logo2

ugm-logo

Blog

Jabar tingkatkan kemampuan sukarelawan dalam penyelamatan bencana air

Garut (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkatkan kemampuan sukarelawan dalam melakukan penyelamatan (rescue) bagi masyarakat ketika terjadi bencana air melalui kegiatan perlombaan penyelamatan di Sungai Cimanuk, Kabupaten Garut selama empat hari.

"Kegiatan ini upaya untuk peningkatan kapasitas dan potensi di daerah masing-masing," kata Asisten Daerah (Asda) 3 Bidang Administrasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, Ferry Sofwan Arif saat acara pembukaan Jabar Quick Response (JQR) River Rescue Challenge Piala Gubernur Jabar 2022 di Situ Bagendit, Kabupaten Garut, Kamis.

Ia menuturkan Pemerintah Provinsi Jabar mendukung program Jabar Quick Response sebagai organisasi kemanusiaan dalam rangka membantu penanggulangan bencana alam, sehingga harus terus didukung dan berkelanjutan.

Apalagi di Jabar ini, kata dia, tercatat ada 2.265 sungai yang perlu dipahami berbagai ancaman potensinya oleh semua pihak, termasuk sukarelawan dalam memberikan bantuan pertolongan apabila ada musibah di sungai.

"Pelaksanaan kegiatannya di sungai untuk meningkatkan kemampuan relawan melakukan 'search' dan 'rescue', agar memiliki kemampuan yang baik menolong apabila ada bencana sungai," katanya.

Ketua Panitia Jabar Quick Response (JQR) River Rescue Challenge, Sandi Prisma Putra mengatakan alasan memilih Garut sebagai lokasi acara kegiatan perlombaan pertolongan di air karena berdasarkan laporan memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi khususnya kebencanaan hidrometeorologi.

Ia menyebutkan peserta yang ikut dalam kegiatan itu sebanyak 420 partisipan dari berbagai daerah di Provinsi Jabar, bahkan ada juga yang dari luar provinsi yang dibagi dalam klasifikasi yakni instansi pemerintah, kemudian umum atau komunitas, lalu mahasiswa seperti pecinta alam dan pramuka.

Hasil dari kegiatan itu, kata dia, nanti akan ketahuan siapa saja sukarelawan maupun peserta yang ikut dalam kegiatan tersebut memiliki kemampuan melakukan penyelamatan terhadap orang yang membutuhkan bantuan.

"Kita punya data dari mana saja yang kira-kira mempunyai kemampuan secara 'expert' untuk melakukan penyelamatan terhadap 'survivor' dalam kondisi kebencanaan yang menyangkut bencana hidrometeorologi ataupun kondisi luar biasa kecelakaan di sungai seperti halnya ada survivor yang hanyut atau hilang di sungai," katanya.

Wakil Bupati Garut Helmi Budiman yang hadir dalam acara pembukaan tersebut menyampaikan dukungannya terhadap kegiatan tersebut karena bisa memperkuat tenaga-tenaga yang siap membantu memberikan pertolongan apabila terjadi bencana alam.

Apalagi wilayah Garut, kata dia, merupakan daerah yang memiliki potensi bencana banjir, seperti yang baru terjadi banjir melanda wilayah perkotaan kemudian di selatan Garut dengan daerah terdampak cukup luas.

"Memang ini adalah sarana bagi Garut untuk mempersiapkan tenaga-tenaga yang dalam hal ini 'rescue', apalagi Garut ini sering terjadi banjir," katanya.

Antisipasi Bencana Hidrometeorologi, Ini Jurus Kementerian PUPR

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) melakukan optimalisasi infrastruktur untuk persiapan musim hujan dan bencana hidrometeorologi.

Direktur Jenderal Sumber Daya Air Jarot Widyoko mengatakan, salah satu bencana hidrometeorologi yakni banjir, terjadi karena penyempitan daerah resapan air, kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) atau berkurangnya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas fungsi sungai, serta dampak cuaca ekstrem akibat pemanasan global.

