logo2

ugm-logo

Blog

Sulbar Daerah Rawan Bencana, BNPB Dorong Edukasi Sadar Bencana ke Masyarakat

Penjabat Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar), Akmal Malik, menyebutkan Sulawesi Barat merupakan salah satu daerah rawan bencana. Untuk itu, dia berharap adanya edukasi ke masyarakat untuk tanggap bencana.

"Sulbar berada di atas wilayah rawan bencana, Sulbar Supermarket-nya bencana. Ada gempa, banjir, longsor, jadi membutuhkan perhatian luar biasa dan membutuhkan edukasi kepada masyarakat dalam menyikapi bencana," kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri tersebut pada rapat koordinasi penanganan pascabencana gempa bumi dengan BNPB, Kamis (9/6/2022).

Akmal menyebutkan masyarakat Mamuju masih khawatir dan dibayangi trauma kejadian gempa merusak lainnya, yakni gempa 6,2 magnitudo pada 15 Januari 2021.

"Peristiwa 2021 sangat menghantui masyarakat kita, sehingga pasca-kejadian sejumlah masyarakat langsung mengungsi," ujar dia.

Senada dengan Akmal Malik, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menyampaikan pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat terkait mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi segala ancaman bencana.

 

Suharyanto mengingatkan kembali bahwa Indonesia menjadi negara yang memiliki ragam potensi ancaman bencana alam. Sehingga kesadaran masyarakat adalah hal mutlak yang harus ditingkatkan agar lebih siap dalam mengadapi bencana.

"Budaya sadar bencana ini harus terus kita tingkatkan. Ini mungkin ke depan akan jadi program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Sulawesi Barat, bahwa tanah yang ditempati ini memang rawan bencana. Sehingga apabila terjadi bencana di kemudian hari maka mereka bisa lebih paham bagaimana menyelamatkan diri," kata dia.

Melalui siaran pers BNPB, Suharyanto mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat Mamuju yang memilih tinggal di tenda pengungsian disebabkan faktor trauma atas gempa 6,2 magnitudo yang terjadi 15 Januari 2021.

Situasi ini diperparah dengan beredarnya hoaks terkait gempa bumi susulan yang lebih besar yang beredar luas di masyarakat. Untuk itu, Suharyanto meminta pemerintah daerah setempat bersama BMKG dapat terus memberikan pemahaman yang benar terkait fakta dari fenomena gempa bumi.

"Mohon disampaikan kepada masyarakat untuk tidak usah panik. Yang masih berada di tempat pengungsian di dataran tinggi agar turun dan kembali ke rumah," kata dia.

Ahli ITB Akan Lakukan Pembuktian Potensi Bencana Banjir Rob Pantura

BANDUNG - Sejumlah lembaga riset akan melakukan riset potensi bernama banjir rob yang diprediksi bakal terjadi dalam sepekan ini.

Hal ini menyusul adanya ancaman banjir rob di wilayah Pantura.

Lembaga riset tersebut di antaranya adalah Lembaga Kebencanaan IA-ITB yang bekerja sama dengan Laboratorium Geodesi ITB dan juga beberapa penggiat kebencanaan seperti Naraloka, Yayasan Mitigasi Hub Indonesia, Wanadri, Koalisi Peduli Lingkungan Jawa Tengah, Ganesha Nusakarya Consulting, Alfikr dan Pusat Penelitian Kebencanaa dan Perubahan Iklim ITS.

"Kami sedang melakukan prediksi dan pembuktian atas prediksi banjir rob di Pantura yang diperkirakan terjadi diantara tanggal 13 hingga 16 Juni 2022," kata Kepala Lembaga Riset Kebencanaan IA-ITB Heri Andreas.

Menurut dia, dengan perhitungan data-data yang cermat diharapkan hasil prediksi dapat dibuktikan prediksinya dengan baik.

Nantinya, hasil riset akan diberikan kepada Pemerintah, sebagai argumen yang menunjukkan bahwa sejatinya banjir rob adalah bencana bauran.

Yaitu bencana yang lebih dikarenakan ulah manusia, yang dapat diprediksi dan diantisipasi dengan baik.

