Deskripsi
Table top exercise Promosi Kesehatan disusun agar peserta workshop dapat mendiskusikan kegiatan promosi kesehatan mulai dari terjadinya bencana dan pasca bencana dari minggu ke minggu. Ilustrasi kasus dirangkai berdasarkan keterlibatan dalam kegiatan promosi kesehatan pasca bencana dari waktu ke waktu. Diharapkan, peserta workshop dapat memahami suasana, kejadian dan kegiatan yang terjadi setelah bencana terjadi dilihat dari perspektif promosi kesehatan. Setelah memahami hal tersebut peserta akan mampu melakukan “assessment” sederhana berdasarkan ilustrasi kasus, sehingga peserta selanjutnya dapat melakukan identifikasi langkah-langkah kegiatan promosi kesehatan untuk ditempatkan pada keadaan bencana.
Pada langkah selanjutnya, peserta diharapkan dapat memperjelas tugas dan peran, baik institusi maupun perorangan dalam menangani dan menjalankan kegiatan promosi kesehatan pada situasi bencana. Kejelasan peran dan tugas akan menuntun pada koordinasi dan kerja sama antar sektor institusi dan NGO yang baik dalam menatalaksana kegiatan promosi kesehatan baik sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencana.
Di akhir workshop peserta akan mampu membuat rancangan kegiatan promosi kesehatan yang dapat direkomendasikan untuk ditempatkan pada daerah bencana. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat diaplikasikan untuk kegiatan promosi kesehatan sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencana.
Tujuan
- Memperjelas peran dan tanggung-jawab berbagai komponen kesehatan dalam menangani kegiatan promosi kesehatan dalam situasi bencana di berbagai fase.
- Mempraktekkan kerjasama untuk kegiatan promosi kesehatan dalam respons terhadap bencana.
- Mengevaluasi pengalaman pengelolaan kegiatan promosi kesehatan yang ada.
- Mengantisipasi terjadinya bencana dengan persiapan sektor promosi kesehatan yang lebih baik di tingkat Kabupaten/Kota dan Propinsi.
- Mempersiapkan sumber pendanaan promosi kesehatan untuk manajemen bencana.
Minggu I Pasca Gempa
- Bantuan berdatangan. Akses telepon belum berfungsi di beberapa tempat. Siaran radio dan televisi telah pulih kembali.
- Kelompok-kelompok sosial mulai terbentuk kembali. Kepala dusun menjadi tokoh sentral. Posko darurat banyak didirikan dengan basis dusun/kampung.
- Kebutuhan dasar masih terbatas dan belum merata distribusinya. Fungsi pemerintah mulai berjalan kembali meskipun masih terbatas.
- Depkes, Dinkes, UN dan lembaga lain berkoordinasi membentuk Health Cluster. Masih banyak agensi khususnya NGO lokal belum terlibat. Fase didominasi aktifitas pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan medik.
- Beberapa survey dilakukan berbagai agensi secara mandiri, belum terkoordinasi, sehingga terjadi duplikasi. Contoh kasus, beberapa warga menolak karena jenuh. ”Kalau ke sini jangan tanya-tanya saja, beri kami bantuan”. Warga menjadi kooperatif setelah mendapat ”bantuan”. Bersama dengan warga setempat mahasiswa perguruan tinggi melakukan kajian.
- Investigasi UGM di beberapa lokasi kecamatan menunjukkan banyak kasus cedera yang tidak terawat terjadi pada kelompok usia lanjut. Kelompok ini lebih pasif untuk melakukan periksa dan pengobatan. Keluarga sibuk dengan urusan mereka sendiri. Sementara dari bantuan eksternal sangat minim. Banyak kasus-kasus penyakit kronis yang terjadi sebelum gempa terjadi dan kemungkinan akan menjadi semakin berat setelah terjadinya gempa.
- Melakukan pembuatan assesment sederhana, dipilih media posyandu usila darurat di Kecamatan Pleret. Assesment ditindaklanjuti dengan mengkomunikasikan kepada puskesmas, NGO, INGO dan partner lain yang berada di lokasi. Satu dua NGO tertarik untuk terlibat, demikian pula dengan puskesmas namun masih sangat terbatas secara verbal. Aktifitas selanjutnya dengan mendatangi puskesmas dan kolega di tingkat desa (kader dan kepala dusun serta kepaladesa). Semua struktur di desa dan dusun mendukung. Beberapa pihak dari UN dan NGO yang semula mendukung, tidak terdengar lagi kabarnya. Puskesmas membantu sebatas penyediaan tenaga dan alat tensi.
