longsor di Indonesia


Berdasarkan Pasal 1 ayat 6 PP Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, mitigasi adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

Adanya perubahan iklim di Indonesia yang terjadi secara terus-menerus mengharuskan masyarakat untuk selalu waspada terhadap kedatangan bencana alam yang dapat menimpa wilayah mereka sewaktu-waktu. Perubahan iklim ini salah satunya menyebabkan adanya intensitas curah hujan yang tinggi di Indonesia.

Dikutip dari laman Pojok Iklim, selain karena faktor letak Indonesia yang strategis dan berada di garis khatulistiwa, curah hujan yang tinggi ini juga disebabkan karena aktivitas penebangan pohon yang dilakukan oleh manusia. Sehingga, hal ini dapat memperparah dan mendatangkan adanya bencana banjir dan tanah longsor.

Untuk itu, pada zaman dahulu nenek moyang kita secara tradisional mengaplikasikan pengetahuan tentang pengelolaan alam dan lingkungan menjadi sebuah tindakan mitigasi bencana. Berikut ini sejumlah kearifan lokal dalam mitigasi bencana banjir dan longsor.

Contoh Kearifan Lokal dalam Mitigasi Bencana Banjir dan Longsor di Indonesia


Berikut ini sejumlah contoh kearifan lokal yang diterapkan turun-temurun di berbagai daerah di Indonesia untuk mitigasi bencana banjir dan longsor.

1. Lamban Langgakh Sebagai Mitigasi Bencana Banjir di Lampung

Lamban langgakh merupakan sebutan untuk rumah panggung di daerah Pesisir Barat, Lampung. Kearifan lokal berupa rumah panggung ini selain digunakan untuk mitigasi bencana gempa dan tsunami, serta juga digunakan untuk mitigasi bencana banjir.

Rumah panggung ini berbahan utama kayu atau papan yang diperkuat dengan pasak dan tiang, serta memiliki ketinggian 2-3 meter di atas permukaan tanah.

Bangunan rumah panggung yang ditinggikan ini dapat menjadi alternatif solusi dalam menghadapi bencana banjir. Sebab, air yang datang ketika banjir tidak akan sampai merendam dan masuk ke rumah warga.

Tradisi membangun rumah panggung selain diterapkan di Pesisir Barat, juga dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Baduy, Banten dan masyarakat Bojongkoneng, Bogor.

2. Repong Damar di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung

Repong damar merupakan kearifan lokal yang mengadaptasi sistem agroforestri kompleks untuk mengelola lahan di hutan secara baik.

Masyarakat di Kabupaten Pesisir, Lampung memiliki larangan tersendiri untuk dapat tetap mengatur dan menjaga kelestarian alam hutan melalui hukum adat.

Masyarakat setempat dilarang menebang pohon damar. Penebangan pohon damar dipercaya akan mendatangkan malapetaka kepada sang penebang.

Namun sebaliknya, apabila masyarakat memperkaya kebun damar dengan menanam tanaman buah lainnya seperti durian, duku, petai, dan yang lainnya, dipercaya panen getah damar akan melimpah.

Dikutip dari tesis yang berjudul “Kearifan Lokal Untuk Mitigasi Bencana pada Masyarakat Rawan Bencana Gempa, Tsunami, Longsor, Banjir di Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung” karya Meri Herlina, fungsi dari repong damar ini sebenarnya adalah sebagai zona penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang digunakan sebagai daerah tangkapan air dan penstabilan iklim.

Salah satu alasannya adalah karena akar pohon damar yang besar, keras, dan tunjam dapat menahan laju tanah jika akan terjadi longsor.

3. Pikukuh Karuhun oleh Masyarakat Baduy, Banten

Pikukuh karuhun merupakan sejumlah aturan atau ketentuan adat yang harus dilaksanakan masyarakat Baduy untuk mencegah terjadinya bencana alam.

Ketentuan pikukuh karuhun ini di antaranya adalah terkait pembuatan bangunan (rumah, jembatan, lumbung, dsb), larangan untuk mengubah jalan air, mengubah kontur tanah, dan meratakan tanah untuk pemukiman.

Dikutip dari artikel “Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Baduy” dalam Jurnal Penelitian Humaniora (Vol. 19, No. 1, 2014), pada suku Baduy, bangunan rumah panggung terbuat dari bahan kayu, bambu, ijuk, rumbia, dan tanpa menggunakan paku dengan ukuran yang hampir sama masing-masing rumahnya.

Hal tersebut dilakukan masyarakat setempat semata-mata sebagai upaya mitigasi bencana gempa, longsor, banjir, dan kebakaran.

Meskipun wilayah masyarakat Baduy merupakan tempat yang dikenal rawan terkena bencana alam, upaya mitigasi tersebut terbukti berhasil diterapkan dan meminimalisir terjadinya bencana alam di wilayah mereka.

4. Pengklasifikasian Hutan dan Lahan

Masih mengenai kearifan lokal masyarakat Baduy, fungsi hutan dibagi menjadi tiga jenis yakni hutan larangan (kawasan larangan), hutan dungusan atau dudungusan (kawasan perlindungan), dan hutan garapan (kawasan budidaya), seperti diterangkan oleh Permana, dkk di artikel Makara, Sosial Humaniora (Vol. 15, No. 1, 2011) yang berjudul “Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Baduy”.