Untuk itu banjir rob di masa yang akan datang seharusnya hanya tinggal sebuah cerita yang dibaca anak cucu, bukan bencana yang harus ditanggung mereka.

Heri Andreas yang juga sebagai Kepala Laboratorium Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB lebih jauh mencatat bahwa di samping Pemerintah masih meyakini banjir rob sebagai bencana alam yang diluar kendali manusia, bencana ini ternyata belum secara tegas masuk ke dalam kategori bencana dalam Undang-Undang Kebencanaan serta perundangan turunannya.

Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah dalam membuat program yang komprehensif terkait upaya pengurangan risiko bencana banjir rob.

Bencana ini hanya dilihat secara parsial, dari sudut pandang yang berbeda-beda, sehingga sampai dengan hari ini banjir rob masih menjadi pemandangan umum wilayah pesisir dan pemberitaan di media-media.

Bupati Wonosobo kukuhkan 3.500 sukarelawan tangguh dan tanggap bencana

Wonosobo (ANTARA) - Bupati Wonosobo, Jawa Tengah, Afif Nurhidayat mengukuhkan 3.500 sukarelawan tangguh dan tanggap bencana alam kabupaten setempat di alun-alun daerah itu, Rabu.

"Hal ini penting dilakukan guna mewujudkan relawan yang terampil, cekatan, dan cepat, sehingga ketika terjadi bencana alam kami sudah sedia payung sebelum hujan," kata Afif di sela pengukuhan relawan tangguh di Wonosobo.

Ia menyampaikan wilayah Wonosobo rentan terjadi bencana alam serta dihadapkan pada sumber daya manusia yang minim, maka dipandang perlu pembentukan relawan tangguh ini.

Oleh karena itu, tahun 2022 dipastikan semua desa sudah memiliki minimal lima relawan atau lebih melalui pemetaan wilayah kebencanaan yang jelas.

Afif menekankan ke depan pihaknya berkomitmen penuh memperkuat rasa cinta kemanusiaan dan sikap gotong-royong antar-relawan. Selain itu, juga mengoptimalkan alat kebencanaan yang harus tersedia di setiap kecamatan.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Wonosobo Bambang Triyono mengungkapkan relawan tanggap bencana sudah terbentuk di 265 desa dan sebanyak 3.500 orang sudah dikukuhkan.

Menurut dia, relawan harus diakui keberadaan dan kedudukannya. "Sebanyak 3.500 relawan dari 265 desa sudah dikukuhkan, organisasi yang menaungi mereka resmi dan harus diakui keberadaanya. Ke depan kami akan terus optimalkan peralatan kebencanaan," katanya.

Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah Bergas C Penanggungan mengatakan aksi kemanusiaan penting bagi kesejahteraan dan keselamatan masyarakat.

Ia menuturkan BPBD Wonosobo harus memberikan keyakinan agar terciptanya ketenangan batin seluruh masyarakatnya. "Saya tegaskan, aksi kemanusiaan penting bagi kesejahteraan dan keselamatan masyarakat, semoga akan terbentuk karakter tangguh dan Wonosobo aman dari bencana," katanya.

Pewarta : Heru Suyitno
Editor: Sumarwoto

Pemkab Sigi-Caritas Swiss bersinergi kurangi dampak bencana

Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, bersama Yayasan Caritas Swiss Indonesia bersinergi dalam pengurangan risiko dan dampak bencana, seiring dengan rentannya Kabupaten Sigi terhadap bencana.

"Sinergi multi pihak termasuk dengan Yayasan Caritas Swiss dalam pengurangan sangat penting," kata Bupati Sigi Mohamad Irwan, di Sigi, Rabu.

Mohamad Irwan mengakui bahwa kabupaten yang dipimpinnya termasuk sebagai daerah yang sangat rentan terhadap bencana alam gempa bumi, pergeseran tanah, longsor, dan banjir bandang.

Selain itu, peristiwa bencana alam 28 September 2018 lalu, kata dia, menjadi satu pelajaran besar bahwa pentingnya sinergi dalam pengurangan risiko dan dampak bencana.

