logo2

ugm-logo

Perkuat Mitigasi Bencana, FMMH Kembalikan Ekosistem di Lereng Merapi

SLEMAN, iNews.id - Forum Merapi Merbabu Hijau berupaya mengembalikan kelestarian ekosistem alam di lereng Gunung Merapi. Mereka menggencarkan penghijauan untuk memperkuat mitigasi bencana erupsi berbasis kearifan lokal warga setempat.

"Kami berupaya mengembalikan ekosistem alam di Merapi dengan kearifan lokal dengan memperkuat fungsi mitigasi bencana warga," kata Pegiat Forum Merapi Merbabu Hijau (FMMH) Lilik Rudiyanto di Yogyakarta, Kamis (12/5/2022).

Menurutnya, kemampuan mitigasi warga yang tinggal di lereng Merapi sudah ada sejak dulu. Secara turun temurun masyarakat mampu mengamati kondisi dan tanda-tanda alam di Merapi. Kondisi ini akan lebih mudah teramati ketika ekosistem alam terjaga.  

Salah satu tanda alam yang diyakini menjadi peringatan dini erupsi Merapi adalah kemunculan satwa-satwa liar yang turun dari puncak gunung. Jika hewan-hewan seperti monyet atau rusa sudah memasuki permukiman warga, masyarakat bergegas meningkatkan kesiapsiagaan karena aktivitas Merapi sedang di atas normal.

Hanya saja fenomena ini tidak bisa lagi sebagai patokan. Hewan-hewan itu banyak turun gunung bukan membawa pesan aktivitas Merapi yang naik. Namun mereka mencari makan karena ekosistem alaminya rusak.  

"Kalau sekarang hewan turun itu mencari makan," ujarnya.

Pascaerupsi Merapi 2010 hingga saat ini FMMH terus menjaga keseimbangan alam di kawasan Merapi. Mereka terus melakukan penanaman pohon menggandeng Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). beberapa pohon yang dipilih seperti pohon gayam, pohon pule, tengsek, hingga puspo. 

"Setiap penghijauan kami selalu melibatkan warga serta tokoh-tokoh agama di Merapi," ujar dia.

FMMH juga melakukan pembibitan tanaman bekerja sama dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) dan Hutan Lindung Serayu Opak Progo.

SNI Kebencanaan untuk acuan bersama penanggulangan bencana

Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Teknis (Komtek) 13-08 Badan Standardisasi Nasional (BSN) Udrekh mengatakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kebencanaan dapat menjadi acuan standar bersama bagi semua pihak untuk penanggulangan bencana.

"Dengan menggunakan standar acuan yang dituangkan dalam setiap dokumen SNI, akan sangat membantu mencapai standar minimal mutu, kualitas, dan keseragaman barang/jasa yang dihasilkan untuk upaya penanggulangan bencana di daerah terkait," kata Udrekh saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Komite Teknis 13-08 merupakan komite teknis yang dibentuk pada 2011 untuk merumuskan dan menyusun SNI di bidang penanggulangan bencana.

Ia menjelaskan pengembangan SNI Kebencanaan terutama dilatarbelakangi oleh kebutuhan terhadap acuan standar minimal para pihak dalam melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Sebanyak 23 SNI terkait kebencanaan dibuat sejak 2011 hingga 2022, dengan satu SNI telah direvisi dan telah terbit yang terbaru yaitu SNI ISO 22301:2019, yang ditetapkan BSN pada 2021.

Sebanyak 23 SNI tersebut meliputi antara lain SNI 7743:2011 Rambu evakuasi tsunami, SNI 7766:2012 Jalur evakuasi tsunami, SNI 8288:2017 Manajemen pelatihan penanggulangan bencana, dan SNI 8357:2017 Desa dan kelurahan tangguh bencana.

SNI 8357:2017 Desa dan kelurahan tangguh bencana menetapkan indikator desa dan kelurahan tangguh bencana yakni memiliki indikator dasar dan hasil.

Indikator dasar antara lain berupa penguatan kualitas dan akses layanan dasar seperti penguatan kualitas layanan dan akses pendidikan formal maupun non formal, layanan kesehatan yang dapat diakses oleh semua masyarakat, serta sarana dan aksesibilitas transportasi.

Sedangkan indikator hasil meliputi antara lain penguatan pengelolaan risiko bencana di mana desa dan kelurahan memiliki hasil kajian wilayah dengan perspektif kebencanaan, pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan risiko bencana, serta kegiatan aksi masyarakat dalam pengelolaan risiko bencana.

SNI-SNI tersebut diharapkan dapat diterapkan di tingkat tapak/daerah dengan melibatkan komunitas atau masyarakat setempat untuk mendukung upaya tanggap bencana dan pengurangan risiko bencana.

Komite Teknis 13-08 memiliki ruang lingkup yang mengacu pada ISO/TC 292, Security and Resilience yaitu Standardisasi bidang keamanan untuk meningkatkan keselamatan dan ketangguhan masyarakat.

Kegiatan pada standar tersebut bertujuan untuk melindungi kehidupan dan penghidupan masyarakat serta lingkungan dari ancaman bencana alam dan non alam, sehingga standar ini dapat dikembangkan mengacu pada standar tentang penanggulangan bencana dan risiko.

Tujuan berikutnya adalah melindungi masyarakat dari bahaya tindakan yang mengancam dan merugikan sehingga tercipta rasa aman, stabil dan bebas dari gangguan fisik dan mental, demikian Udrekh.

More Articles ...