logo2

ugm-logo

GPDRR dan pentingnya upaya global mengurangi risiko bencana

Jakarta (ANTARA) - Indonesia akan menjadi tuan rumah rangkaian pertemuan Sesi ke-7 Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana (GP2022) di Bali pada 23-28 Mei 2022.

Acara tersebut akan diketuai bersama oleh pemerintah Indonesia dan Kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR).

Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana (Global Platform for Disaster Risk Reduction/GPDRR) merupakan forum internasional untuk mendiskusikan Kerangka Kerja Sendai untuk pengurangan risiko bencana atau Sendai Framework 2015-2030.

Kerangka kerja yang telah disepakati oleh 187 negara itu bertujuan untuk menjadi acuan kerja global dalam mengurangi berbagai risiko bencana di seluruh dunia di masa depan.

Acara GPDRR untuk sesi kali ini akan berlangsung di masa yang sangat penting, tujuh tahun sejak adopsi Kerangka Sendai dan lebih dari dua tahun sejak awal pandemi COVID-19.

Krisis global yang terjadi saat ini telah menyingkap bahwa kerentanan dan ketimpangan sosial yang mendasar memiliki konsekuensi bencana bagi kelompok-kelompok paling rentan di seluruh dunia.

Untuk itu, pencegahan dan agenda mengenai pengurangan risiko bencana sangatlah penting jika dunia ingin mencapai masa depan yang berkelanjutan untuk seluruh umat manusia.

Terkait upaya itu, GPDRR tahun ini akan memberikan kesempatan yang baik dan tepat waktu untuk menunjukkan pentingnya solidaritas dan kerja sama internasional, serta membahas cara-cara untuk mengatasi pemicu risiko yang mendasari terjadinya bencana, baik secara lokal maupun global.

Selain itu, GPDRR 2022 akan mengeksplorasi cara-cara memperkuat tata kelola risiko bencana dan berbagai upaya untuk membangun sistem yang lebih kuat dalam mengelola semua jenis risiko.

Yang tak kalah penting, platform global ini juga merupakan wadah untuk berbagi pengetahuan dan mendiskusikan perkembangan dan tren terkini dalam pengurangan risiko bencana.

Majelis Umum PBB mengakui GPDRR sebagai mekanisme penting untuk meninjau kemajuan implementasi Kerangka Sendai.

Melalui platform global ini, pemerintah negara-negara, sistem PBB, dan semua pemangku kepentingan berkumpul untuk mengidentifikasi cara untuk lebih mempercepat implementasi Kerangka Sendai.

Sejak 2007, enam sesi GPDRR telah digelar dan hasilnya diakui oleh Majelis Umum PBB sebagai kontribusi pada pertimbangan Forum Politik Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan (HLPF) yang diadakan setiap tahun pada Juli.

Dengan demikian, hal itu berkontribusi pada pemantauan berdasarkan risiko dan implementasi dari Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030.

Pada tahun ini, GPDRR kembali menawarkan sebuah kesempatan bagi pemerintah, sistem PBB dan semua pemangku kepentingan untuk berkomitmen kembali untuk segera mempercepat kemajuan upaya pengurangan risiko bencana menuju pencapaian pembangunan berkelanjutan.

Perlindungan Lingkungan

Utusan Khusus PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR) Mami Mizutori menekankan pentingnya upaya untuk mengurangi risiko bencana yang dibarengi dengan upaya perlindungan terhadap lingkungan.

Dia mengatakan bahwa tidak ada negara yang luput dari dampak bencana yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19 maupun kejadian-kejadian iklim yang ekstrem.

"Namun, hal yang penting adalah kedua tipe bencana itu dapat dimitigasi dampaknya melalui pengurangan risiko bencana," ujar Mizutori dalam konferensi pers persiapan Sesi ke-7 GPDRR.

Forum GPDRR yang akan diselenggarakan di Bali, menurut dia, akan membahas upaya membangun ketahanan bencana yang berkesinambungan dengan perlindungan lingkungan.

"Saya rasa Indonesia adalah tuan rumah yang tepat. Meski rentan terhadap bencana dan telah menghadapi berbagai bencana, (Indonesia) telah menemukan cara untuk mengatasi risiko bencana di tingkat nasional dan daerah," kata Mizutori.

Dia berpendapat bahwa kepemimpinan politik dari berbagai lapis teratas pemerintah, baik di daerah maupun di pusat, diperlukan dalam upaya mengurangi risiko bencana yang dibarengi dengan perlindungan lingkungan.

Dia pun menyebutkan bahwa selama konferensi iklim PBB (COP26) pada 2021 tampak jelas bahwa ketahanan terhadap bencana memiliki peranan penting.

Pada COP27 tahun ini di Mesir, kata dia, akan ada pembahasan lebih lanjut tentang cara dan upaya adaptasi terhadap iklim dapat menyatu dengan upaya penurunan risiko bencana secara komprehensif.

