logo2

ugm-logo

Blog

Krisis dan Bencana Ancam Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

JENEWA, SWISS — Informasi dalam laporan yang dikeluarkan pekan ini, lebih dari 200 negara menunjukkan COVID-19, perubahan iklim, dan konflik yang berkembang berdampak merugikan bagi upaya mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, serta meningkatkan kesehatan dan keamanan dunia.

Asisten Direktur Statistik PBB, Francesca Perucci mengatakan COVID-19 merampas kemajuan lebih dari empat tahun pengentasan kemiskinan. Ia mengatakan. pandemi memaksa 93 juta lebih orang jatuh dalam kemiskinan ekstrem, dan lebih banyak yang jatuh ke dalam kelaparan parah.

Ia menambahkan, peningkatan jumlah dan penyebaran konflik dunia yang terbesar sejak 1946, memaksa lebih dari 100 juta orang meninggalkan rumah mereka.

“Krisis Ukraina menyebabkan harga pangan, bahan bakar, dan pupuk melonjak, semakin mengganggu rantai pasokan dan perdagangan dunia, mengguncang pasar keuangan, mengancam ketahanan pangan dunia dan arus bantuan. Kemanusiaan juga di terancam bencana iklim dengan dampak yang sudah tampak dan dirasakan oleh miliaran orang di seluruh dunia,” ungkap Perucci.

PBB: Lebih dari 828 Juta Orang Terancam Kelaparan pada 2021

Para ilmuwan mengatakan, emisi gas rumah kaca naik 6% tahun lalu. Untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim, mereka mengatakan, emisi karbon dioksida harus mencapai puncaknya sebelum 2025, turun 43% pada 2030 dan turun ke nol bersih pada 2050.

“Perempuan kesulitan akibat kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian, sekolah yang terabaikan, dan bertambahnya beban pekerjaan perawatan yang tidak dibayar di rumah. Sementara itu, ada bukti menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan diperburuk oleh pandemi, serta pekerja anak-anak dan pernikahan anak meningkat,” imbuhnya

Pejabat-pejabat PBB mengatakan, solusi dapat diperoleh dengan memperkuat sistem perlindungan sosial dan mengatasi akar penyebab meningkatnya ketidaksetaraan. [ps/ka]

Waspadai Potensi Bencana Alam, Pemkab Malang Siapkan Dana Rp15 Miliar untuk Penanganan

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Pemerintah Kabupaten Malang mewaspadai adanya bencana gempa bumi yang bisa menerjang kapan saja.

Wakil Bupati Malang, Didik Gatot Subroto terus memantau adanya rentetan gempa bumi susulan yang sempat menerjang wilayah Selatan Malang - Lumajang sejak Sabtu (9/7/2022) hingga Minggu (10/7/2022).

Kata Didik, Pemkab Malang telah bersiap dalam segi anggaran penanganan bencana yang nilainya mencapai Rp 15 miliar. Dana tersebut berasal dari dana belanja tidak terduga atau BTT.

"Memang tetap nilainya dikisaran Rp 15 miliar. Ini memang sifatnya untuk emergency (gawat darurat). Namun kami berharap semua bisa baik-baik saja. Dan wilayah Kabupaten Malang bebas dari bencana alam apapun," ujar Didik ketika dikonfirmasi.

Didik mengkiaskan potensi bencana alam di Kabupaten Malang begitu banyak. Alhasil dirinya meminta masyarakat juga bersikap waspada setiap saat.

"Kabupaten Malang kita tahu di sebelah Selatan itu ada Samudera Hindia. Juga di dataran tinggi dikelilingi gunung berapi. Inilah yang memunculkan potensi bencana alam di Kabupaten Malang yang cukup banyak. Gempa, gunung meletus dan sebagainya," ujar Didik.

Mantan Kepala Desa Tunjungtirto ini menyakini masyarakat di wilayahnya telah sadar bencana.

"Kami telah memiliki desa siaga bencana dan di situ juga kami dorong peran organisasi seperti PKK agar menguatkan pengetahuan mengenai mitigasi bencana," tutur Didik.

Sementara itu, berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Statsiun Geofisika Karangkates Malang, gempa magnitudo 5,2 mengguncang Lumajang pada Sabtu (9/7/2022) telah memunculkan rentetan gempa susulan.

Kepala BMKG Statsiun Geofisika Karangkates Malang, Mamuri menjelaskan hingga Minggu (10/7/2022) pukul 04.00 WIB, sebanyak 108 kali gempa susulan mengguncang titik gempa yang berada di Lumajang.

"Susulan ini terjadi bisa disebabkan oleh karakter batuan yag rapuh, ini aktivitas tektonik. Mudah-mudahan hanya magnitude kecil-kecil saja. Kami masih terus memonitor ini," ucap Mamuri ketika dikonfirmasi.

