logo2

ugm-logo

Leptospirosis ancam Indonesia

Menteri Kesehatan dalam surat edarannya yang diterima DInas Kesehatan Sumatera Utara menghimbau agar Dinkes seluruh Indonesia waspada terhadap penyakit leptospirosis. Leptospirosis merupakan penyakit zoonosa yang disebabkan kuman Leptospira pathogen, yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena, terutama dengan perantara utama tikus.

Menyikapi imbauan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan Kemenkes RI ini, Dinkes Sumut telah mengirimkan surat edaran berupa kewaspadaan dini ke seluruh Kabupaten/Kota.

"Kasus Leptospirosis belum ada yang dilaporkan kab/kota, tetapi kita sudah buat surat edaran untuk kewaspadaan terhadap penyakit ini ke kab/kota," kata Kepala Seksi P2P Dinas Kesehatan Sumut, Sukarni, sore ini.

Sukarni menyebutkan, dalam surat Kemenkes itu, International Leptospirosis Society menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara dengan Leptospirosis yang tinggi. Untuk itu Kemenkes berharap agar Dinas Kesehatan melakukan koordinasi baik dengan pemerintah daerah, dinas peternakan serta instansi terkait lainnya dalam pencegahan dan pengendalian penyakit Leptospirosis.

"Kita akan meningkatkan upaya promotif dan pencegahan dengan penyuluhan terpadu dan penggerakan masyarakat dalam upaya pencegahan Leptospirosis. Sehingga masyarakat dapat lebih mengerti dan ikut berperan aktif dalam penanggulangan di wilayahnya," beber Sukarni.

Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kesehatan RI, Indonesia merupakan  negara yang paling tinggi ditemukannya penyakit Leptospirosis.  

Sepanjang 2010 terdapat 8 provinsi yang melaporkan kasus suspek Leptospirosis, diantaranya, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bengkulu, Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan.

Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sumut, Sukarni, mengatakan leptospirosis saat ini diperkirakan sudah ada di 33 provinsi, karena berkaitan dengan keberadaan tikus (rodent) sebagai reservoar dan lingkungan sebagai faktor resiko.

“Tahun 2011 ini, kasus leptospirosis meningkat disertai kematian di Yogyakarta dan Jawa Timur. Hal ini disebabkan meningkatnya faktor resiko seperti bertambahnya populasi tikus didaerah pertanian, perkebunan dan daerah rawan banjir,” jelasnya.

Secara klinis, sambungnya, gejala khas Leptospirosis seperti demam akut, suhu diatas atau sama dengan 38,5 derajat celcius, nyeri kepala mendadak, myalgia terutama nyeri otot betis, nyeri otot pinggang, conjunctifal suffusion, gangguan ginjal dan mempunyai riwayat kontak dengan faktor resiko.

"10 tahun terakhir ini tidak ada laporan rutin atau KLB kasusnya. Kalaupun ada, tolong dilaporkan ke pelayanan kesehatan terdekat, karena kita sudah menyediakan obat dipuskesmas secara gratis,” katanya.

Menurutnya kuman Leptospira biasanya memasuki tubuh lewat luka atau lecet kulit, dan kadang-kadang lewat selaput di dalam mulut, hidung dan mata. Penyampaian kuman ini  bisa terjadi setelah tersentuh air kencing hewan atau tubuhnya. Tanah, lumpur atau air yang dicemari air kencing hewan pun dapat menjadi sumber infeksi.

"Berbagai binatang menyusui bisa mengidap kuman Leptospira. Yang paling biasa adalah jenis tikus, anjing, binatang kandang dan asli, babi kandang maupun hutan, kuda, kucing dan domba. Binatang yang terkena mungkin sama sekali tak mendapat gejalanya atau sehat walafiat," ujar Sukarni.