- Pelaksanaan kegiatan posyandu pertama didatangi hampir oleh seluruh warga di beberapa dusun pilot program. Meskipun jumlahnya makin berkurang pada periode selanjutnya (2 minggu), tetapi masih lebih dari separo usila yang tetap mendatangi posyandu tersebut. Memasuki masa lebih lanjut tinggal kader, dusun, dan puskesmas yang masih tersisa dalam menjalankan posyandu usila. Follow up dari UGM tidak ada, demikian pula dari beberapa INGO dan agensi UN yang berjanji untuk memberikan funding. Tidak ada lagi motor penggerak karena para mahasiswa diwajibkan untuk kembali ke kampus.
Key message
Kelompok sosial yang terbentuk secara otomatis di dalam kasus ini berfokus pada kepentingan pemenuhan kebutuhan dasar (makanan) tetapi belum pada hal yang menyentuh aspek kesehatan. Sustainabilitas program memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai sumberdaya dan hambatan yang ada. Untuk merencanakan kegiatan tidak sebatas pada uji coba, diperlukan pula pengkajian sustainabilitas program. Di sisi lain, exit strategi juga sudah seharusnya masuk dalam agenda, dan tidak hanya meninggalkan pekerjaan rumah untuk petugas dan masyarakat.
Pertanyaan
- Bagaimana peta para pelaku kesehatan dalam situasi bencana?
- Apa peran ideal kelompok sosial? Siapa saja yang perlu terlibat?
- Siapa yang mengkoordinir di lingkungan korban di hari-hari pertama?
- Penolakan warga karena kekurangan koordinasi. Siapakah atau institusi manakah yang seharusnya mengkoordinasikan assessment? Bagaimana caranya?
- “Bantuan” untuk memperlancar interview apakah tepat? Bila tidak bagaimana sebaiknya?
- Apakah warga perlu dilibatkan dalam kajian awal dan perencanaan kegiatan promosi? Bila perlu, bagaimana sebaiknya? Bila tidak, sebutkan alasannya?
Minggu II Pasca Gempa
- Kampanye imunisasi tetanus mulai digagas untuk membantu imunisasi tetanus masal dipicu laporan kasus yang tinggi.
- Beberapa agensi menyiapkan flier dalam jumlah besar, dan media promosi lain. Semuanya dirancang dengan singkat, tidak ada assesment media promosi.
- Unit promosi lebih berkutat kepada permasalahan funding. Bentuk media tidak mengkompromikan materi pesan situasi dan karakter penerima.
- Sebanyak 62% sasaran mengikuti imunisasi. Pengungsi menyatakan sibuk, tidak sempat datang, atau tidak pernah tahu ada imunisasi massal. Banyak ditemukan kotak flier dalam jumlah besar masih tergeletak setelah imunisasi. Tidak ada evaluasi proses yang kurang tepat dalam promosi.
- UN, NGO, UGM, Dinkes berinisiatif melakukan survey kelompok rentan di wilayah paling parah. Di Dinkes dan beberapa tempat lain dilakukan beberapa pertemuan.
- Persiapan awal dilakukan untuk mengembangkan instrumen, mencari funding dan pengelola data serta surveyor. Perekrutan surveyor dilakukan oleh UGM dengan menghubungi partner di berbagai Universitas. Perekrutan juga dilakukan oleh oleh Dinkes Bantul dan IBI Bantul .
- Persiapan dan pengambilan data memakan waktu hampir 7 hari, pengambilan data 7 minggu dan analisis memakan waktu hampir 2 minggu. Lamanya proses tersebut dikarenakan berbagai permasalahan di lapangan maupun internal khususnya titipan distribusi multi vitamin untuk ibu hamil, titipan kuesioner dari institusi lain yang cukup komplek. Selain itu terdapat permasalahan pendanaan yang belum jelas.
