logo2

ugm-logo

Sudah 5 Orang Meninggal karena Banjir, Jumlah Pengungsi Terus Bertambah

LHOKSUKON - Korban meninggal dunia akibat banjir yang terjadi di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur kembali bertambah.

Selasa (4/12/2022) pagi kemarin, warga menemukan sesosok mayat perempuan mengapung di Krueng Peutoe, kawasan Desa Paya Beurandang, Kecamatan Cot Girek, Aceh Utara. 

Mayat yang kemudian teridentifikasi bernama Hamidah (65), janda lanjut usia (lansia) asal Desa Paya Lueng Jalo, Kecamatan Pirak Timu ini ditemukan dalam kondisi tertelungkup.

Diperkirakan, Hamidah sudah tenggelam sejak dua hari lalu.

Suasana banjir di Keude Lhoksukon, Aceh Utara, Senin (3/1/2022). Sejumlah mobil barang bukti di halaman belakang Mapolsek Lhoksukon ikut terendam
Suasana banjir di Keude Lhoksukon, Aceh Utara, Senin (3/1/2022). Sejumlah mobil barang bukti di halaman belakang Mapolsek Lhoksukon ikut terendam (ANTARA/RAHMAD)

Hamidah merupakan korban kelima dalam bencana banjir yang merendam kawasan Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur awal tahun 2022 ini.

Sebelumnya, empat bocah meninggal dunia.

Dua di Aceh Utara, yaitu TM Andika (12) dan Rafa Alfaris, dan dua lainnya di Aceh Timur, Fajri (9) dan M Fikri Rehan (14).

Informasi yang diperoleh Serambi, pada Minggu (2/1/2022), korban diantar oleh anaknya dengan sepeda motor dari Desa Ulee Blang ke Desa Paya Lueng Jalo.

Namun, saat melewati kebun kelapa sawit sebelum sampai ke rumahnya di Desa Paya Lueng Jalo, korban melihat ternaknya berada di dalam kebun sawit tersebut.

selengkapnya : 

Pengamat: Banjir akibat Alih Fungsi Hutan yang Sangat Tinggi

BANDA ACEH - Pengamat Hukum Lingkungan Hidup dan Sosial Aceh, M Nur, mengatakan banjir di Aceh Utara dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir ini akibat alih fungsi hutan yang sangat tinggi, seperti di Kecamatan Cot Girek dan Langkahan yang berada di Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Keureto dan Krueng Jambo Aye.

Keadaan ini juga diperparah dengan hadirnya replanting sawit seluas 8.682,5 hektare, sementara di tahun 2019 tanaman sawit di Aceh Utara yang diremajakan mencapai 3.080 hektare, sedangkan HGU mencapai 240.812 hektare.

Itu artinya kerusakan lahan dan hutan Aceh Utara sangat tinggi atas nama ekonomi, sekalipun rakyat Aceh Utara masih banyak warganya miskin, ditambah derita akibat bencana ekologis tiap saat tak menentu.

”Perlu segera dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pemegang konsensi, baik itu HTI, HGU dan agenda Replanting sawit yang tak terkendali, minta semua pelaku bisnis bertanggung jawab terhadap keadaan yang merugikan rakyat Aceh Utara,” ujar M Nur mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh dalam rilisnya, Senin (3/1/2021).

M Nur menambahkan praktik ilegal loging di Aceh Uara maupun Bener Meriah dan sekitarnya dengan luas rata-rata 1.000 hektare lebih terjadi 5 tahun terakhir ini.

Itu artinya rusaknya hutan di Kabupaten Bener Meriah akan berkontribusi pada tingginya bencana ekologis di Aceh Utara dan Bireuen sebagai wilayah rendah/ pesisir.

Bukan hanya itu, kata M Nur, luas galian C dan jenis pertambangan lainnya yang tersebar di Aceh Utara baik itu di sungai maupun di daratan tentu berkontribusi pada tinggi bencana ekologis saat musim hujan maupun kering nanti.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, mengatakan, bencana banjir di Aceh Utara disebabkan oleh kerusakan hutan akibat perambahan, alih fungsi hutan, perkebunan sawit dan ilegal loging di Hulu Sungai Krueng Keureuto, Geureudong Pase, Permata dan Mesidah Bener Meriah.

Selain itu, aktivitas penebangan liar marak terjadi di sekitar air terjun tujuh Bidadari.

Menurut dia, kegiatan ilegal loging sudah lama terjadi.

“Kami memiliki dokumen foto-fotonya,” ujar Ahmad Shalihin. (as)

sumber: https://aceh.tribunnews.com/2022/01/05/pengamat-banjir-akibat-alih-fungsi-hutan-yang-sangat-tinggi

More Articles ...