"Tangkapan air hujan sekitar 80 persen masuk ke sungai, sehingga perlu dilakukan pengendalian pada pelimpasan (run off) supaya tidak masuk ke sungai. Kementerian PUPR mempunyai tugas di sepadan sungai selain juga membuat infrastruktur pengendali banjir dan tampungan air," kata Jarot dalam konferensi pers terkait Kesiapan Infrastruktur Menghadapi Musim Hujan dan Antisipasi Bencana Hidrologi di Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (29/9/2022).

Karenanya, kata Jarot, berbagai strategi dilakukan untuk meminimaliris banjir dengan mengkoordinir Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS/BWS) di antaranya mengoptimalisasi tampungan waduk, kolam retensi dan bendung, tunnel pengendali banjir, floodway, pompa pengendali banjir, dan peningkatan kewaspadaan dan inventarisasi alat berat.

"Pengalokasian air didasari hasil analisis dan informasi prakiraan hujan oleh Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)," ujarnya.

Jarot juga mengatakan, pihaknya telah lama bekerja sama dengan BMKG dalam memanfaatkan data meteorologi, klimatologi dan geofisika.

Data tersebut, kata dia, digunakan untuk melakukan prediksi banjir, pemutakhiran peta kejadian banjir dan peta prakiraan potensi banjir.

Berdasarkan prakiraan hujan BMKG tahun 2022/2023 awal musim hujan terjadi merata di seluruh Indonesia pada September hingga Oktober dengan puncak musim hujan Desember-Januari.

"Peta sebaran kejadian bencana selama Januari-Agustus 2022 sebanyak 712 kejadian, sehingga diperlukan peningkatan koordinasi antara kementerian/lembaga, pemda, TNI/Polri, serta masyarakat sebagai bentuk antisipasi dan peningkatan kesiapsiagaan," tuturnya.

Jarot mengatakan, data Kementerian PUPR menunjukkan bahwa total jumlah tampung air 215 bendungan dengan volume tampung sebesar 7,17 miliar m3, sebanyak 3.464 embung dengan volume tampungan total sebesar 262,89 juta m3 serta danau sebanyak 107 danau dengan total volume 11,97 miliar m3.

Lebih lanjut, ia mengatakan, selain memantau tampungan air, pihaknya juga mengoptimalkan infrastruktur pengendali banjir seperti tanggul sepanjang 1.971 km dan pengaman pantai sepanjang 129 km.

"Juga tengah disiapkan 332 situ dengan total volume tampung 60,04 juta m3, 192 pompa pengendali banjir berkapasitas pengaliran 263,365 m3/detik, tunnel pengendali banjir kapasitas 2X334 m3/detik, dan 10 kolam retensi dengan total volume tampung 3,07 juta m3," ucap dia.

Dampak Perubahan Iklim Skala Lokal Sebabkan Beragam Fenomena Bencana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dampak perubahan iklim pada skala lokal telah menyebabkan beragam fenomena bencana hidrometeorologi.

Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing yang diikuti di Jakarta, Senin (19/9/2022), menjelaskan sejak akhir 2019 atau awal 2020 La Nina, Indonesia mengalami intensitas hujan dan frekuensi hujan yang lebih tinggi sehingga menyebabkan beberapa wilayah yang dulunya memiliki hari tanpa hujan lebih lama, menjadi lebih singkat.

Faktor lingkungan pun turut menyumbang anomali tersebut, dengan banyaknya alih fungsi lahan, sehingga serapan karbon yang menyebabkan suhu secara global mulai naik.

Abdul mengatakan dalam skala lokal, akan dirasakan dampaknya pada 10-15 tahun mendatang. Contohnya banjir yang terjadi di Kabupaten Sintang dan Kabupaten Katingan selama dua tahun berturut-turut.

Jika ditarik ke belakang, dalam 10 tahun terakhir dua wilayah tersebut malah sangat jarang terjadi banjir. Perubahan iklim menyebabkan frekuensi kejadian banjir di dua kabupaten tersebut semakin sering dan meluas.