Pemerintah Kabupaten Sigi, sebut dia, tidak dapat bekerja sendiri dalam pengurangan risiko dan dampak bencana. Melainkan, hal itu membutuhkan kerja sama dan sinergi multi pihak sesuai dengan konsep pentahelix.

"Kesuksesan pembangunan menjadi tanggung jawab multi pihak, sehingga Pemkab Sigi sangat membutuhkan keterlibatan multi pihak termasuk dalam pengurangan risiko dan dampak bencana," ujarnya.

Mohamad Irwan mengatakan keterlibatan Yayasan Caritas Swiss untuk membantu pemerintah dalam penanggulangan bencana dengan mengoptimalkan mitigasi dan kesiapsiagaan menjadi hal penting.

Yayasan Caritas Swiss telah berkontribusi dalam percepatan pemulihan pascagempa dan likuefaksi yang menimpa Kabupaten Sigi.

Yayasan Caritas Swiss bersama Yayasan Bumi Tangguh, dan Yayasan Pusaka Indonesia masih akan tetap menjalankan program pengurangan risiko dan dampak bencana di Sigi, termasuk percepatan pemulihan baik pada bidang infrastruktur maupun kesehatan mental masyarakat.

"Kerja sama yang dijalankan saat ini dapat terus berlangsung dari waktu ke waktu sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya," ungkap Mohamad Irwan.

Berkaitan dengan itu Perwakilan Yayasan Caritas Swiss Patricia menyampaikan apresiasi kepada Pemkab Sigi yang telah bekerja sama dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

Menurut Patricia, Pemkab Sigi sangat responsif dalam hal penanggulangan bencana. Ia mengemukakan Caritas Swiss akan terus berupaya membantu Pemkab Sigi dalam proses penanggulangan bencana demi terciptanya kesejahteraan masyarakat.

Bupati Sigi Mohamad Irwan (kanan) menyerahkan cendramata kepada Perwakilan Yayasan Caritas Swiss Indonesia, di Sigi, Selasa (7/6/2022). (ANTARA/HO-Biro Administrasi Pimpinan Setda Pemkab Sigi)

Pewarta : Muhammad Hajiji
Editor : Laode Masrafi

Pentingnya Investasi Risiko Bencana, Basuki: Kurangi Empat Kali Biaya Rehabilitasi Infrastruktur

JAKARTA, KOMPAS.com - Integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan pembangunan infrastruktur merupakan investasi yang efektif untuk mencegah kerugian di masa depan.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam forum Plenary Session 2nd High Level International Conference On Decade For Action "Water For Sustainable Development" di Dushanbe, Tajikistan, pada Selasa (07/06/2022).

"Investasi pengurangan risiko bencana dapat mengurangi setidaknya empat kali biaya rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur," ujarnya dalam rilis pers.

Oleh karena itu, penanggulangan bencana yang mencakup seluruh aspek pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan tanggap darurat, penyelamatan, serta rehabilitasi dan rekonstruksi perlu menjadi kerangka kebijakan nasional yang penting.

Menurut Basuki, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan empat konsep ketahanan berkelanjutan dalam menghadapi bencana, termasuk pandemi kepada dunia.

Pertama, pentingnya penguatan kesadaran siaga bencana yang antisipatif, responsif, dan adaptif untuk meminimalkan risiko bencana.

Kedua, setiap negara didorong untuk berinvestasi di bidang sains, teknologi, dan inovasi.

Konsep ketiga, membangun infrastruktur yang tahan bencana dan tahan iklim. Seperti bendungan, pemecah gelombang, waduk, tanggul, dan infrastruktur hijau.

Keempat, komitmen bersama di berbagai pemangku kepentingan dan berbagai tingkatan mulai tingkat internasional, nasional, serta lokal untuk melaksanakan kesepakatan global.

Dengan menerapkan empat konsep tersebut, pemeritah berharap dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

"Khususnya tujuan ke-6 tentang air dan sanitasi, dengan memastikan ketersediaan air dan ketahanan terhadap bencana terkait air," pungkas Basuki.