Mamuri mengatakan, besaran magnitudo bencana alam gempa bumi sulit diprediksi, sekalipun memakai teknologi paling mutakhir. Alhasil, ia tetap meminta masyarakat agar tetap waspada.

"Namun demikian, sampai saat ini gempabumi belum bisa di prediksi. Jadi untuk selalu tetap waspada," tutupnya.

Pemerintah New South Wales Tetapkan Status Bencana Alam Banjir, KJRI Sebut Belum Ada WNI yang Terdampak

Curah hujan tinggi di New South Wales (NSW) menyebabkan Kota Sydney dan wilayah sekitarnya banjir hingga Selasa (5/07) sore waktu setempat. Lebih dari 100 perintah evakuasi telah diberlakukan di berbagai lokasi.

Sejauh ini, belum ada warga asal Indonesia yang dilaporkan terdampak, namun pihak berwenang meminta agar semua warga mematuhi instruksi termasuk perintah evakuasi.

"Dalam pantauan kami, sampai sekarang belum ada warga asal Indonesia yang terkena dampak banjir," kata Tiopan dari Fungsi Informasi, Sosial dan Budaya Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Sydney kepada Farid Ibrahim dari ABC Indonesia.

"KJRI Sydney telah berkoordinasi dengan Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) NSW dan tengah melakukan komunikasi intensif dengan berbagai komunitas masyarakat dan diaspora Indonesia untuk mencari informasi terkait WNI terdampak. Hingga saat ini, belum terdapat laporan mengenai WNI terdampak banjir," tambahnya.

KJRI Sydney juga telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh WNI di New South Wales untuk meningkatkan kewaspadaan, mempersiapkan perlengkapan untuk mengantisipasi terjadinya pemadaman listrik dan evakuasi, mematuhi arahan dan imbauan dari instansi yang berwenang, serta terus memantau perkembangan cuaca dan peringatan cuaca.

Seorang warga asal Indonesia yang tinggal di Wollongong, sekitar 90 km dari Sydney, mengaku telah menerima imbauan dari KJRI tersebut.

"Sejauh ini belum ada perintah evakuasi di daerah kami. Kemarin ada pengumuman dari KJRI Sydney agar warga Indonesia tetap waspada," kata Haidir Fitra Siagian, seorang warga Indonesia di Wollongong.

"Di sekitar kami tidak ada banjir, hanya beberapa ruas jalan ditutup karena genangan air," tambahnya.

sumber: https://m.jpnn.com/news/pemerintah-new-south-wales-tetapkan-status-bencana-alam-banjir-kjri-sebut-belum-ada-wni-yang-terdampak

Longsor dan Banjir Masih Dominasi Bencana di Sukabumi

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Peristiwa longsor dan banjir masih mendominasi bencana di Kota Sukabumi dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2022. Hal itu berdasarkan data dari Sistem informasi Elektronik Data Bencana (SiEdan) yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi.

''Dalam kurun waktu enam bulan dari Januari hingga Juni 2022, secara aggregate tercatat 86 kali kejadian, yang tersebar di tujuh kecamatan,'' ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Sukabumi, Zulkarnain Barhami, Kamis (7/7/2022). Akibatnya, ditaksir nilai kerugian mencapai Rp 6.768.545.000.

Dengan luas area 44,719 hekrare dan 63 kepala keluarga terdampak, diantaranya enam orang mengungsi, korban meninggal satu orang dan luka ringan dua orang. Selain itu menyebabman kerusakan pada 626 unit bangunan rusak, 44 unit rusak berat, 155 unit rusak sedang dan 427 unit rusak ringan.

Menurut Zulkarnain, berdasarkan jenis kejadian, frekuensi, taksiran nilai kerugian dan area berdampak (M2) terlihat banjir dan longsor masih mendominasi. Misalnya banjir 22 kali, dengan taksiran kerugian mencapai Rp 4.966.220.000 dan prakiraan luas area terdampak 40.650 M2.

Berikutnya tanah longsor 28 kali, dengan taksiran kerugian mencapai Rp 981.875.000 dan prakiraan luas area terdampak 2.750 M2. Selain itu cuaca ekstrem 20 kali, dengan taksiran kerugian mencapai Rp 367.450.000 dan prakiraan luas area terdampak 601 M2.

Selanjutnya kebakaran 11 kali kejadian dengan taksiran kerugian mencapai Rp 430.000.000 dan prakiraan luas area terdampak 488 M2. Terakhir angin kencang 2 kali, dengan taksiran kerugian mencapai Rp 16.000.000 dan prakiraan luas area terdampak 190 M2 dan gempa 3 kali, dengan sebaran di tujuh Kecamatan.