Selain itu, dampak perubahan iklim juga menyebabkan kejadian banjir dan karhutla terjadi pada waktu yang bersamaan. Abdul menyoroti Provinsi Aceh, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Seperti misalnya di Kabupaten Sintang saat dilaporkan terjadi banjir, di saat yang bersamaan sisi lain wilayah tersebut terjadi kebakaran. Begitu juga terjadi pada Kabupaten Katingan.

"Dua fenomena yang berlawanan, air dan panas, air dan api, itu terjadi pada saat bersamaan dalam lokasi yang tidak terlalu jauh ya. Saya menyebutnya ini adalah dampak dari perubahan iklim pada skala lokal," ujar dia.

Abdul mengatakan fenomena bencana, dampak dari perubahan iklim dalam tiga tahun ke belakang ini telah menjadi perhatian BNPB dan segenap pemangku kepentingan di daerah.

BPBD Garut Susun Peta Risiko hingga Mitigasi Bencana Alam

Jakarta - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut menyelenggarakan Rapat Teknis Penyusunan Kajian Risiko Bencana. Kegiatan ini dalam rangka memberikan informasi terkait kajian risiko bencana di Kabupaten Garut yang saat ini sedang dilaksanakan.

"Alhamdulillah untuk hasil rapat (ada) beberapa masukan yang sangat positif bagi pengembangan rencana ke depan, langkah-langkah kebijakan yang berkaitan dengan regulasi penanggulangan di kabupaten Garut," ujar Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Garut, Satria Budi dalam keterangan tertulis, Kamis (22/9/2022).

Dia mengungkapkan urgensi rapat yang digelar di Aula BPBD Garut, Jalan Terusan Pahlawan, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Rabu (21/9) kemarin yaitu untuk menyamakan persepsi bahwa kebencanaan itu bukan hanya tanggung jawab BPBD saja. Melainkan seluruh pihak terlibat dalam penanganan bencana ini.

"Karena keterkaitan kebencanaan itu bukan milik BPBD, tapi seluruh masyarakat terlibat, dari swasta, pemerintah, masyarakat, tokoh masyarakat, media, itu juga harus terlibat semua, (termasuk) perguruan tinggi juga harus terlibat, bagaimana cara memecahkan permasalahan yang keterkaitan dengan kebencanaan di kabupaten Garut," terang Satria.

Dia memaparkan berdasarkan indeks risiko bencana yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kabupaten menjadi barometer bencana. Hal ini mengingat potensi bencana cukup besar di Kabupaten Garut, mulai dari gunung meletus, tsunami, banjir, hingga longsor.

"Nah hari ini juga kita akan membicarakan kasus itu, kajian risiko bencana itu, kita akan akomodir kajiannya seperti apa, nanti dibuat langkah-langkah seperti apa dan insyaallah kita akan sampaikan kepada stakeholder yang ada di kewilayahan (seperti) camat, supaya masyarakat mandiri bisa melaksanakannya mitigasi secara mandiri," lanjutnya.

Ia berharap ke depannya masyarakat bisa memiliki pengetahuan terkait mitigasi bencana, sehingga masyarakat bisa mengetahui bagaimana langkah ketika terjadi bencana. Dengan begitu dapat meminimalisir dampak dari bencana yang terjadi.

"Jadi masyarakat sudah pintarlah, seperti kayak di daerah Jawa, karena sering terjadi bencana mereka sudah bisa melakukan apa yang mesti dilakukan ketika ada bencana, harapan (kami) Kabupaten Garut (bisa) seperti itu," katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Garut, Yogaswara Hirman Wirahardja menambahkan pihaknya bersana pihak konsultan saat ini tengah menyusun laporan akhir terkait pelaksanaan kajian risiko bencana tahun 2022. Maka dari itu, seluruh stakeholder yang hadir bisa memberikan masukan kepada pihak konsultan terkait kajian risiko bencana ini.