- Survey terlaksana dengan catatan cukup banyak diantaranya, 1) banyak ibu hamil dan ibu balita yang tidak bisa ditemukan karena baseline data yang kurang adekuat, 2) banyak responden yang mengungsi, 3) data survei ibu hamil sulit dianalisis karena tidak akuratnya data yang diperoleh, 4) surveyor banyak yang kewalahan karena bermacam tugas yang diemban, dan 5) penolakan dari sebagian responden karena sudah jenuh dengan pertanyaan dll.
Key Message
- Situasi fase “response” yang membutuhkan kecepatan. Keterampilan melakukan survey cepat yang mampu merangkum berbagai potensi media, hambatan, luas jangkauan, potensi sumberdaya lain, kolega dll. Dalam kasus tetanus semua berfokus kepada pendanaan dan media yang akan dibuat.
- Survey yang terlalu memakan waktu memunculkan masalah karena situasi yang bisa berubah dengan sangat cepat sehingga menyebabkan intervensi tidak lagi relevan dengan kondisi yang ada.
Pertanyaan
- Bagaimana seharusnya pengambilan data awal dilakukan? Apa metode yang dinilai tepat, bagaimana caranya?
- Siapa yang akan menjadi leading sector? Apa peran dan tanggungjawabnya?
- Bagaimana koordinasi, kolaborasi, kooperasi untuk menjawab tantangan?
- Apa saja yang perlu dikaji dalam kajian awal promosi kesehatan?
- Siapa partner utama? Siapa yang akan menjadi juru bicara? Bagaimana dengan penyesuaian sistem pelaporan?
- Pelajaran penting apa dalam kampanye imunisasi TT tersebut?
- Input apa yang harus disiapkan dari gambaran kasus tetanus tersebut?
- Proses apa yang masih menjadi masalah pokok dalam kampanye?
- Strategi apa saja yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk antisipasi?
Minggu III–IV Pasca Gempa
- UGM melaksanakan kajian untuk melihat kelayakan media promosi. Televisi adalah media paling diminati pengungsi, sementara media cetak tidak terlalu diminati.
- Masyarakat dan tokoh masyarakat siap menghidupkan kembali Posyandu. Potensi media lokal mulai berfungsi memberikan informasi. Inisiatif masyarakat mengelompokkan data dalam kategori kelompok rentan.
- Kesulitan survey terkait dengan baseline data yang kurang lengkap. Karakteristik pengungsian di Bantul terpisah-pisah. Hal ini sangat berbeda dengan kasus di Aceh.
- Hasil survey selanjutnya diolah oleh UGM dan UN. Hasil studi menunjukkan: kasus diare pada bayi menyusui, ibu hamil yang mendekati masa kelahiran dan dengan masalah kehamilan, kecukupan gizi ibu hamil/menyusui termasuk bayi dan balita, pola-pola perawatan luka yang tidak baik dan lain sebagainya.
- Kasus diare bayi meningkat 6 kali lipat dari kondisi normal. Kondisi ini berhubungan dengan tingginya tingkat distribusi susu formula dan kondisi lingkungan.
- Kajian kualitatif menemukan adanya asumsi bahwa bahan yang telah diberikan merupakan pilihan yang baik dan telah dipertimbangkan pemberi bantuan. Gempa menyebabkan kondisi tubuh melemah karena minimnya intake makanan yang berakibat kepada penurunan produksi ASI sehingga perlu konsumsi diperkuat susu formula.
- Hasil survey disosialisasikan melalui berbagai saluran, penyampaian fakta ke Depkes, sosialisasi pada Health Cluster Meeting, penyusunan/rancangan media cetak dan elektronik dan lain sebagainya.
Key Message
Rancangan promosi dalam situasi gempa seringkali dilahirkan dari aspek subjeknya, pengkaji peran media yang tepat dan penilaian kondisi lingkungan yang relevan terlupakan. Peran serta masyarakat juga seringkali dilupakan untuk ditempatkan sebagai bagian dari proses perancangan untuk menjaga keberlangsungan.
Pertanyaan
- Perlukah melibatkan masyarakat yang sedang terkena bencana dalam perancangan program promosi? apa dan bagaimana perannya?
- Bagaimana mengorganisir pengembangan peningkatan peran serta?
- Siapa leading sector dan apa peran dan tanggungjawabnya?
- Bagaimana upaya tersebut dikoordinasikan?
- Siapa yang akan dipilih menjadi mitra utama?
- Siapa yang akan menjadi juru bicara?