"Hal tersebut menjadi penting, khususnya bagi negara berkembang, negara kepulauan, serta negara-negara kecil," kata Mizutori.

Untuk itu, dia meyakini bahwa GPDRR sebagai platform global akan dapat menjembatani kepentingan yang dibahas dalam COP26 dan COP27 melalui diskusi terkait iklim dan pengurangan risiko bencana.

GPDRR juga merupakan sebuah platform global yang sangat penting untuk Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang sangat rentan terdampak cuaca ekstrem akibat krisis iklim.

Selain itu, Indonesia juga merupakan negara yang berada di area Cincin Api Pasifik yang rentan dengan peristiwa bencana geologi seperti gempa bumi, termasuk gempa yang dapat memicu tsunami.

Secara global, Indonesia berharap negara-negara di seluruh dunia dapat berkolaborasi membangun ketahanan yang lebih baik dalam menghadapi berbagai bencana di masa depan.

Indonesia sebagai tuan rumah GPDRR 2022 ingin menggaungkan tema "Memperkuat Kemitraan Menuju Ketangguhan Berkelanjutan".

Tema itu sejalan dengan tema besar Presidensi G20 Indonesia yang ingin membangun ketahanan dunia lebih baik lagi agar dapat segera pulih bersama dari dampak bencana pandemi COVID-19.

Untuk itu, pemerintah Indonesia berharap penyelenggaraan GPDRR tahun ini dapat menjadi bagian dari upaya untuk membangun ketangguhan dan ketahanan bersama menuju pemulihan, sesuai tema Presidensi G20 "Recover Together, Recover Stronger".

Warga korban bencana alam di Lebak berharap rumah hunian tetap

Masyarakat korban bencana tanah bergerak di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten berharap rumah hunian tetap yang dijanjikan pemerintah daerah hingga segera terealisasi untuk tahap kedua.

"Kami kini sangat mendambakan rumah hunian tetap, karena kondisi tempat tinggalnya sudah terancam roboh, " kata Marhudi (45) warga Rt01/09 Kampung Jampang Cikuning Desa Sidamanik Kabupaten Lebak, Senin.

Kondisi rumah miliknya kini cukup prihatin dan sebagian besar tiang penyangga dan tembok dinding sudah terlepas akibat pergerakan tanah.

Saat ini, warga yang terdampak tanah bergerak sejak tahun 2019 tahap kedua sebanyak 41 kepala keluarga belum direalisasikan pembangunan rumah hunian tetap.

Mereka warga kini sebagian tetap nekat mengisi rumah, meski kondisinya nyaris roboh, sedangkan sebagian lainnya tinggal di tenda pengungsian.

Oleh karena itu, pihaknya bersama warga lainnya berharap pemerintah setempat dapat mengalokasikan dana stimulan untuk pembangunan rumah hunian tetap.

"Kami sejak sepekan terakhir mendirikan tempat tinggal di samping rumah yang nyaris roboh untuk bertahan hidup dengan keluarga, " katanya menjelaskan.

Ketua RT 01/09 Kampung Jampang Cikuning Sidamanik Kabupaten Lebak Sukanta mengatakan saat ini warganya yang belum direlokasi ke tempat yang aman dari ancaman pergerakan tanah tercatat 41 KK.

"Kami minta tahun ini pemerintah setempat dapat merealisasikan rumah hunian tetap karena sudah tiga tahun kondisi mereka menempati kondisi rumah nyaris roboh, " katanya.

Iyan (60) Ketua Rukun Tetangga (RT) di lingkungan Huntara I Cigobang Kabupaten Lebak mengatakan warganya menempati gubuk-gubuk tenda hunian sementara yang dibangun oleh relawan karena belum dibangun rumah hunian tetap.

Masyarakat hingga kini cukup memprihatinkan tinggal di hunian sementara dengan ruangan sekitar 4x4 meter terpaksa tidur bersamaan dengan istri dan anak-anak hingga saling berdesakan dengan ruangan sempit itu.

Warga yang menempati gubuk di Blok Huntara I sekitar 86 kepala keluarga (KK) Cigobang Kecamatan Lebak Gedong terkadang mengalami gangguan kesehatan lingkungan.

"Kami hampir setiap hari menerima laporan warga sakit akibat tinggal di lokasi hunian yang tidak layak huni itu," katanya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Febby Rizki Pratama mengatakan pemerintah daerah hingga kini terus mengajukan untuk pembangunan rumah hunian tetap yang terdampak bencana pergerakan tanah di Kecamatan Cimarga juga Cikulur.

Tercatat korban bencana pergerakan tanah di Kecamatan Cimarga sebanyak 41 keluarga di Cikulur 48 keluarga.

Selain itu juga ada korban bencana banjir bandang di Kecamatan Lebak Gedong, Cipanas, Sajira dan Curugbitung pada awal 2020 yang berharap mendapat bantuan hunian tetap untuk 378 keluarga.

sumber: elshinta.com

More Articles ...