"Ada beberapa yang disampaikan oleh mereka terkait alih fungsi lahan, kemudian juga ada yang tinggal di bantaran sungai, cuman memang itu ranahnya adanya nanti setelah kajian resiko bencana," katanya.

Setelah kajian risiko bencana, maka tahapan yang selanjutnya dilaksanakan adalah Rencana Penanggulangan Bencana. Dalam tahap ini, ia menyebutkan ada beberapa rencana solusi yang dilaksanakan seperti penanggulangan alih fungsi lahan melalui penanaman pohon atau reboisasi.

"Kemudian tadi terasering-terasering yang direkomendasikan oleh yang pihak konsultan yang melaksanakan kajian risiko bencana," tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga tengah mengkaji 5 jenis bencana, di antaranya bencana nonalam yaitu COVID-19, dan bencana alam seperti tsunami, gunung berapi, banjir longsor, dan kebakaran hutan.

"Mudah-mudahan tahun depan kita bisa mengkaji lagi bencana yang lainnya, jadi 9 bencana itu sudah kita kaji mungkin tahun 2023 atau 2024," lanjutnya.

Yoga mengungkapkan hasil dari kajian risiko bencana ini di antaranya dokumen kajian risiko bencana, peta risiko bencana, peta ancaman, kapasitas, dan peta kerawanan bencana.

"Nah nanti setiap dinas instansi yang di Garut harus tau termasuk juga masyarakat, karena memang manfaatnya bagi pemerintah itu kan bisa dipakai dalam rangka perencanaan kebijakan penanggulangan bencana," tandasnya.

Kepala BNPB tegaskan sudah lakukan sinergi tangani bencana nasional

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suharyanto menegaskan telah melakukan sinergi dengan sejumlah lembaga negara termasuk Komisi VIII DPR RI untuk menangani bencana nasional terutama potensi banjir rutin tahunan.

"Sudah dilaksanakan pencegahan, rehabilitasi dan rekonstruksi disinergikan dengan seluruh program dari Komisi VIII DPR RI," kata Letjen TNI Suharyanto saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dikutip dari akun Youtube Komisi VIII DPR RI Channel di Jakarta, Rabu.

Suharyanto menuturkan BNPB memiliki kewenangan  penggunaan anggaran yang tidak dibatasi oleh Kementerian Keuangan saat terjadi bencana nasional.

"Dana siap pakai tidak dibatasi dari Kementerian Keuangan, diberi dana Rp250 miliar. Jika bencana besar, kami dapat meminta dana tambahan," tutur Suharyanto.

Suharyanto memastikan BNPB secepatnya dapat hadir dan menyalurkan bantuan dana maupun logistik ketika terjadi bencana.

Pada kesempatan itu, Suharyanto pun menyampaikan terima kasih kepada Komisi VIII DPR RI yang telah menyetujui Pagu Anggaran BNPB Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp1 triliun lebih.

Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi meminta BNPB memperhatikan dan menindaklanjuti pandangan pimpinan Komisi VIII DPR RI terkait peningkatan koordinasi dan sinergi dengan kementerian atau lembaga terutama Kementerian PUPR dalam menanggulangi bencana terutama banjir tahunan yang sering terjadi di berbagai daerah.

Selanjutnya, DPR RI menekankan BNPB melaksanakan program sosialisasi dan mitigasi bencana secara intensif di berbagai daerah dalam rangka kesiapsiagaan bencana sebagai upaya preventif meminimalisir risiko masyarakat terdampak bencana.

Hal lainnya, Ashabul juga meminta BNPB memfokuskan perencanaan program penanggulangan bencana berdasarkan database peta daerah rawan bencana yang dimiliki sehingga bisa lebih efektif dan efisien.

Kemudian, BNPB harus meningkatkan peran dengan memperkuat kelembagaan dan merumuskan standar kerja dan standar minimal prosedur dalam pelaksanaan penanggulangan bencana baik pada aspek SDM, manajemen keuangan, teknologi dan lainnya.