''Tanah longsor dan banjir paling mendominasi masing-masing 28 kali dan 22 kali dan terendah angin puting beliung dua kali,'' ungkap Zulkarnain. Sementara Februari merupakan frekuensi tertinggi yang dilaporkan masyarakat tercatat 35 kasus dan terendah April empat kasus.

Zulkarnain menuturkan, aggregate nilai kerugian terbesar berasal dari jenis Banjir Rp 4.966.220.000 dengan prakiraan luas area terdampak 40.650 hektare. Disusul dengan taksiran kerugian Tanah longsor Rp 981.875.000 dan prakiraan luas area terdampak 2.750 hektare.

Sementara wilayah tertinggi ada di Kecamatan Cikole 20 kali bencana dan yang tertinggi berasal dari Kelurahan Subangjaya. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Cibeureum dan Citamiang yang tertinggi berasal dari Kelurahan Babakan dan Kelurahan Citamiang.

Sebaran kejadian berdasarkan wilayah, Kecamatan Cikole menempati peringkat tertinggi (20 kali), disusul Kecamatan Gunung Puyuh (16 kali) dan Kecamatan Warudoyong (15 kali) serta disusul Kecamatan Lembursitu (14 kali) dan Kecamatan Baros (12 kali).

BPBD Kota Sukabumi kata Zulkarnain, sebagai pengampu bencana telah melakukan penanggulangan bencana mulai dari prabencana, saat dan pasca bencana. Bentuk upaya-upaya yang dilakukan yakni menetapkan status siaga banjir dan longsor dari 15 November 2021 dan berakhir pada 30 April 2022.

Upaya lainnya menetapkan status darurat banjir dan tanah longsor pada 18 Februari 2022 pasca banjir jembatan merah Kelurahan Jayaraksa Kecamatan Baros dan sekitarnya. Penetapan status dibarengi dengan pembentukan Pos Komando Penanganan Darurat Banjir Longsor.

BPBD menggencarkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi Bencana kepada masyarakat dari elemen aparat/petugas, mahasiswa, KSR, siswa, serta partai politik dalam bentuk sosialisasi dan penyuluhan, pelatihan dengan tercapai sasaran kurang lebih 500 orang.

''Kami juga menggelar Hari Kesiapsiagaan Bencana pada 26 April dimeriahkan video pendek simulasi mandiri bencana dan video safety briefing yang diikuti oleh SKPD, kecamatan, puskemas di lingkungan Pemkot Sukabumi dan diikuti perguruan tinggi serta BUMD,'' ungkap Zulkarnain.

Upaya lainnya menfasilitasi Sosis GulBencal dan edukasi siap menghadapi bencana baik di komunitas maupun fasilitasi dengan berbagai pihak seperti KIE bencana di rumah sakit, dan perguruan tinggi. Dibentuk juga Forum Pengurangan Risiko Bencana yang menggelar aksi Sukabumi bersih seperti penanaman pohon dan pemasangan rambu-rambu bahaya.

Bencana Hari Ini: 87 Hektare Persawahan Terdampak Banjir di Sulawesi Selatan

KARAWANGPOST - Bencana banjir kembali melanda wilayah Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, pada Senin (4/7) pukul 07.00 WITA.

Banjir terjadi setelah hujan dengan intensitas tinggi mengakibatkan genangan air banjir di pemukiman warga.

Peristiwa bencana banjir ini juga dalam keadaan darurat karena sistem drainase di wilayah tersebut sedang dalam tahap pengerjaan sehingga saluran air kurang lancar.

Adapun, bencana banjir tersebut berdampak pada Desa Cenda Putih di Kecamatan Mappadeceng.

BPBD Kabupaten Luwu Utara mencatat banjir ini menggenangi 76 rumah warga dan 87 hektare persawahan.

Sementara itu, untuk sektor komunikasi dan jaringan listrik dilaporkan tidak terganggu. Hasil pemantauan dilapangan, kondisi bencana banjir kini sudah surut.

Kemudian, warga yang terdampak bencana banjir di desa tersebut sudah kembali beraktivitas dan situasi aman terkendali.

Meski demikian, BPBD Kabupaten Luwu Utara mengupayakan koordinasi dengan instansi terkait guna mengantisipasi adanya potensi banjir susulan.

Dalam pantauan prakiraan cuaca BMKG tiga hari kedepan (8/7) wilayah Luwu Utara berpeluang turun hujan dengan intensitas ringan hingga sedang.

BNPB mengimbau kepada seluruh komponen pemangku kebijakan di daerah dan masyarakat agar dapat mengantisipasi adanya potensi banjir susulan yang dapat dipicu oleh faktor cuaca.

Penguatan desiminasi informasi melalui whatsapp group dan jaringan radio lokal juga dapat dilakukan untuk memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat agar dapat mempersiapkan upaya evakuasi mandiri.***