- Dimana lokasi sekretariat, bagaimana dengan organisasi dan koordinasinya?
Minggu ke V – VI Pasca Gempa
- Sebuah pabrik baja nasional memberikan bantuan sosial dalam skala besar, di antaranya yang terbanyak dalam bentuk susu formula.
- Tidak ada justifikasi distribusi makanan bayi. Kajian lebih lanjut menemukan lebih banyak lagi donatur yang memasok susu formula, beberapa unit pelayanan kesehatan digunakan sebagai tempat distribusi.
- Laporan lain menyebutkan bahwa rata-rata setiap 3 dari bantuan yang diberikan, 1 di antaranya berisi susu formula dan atau makanan untuk bayi.
Key Message
Informasi tentang distribusi bantuan secara detail dari sumber terpercaya diperoleh. Beberapa media juga memberikan informasi mengenai kasus kejadian diare yang diantaranya menimpa bayi di daerah lokasi bencana.
Pertanyaan
- Apakah puskesmas dan dinas kesehatan telah mengetahui masalah ini?
- Bagaimana informasi tersebut selanjutnya akan ditindaklanjuti?
- Bagaimana mengkomunikasikan isu yang ditemukan? Kepada siapa hal tersebut dikomunikasikan?
- Bagaimana mengorganisasikan isu menjadi salah satu agenda mitra?
- Bagaimana bentuk dan cara intervensi promosi bagi para donasi yang bertujuan membantu tetapi kurang memahami dampak?
- Bagaimana menyusun key message promosi, need assessment , merancang program, mengembangkan monitoring dan evaluasi?
- Siapa yang berperan menjadi perancang, distributor, funding, evaluator?
- Apa peran utama pemerintah yang dikehendaki?
- Siapa yang mensosialisasikan di tingkat lapangan? Bagaimana caranya?
Minggu VII–IX Pasca Gempa
- Sosialisasi hasil survey memicu perhatian banyak pihak.
- Komunikasi ke Depkes telah memunculkan perhatian dengan mengeluarkan Kepmenkes terkait dengan peredaran dalam situasi emergensi.
- Tim dari Depkes datang ke Dinkes Propinsi bertemu dengan Dinkes Kabupaten dan berbagai agensi. Tim Depkes mensosialisasikan masalah peredaran susu formula dan saran untuk tindak lanjut.
- UNICEF bekerjasama dengan UGM mengembangkan media dengan menggunakan tim khusus dari Jakarta dan melakukan Community Workshop di beberapa tempat. UGM sendiri mensosialisasikan permasalahan ini dalam acara talk show bersama dengan UNICEF, seminar, revitalisasi posyandu dan lain sebagainya.
- Dalam pertemuan koordinasi MCH, sosialisasi semakin diperkuat untuk mendukung kampanye. Sebagai tindak lanjut dinas kesehatan kabupaten dalam pertemuan dengan bidan dan kepala puskesmas melakukan berbagai kesepakatan dengan puskesmas untuk sosialisasi dan antisipasi lebih lanjut.
- Rancangan kampanye Breastfeeding Practice mulai disusun oleh UNICEF khususnya melalui jalur media massa elektronik/cetak nasional, lokal dan internasional. Salah satu rancangan kampanye melalui media elektronik bahkan melibatkan ibu Negara. Pengembangan media lebih lanjut dilakukan sendiri oleh UNICEF.
- UGM merancang kampanye dengan menerjunkan mahasiswa S2 melalui konseling dan penyuluhan langsung, revitalitasi posyandu darurat dan lain sebagainya di beberapa wilayah bencana. Beberapa INGO dan NGO mengembangkan model alternatif misalnya dengan melalui jalur guru (melatih guru), penyebaran poster / brosur, dan lain sebagainya di wilayah tertentu. Beberapa laporan memperlihatkan terjadi duplikasi upaya promosi di beberapa tempat (untuk promosi skala kecil).
Key Message
Seringkali dalam situasi darurat kampanye program dilaksanakan secara sendiri-sendiri. Meskipun misinya sama, namun efisiensi strategi menjadi terabaikan. Dalam banyak contoh kasus, upaya-upaya tersebut sebenarnya bisa disatukan dan saling mendukung dengan upaya kampanye dari agensi lain.