Hutan larangan merupakan hutan lindung yang tidak dapat dimasuki oleh sembarang orang. Hutan dudungusan adalah kawasan hutan pelestarian yang dianggap keramat sebagai tempat leluhur. Sementara itu, hutan garapan adalah kawasan hutan yang dapat dijadikan ladang (huma) untuk bertani para penduduk Baduy.

Merujuk pada sumber lainnya dari catatan Ruli dan Nandang dalam prosiding “Kajian Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam Pengelolaan Lingkungan Berbasis Mitigasi Bencana” di Universitas Siliwangi, pengklasifikasian dengan zonasi kawasan hutan dan lahan ini juga diterapkan oleh masyarakat Desa Kampung Naga, Tasikmalaya.

Bedanya di Kampung Naga zona ini terbagi menjadi kawasan suci, kawasan bersih, dan kawasan kotor.

Selain hal tersebut digunakan sebagai upaya mitigasi bencana banjir dan longsor, pembagian hutan ini juga ditujukan untuk menjaga dan melestarikan daerah penyangga agar tetap menghasilkan keseimbangan lingkungan.

5. Tatali Paranti Karuhun oleh Warga Kasepuhan

Dikutip dari artikel “Mitigasi Bencana Longsor pada Komunitas Kesatuan Adat Banten Kidul di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi” dalam Antologi Pendidikan Geografi (Vol. 1, No. 2, 2013), tradisi tatali paranti karuhun berisi norma-norma dan pengetahuan tentang cara bertani yang dilakukan masyarakat Kasepuhan. Terdapat dua jenis pertanian yang dilakukan, yakni perladangan dan sawah.

Dalam sistem perladangan yang dilakukan warga Kasepuhan, terdapat tahapan nyacar, yaitu tahap penyiapan lahan.

Pada tahap ini, pepohonan yang menutupi lahan sengaja tidak ditebang karena hal itu dianggap pamali oleh warga sekitar.

Jadi, lahan yang sudah siap tersebut tidak akan mengalami perubahan yang mendasar, dan juga tidak akan beralih fungsi ke penggunaan yang lain (deforestasi).

Maka dari itu, sistem perladangan dengan metode tradisi tatali paranti karuhun ini tidak memicu longsor dan sebagai upaya mitigasi bencana longsor.

Selain itu, ada juga sejumlah kearifan lokal warga Kasepuhan lainnya yang digunakan sebagai upaya mitigasi bencana longsor adalah bentengan, lelemahan, ngebeberah, dan talutug.

6. Kepercayaan Masyarakat Desa Bojongkoneng, Bogor

Masyarakat desa Bojongkoneng memiliki kepercayaan tersendiri tentang adanya pamali (hal yang tidak boleh dilakukan) terkait pengrusakan lingkungan.

Menurut kepercayaan mereka, barang siapa yang menebang dan merusak pohon di hutan dan menambang batu, mereka akan diganggu oleh jurigan.

Kepercayaan lainnya berbentuk cerita rakyat yang merupakan prediksi masyarakat mengenai kejadian bencana longsor.

Prediksi tersebut digunakan untuk dapat mengontrol perilaku masyarakat yang ada agar tetap menjaga lingkungannya dan lebih waspada terhadap datangnya bencana alam.

Merujuk pada catatan Randy dkk. dalam “Peran Kearifan Lokal dalam Mitigasi Bencana: Studi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Longsor di Desa Bojongkoneng, Kabupaten Bogor” yang dimuat Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana (Vol. 7, No. 2, 2016), dengan adanya keyakinan tersebut, masyarakat Bojongkoneng secara turun-temurun dibekali dengan keterampilan membuat penahan longsor yang dibuat dari bambu. Ini bertujuan untuk menahan pergerakan tanah dan mengurangi dampak longsor.

Cerita Korban Selamat Gempa Afghanistan: Saya Tidak Kuat Bicara Tentang Ini

Suara.com - Gempa bumi dengan magnitudo 6.1 mengguncang bagian timur Afghanistan pada Rabu (22/06). Otoritas setempat menyebut lebih dari 1.000 orang meninggal dunia. Salah satu korban selamat mengatakan dia kehilangan semua anggota keluarganya.

"Sembilan belas orang keluarga saya meninggal dunia. Saya tidak kuat berbicara tentang hal ini," kata Bibi Hawa yang masih mendapatkan perawatan di rumah sakit. Bibi adalah satu dari sekitar 1.500 korban luka yang berhasil dievakuasi.

Sistem kesehatan dan ekonomi Afghanistan nyaris kolaps bahkan sebelum gempa terjadi, akibat perang selama bertahun-tahun. Taliban, yang kini menguasai Afghanistan, memohon bantuan internasional. "Kami tidak bisa menangani bencana ini sendirian, kami meminta bantuan kepada pihak internasional," ujar Wakil Menteri Penanggulangan Bencana Taliban, Mawlawi Syarafuddin Muslim.