Pertanyaan
- Perlukah masing-masing kegiatan mempunyai keselarasan di dalam pelaksanaannya? Bila perlu, dalam bentuk atau kegiatan yang bagaimanakah? Bila tidak perlu, bagaimana seharusnya?
- Bagaimana melakukan koordinasi dan kolaborasi strategi dan sumberdaya yang dimiliki dengan agensi lain?
- Siapa saja mitra potensial yang bisa dirangkul?
- Siapa yang seharusnya memainkan peran sebagai leading sector dan bagaimana Anda akan melakukan kolaborasi dengan institusi/agensi tersebut?
Minggu X–XII Pasca Gempa
- Kampanye terbesar dilakukan oleh UNICEF, sementara agensi lain lebih cenderung melakukan di beberapa lokasi tertentu yang menjadi daerah kerjanya. Koordinasi khusus mengenai rancangan promosi breastfeeding tidak lagi dilakukan.
- UNICEF masih terus mengembangkan strategi promosi diantaranya dengan konseling ibu menyusui di Bantul dan Klaten dengan sasaran lebih dari 4000 orang. Kampanye dengan melibatkan tokoh masyarakat (Kanjeng Ratu Hemas), talk show di radio dan televisi lokal, iklan televisi nasional dan lokal, poster, brosur dan lain sebagainya.
- Sementara agensi lain justru telah mulai menurunkan aktifitasnya dalam kampanye tersebut terkait dengan berbagai permasalahan sumberdaya sehingga seolah hanya ada satu agensi yang berjalan sendiri.
- Permasalahan koordinasi dalam promosi ini pada akhirnya memunculkan ide untuk membentuk suatu kelompok kerja khusus promosi kesehatan. Inisiatif pembentukan work group promosi kesehatan mulai digagas oleh beberapa staf di WHO, UGM, dan UNICEF dengan mengadakan pertemuan terbatas di UN building.
- Input inisiatif selanjutnya disampaikan kepada koordinator Health Cluster dan dibahas lebih lanjut dan telah mendapat ijin untuk mengembangkan ini. Inisiatif ini merupakan inisiatif pertama kali yang ada di Indonesia, pada kondisi sebelumnya.
- Dalam Health Cluster Meeting, WHO mempresentasikan inisiatif tersebut dan rencana kerjanya. Kelompok kerja pada akhirnya berhasil mengadakan pertemuan pertama kali di Dinas Kesehatan Propinsi dan sekaligus menunjuk Dinas Kesehatan Propinsi sebagai leading sector. Anggota dari kelompok kerja berasal dari berbagai NGO maupun INGO, UN (WHO, UNICEF, UNFPA), institusi pemerintah dan Dinas Kesehatan Kabupaten.
- Pada tahap selanjutnya, kelompok kerja menyusun kerangka strategis yang akan dilakukan yang pada awalnya bertujuan untuk menyatukan misi promosi kesehatan dari berbagai agensi guna meningkatkan efisiensi dan efektifitasnya.
- Termasuk dalam hal ini adalah misi kampanye ASI. Namun dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan justru adu argumentasi, sehingga memakan waktu yang cukup lama. Pada akhirnya masing-masing agensi lebih memilih untuk melakukan sesuai dengan rencana mereka sendiri.
Pertanyaan
- Apa langkah yang akan dilakukan Anda dan mitra Anda selanjutnya untuk mengatasi hal tersebut ? Bagaimana hal itu akan dilakukan?
- Kepada siapa saja Anda akan menunjuk informasi dan keahlian untuk menyelesaikan permasalahan ini ?
- Bagaimana upaya Anda untuk meningkatkan perhatian publik terhadap media promosi yang dikembangkan?
- Siapa saja yang selanjutnya perlu untuk dilibatkan?
- Apakah partisipasi dari masyarakat akan juga dikembangkan?, Bagaimana Anda akan melakukan hal tersebut ?
- Bagaimana anda akan mengkoordinasikan permasalahan pesan kepada masyarakat yang kurang mendapat perhatian tersebut?
- Kepada siapa saja Anda harus melaporkan hal tersebut? Bagaimana laporan tersebut akan dibuat?
- Apakah anda cukup dekat dengan pemerintah, sekolah, tokoh masyarakat/agama, tokoh media, pengusaha, agensi lain? Apa peran yang bisa dimainkan oleh institusi/kelompok tersebut? Bagaimana anda akan melakukannya?