logo2

ugm-logo

Table Top 3 Logistik Medic

Deskripsi

Bencana merupakan kejadian yang tidak dapat diperkirakan kapan mau terjadi, dimana terjadinya, seberapa besar kekuatan bencana, serta siapa yang tertimpa bencana. Berdasarkan peta geologi maupun melihat kejadian-kejadian bencana di negeri kita menunjukkan sebagian besar daerah di Indonesia berada pada daerah bencana dan kemungkinan kejadian bencana dimasa mendatang tetap harus diwaspadai. Salah satu dampak bencana adalah kehancuran dan kerusakan  kehidupan manusia baik fisik maupun mental.

Dari pengalaman kejadian bencana beberapa waktu yang lalu, dan masih dirasakan hingga sekarang, masalah kesehatan, terutama pada periode akut dan rehabilitasi. Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan cepat, tepat memerlukan komponen-komponen antara lain: SDM, sarana-prasarana, logistik-medis (obat-obatan, bahan-bahan & alat medis habis pakai, dll), komunikasi-transportasi. Permasalahan pada logistik medis sangat komplek. Disatu sisi memberikan pelayanan pada para pelaku pelayanan kesehatan (dokter, paramedik, rumah sakit, Puskesmas, Posko Bencana), di sisi lain harus menerima dan menginventarisasi bantuan/donasi logistik-medik dalam waktu yang bersamaan dan volume barang yang besar.

Pada table top kelompok Logistik Medis, para peserta Workshop Manajemen Bencana diharapkan dapat menguji response individu maupun kelompok dalam: mengidentifikasi permasalahan logistik medis, mendalami sejauh mana permasalahan dapat mengganggu pelayanan kesehatan, dapat melakukan perencanaan aksi yang cepat (rapid planning responses) dan mengatasi/memecahkan permasalahan yang muncul dengan cepat dan tepat sesuai dengan lingkungan (rapid problem solving) dan dapat memantau serta melakukan evaluasi ketersediaan logistik medis (recording-monitoring-evaluation-reporting).

Tujuan

  1. Menguji respon individu maupun kelompok dalam menghadapi bencana.
  2. Menguji kerjasama tim dalam mengidentifikasi, merencanakan aksi-solusi masalah pelayanan dan penerimaan bantuan/donasi logistik medis.
  3. Dapat menyusun, mengatur, menyimpan dan mendistribusikan logistik medis secara tepat sasaran, cepat, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
  4. Dapat melakukan recruitment SDM, sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diperlukan.
  5. Dapat melakukan pencatatan, pemantauan, assessment, dan membuat laporan logistik medis yang diterima, disimpan, didisrtibusikan dan yang digunakan.

(Referensi: Catatan Harian Kepala Gudang Farmasi (GFK) Kabupaten Bantul Dalam Penanganan Bencana Gempa Bumi 27 Mei 2006)

Hari 1: Sabtu, 27 Mei 2006

Setelah mendapat informasi bahwa sumber gempa berasal dari laut 37 km selatan Yogyakarta dengan kedalaman 33 km, kekuatan 5,9 SR, maka berdasar informasi tersebut muncul pikiran “Bagaimanakah Gudang Farmasi Kabupaten Bantul”, karena jaraknya relatif lebih dekat ke laut selatan. Namun ternyata saat itu tidak dapat melakukan komunikasi dan koordinasi dengan petugas lain melalui telepon karena kemudian saluran telepon putus. Sementara menghubungi petugas GFK yang lain pun sangat sulit karena tidak bisa dihubungi melalui telepon. Saya pribadi tidak membawa kunci, saat itupun juga sedang menolong tetangga yang menjadi korban, di samping itu tidak bisa sesegera mungkin ke kantor menyelesaikan masalah karena kondisi jalan depan rumah yang tertutup reruntuhan tembok tetangga yang roboh sehingga mobil tidak bisa keluar. Tentu sangat panik karena apabila kunci tidak segera datang maka gudang obat akan dibobol apakah membobol tembol, pintu atau yang lain, yang terpenting obat bisa diambil dan setelah itu terserah gudang farmasi tentang keamanannya, bukan tanggung jawab pengambil obat, demikian telepon yang diterima.

Kondisi gudang setelah gempa sangat berantakan karena ada beberapa obat yang berjatuhan dari rak dan beberapa obat dalam kemasan botol kaca yang pecah, belum lagi genteng yang melorot. Keadaan ini tentu menyulitkan bagi petugas dalam melakukan pelayanan untuk memenuhi permintaan obat sesuai peraturan yang berlaku, dimana harus dilakukan pencatatan dalam kartu stok dan sebagainya. Saat itu juga kami melakukan koordinasi untuk menyiapkan GFK siaga 24 jam sehingga apabila Rumah sakit atau Puskesmas memerlukan obat sewaktu-waktu GFK siap melayani. Namun karena petugas GFK sangat sedikit dalam tiap periode hanya bisa menempatkan 2 orang personil jaga.

Pertanyaan-pertanyaan Kunci

  1. Kemana memastikan/konfirmasi tentang pernyataan bencana?
  2. Bagaimana manajemen dan jalur komando pada fase respons suatu bencana? Menghubungi struktural untuk koordinasi bencana propinsi/kabupaten/kota atau task force yang sudah siap? Secara langsung atau melalui alat telekomunikasi ?
  3. Tindakan apa yang harus dilakukan dengan keterbatasan infrastruktur dan harus memberikan pelayanan permintaan-permintaan mendadak dan minta segera dilayani?
  4. Bagaimana membangun tim logistik dengan keterlibatan pihak terkait logistik? Kontak person kolega/orang-orang kunci (MKO, Fak. Farmasi, Sekolah SMF, NERS dll), profesi, mengundang lewat media tersedia.
  5. Bagaimana struktur organisasi dan tata laksana manajemen logistik yang sesuai kebutuhan? Diperlukan menetapkan koordinator logistik (leadership, koordinatif, mampu melakukan networking), titik utama (penerimaan/seleksi, permintaan eksternal/internal, penataan dan penyimpanan, distribusi) - dapat petugas dinas kesehatan (far-min) atau petugas lain yang mampu.
  6. Apakah berwenang untuk melayani posko di luar rumah sakit (swasta)? Kepada siapa saja meminta bantuan dan memberikan pelayanan log-med? Bagaimana memperkirakan jenis dan jumlah kebutuhan?
  7. Siapa yang akan melakukan pengiriman obat/log-med ke tempat-tempat pelayanan bencana langsung dalam situasi keterbatasan persediaan obat/log-med, SDM, maupun infrastruktur?
  8. Siapa yang diberi tanggungjawab sebagai LO (Laison Officer)? Dinas atau Pemerintah Daerah (Satlak) atau siapa?
  9. Keterbatasan persediaan obat/log-med di GFK hanya untuk puskesmas/ RSUD Kabupaten/Kota dengan estimasi untuk jangka waktu tertentu. Bagaimana dengan permintaan–permintaan POSKO dan lainnya?
  10. Dijumpai adanya segmentasi pelayanan kesehatan, khususnya log-med dan Obat antara swasta vs pemerintah-Kabupaten/Kota-Propinsi-Nasional, apa dan bagaimana solusinya?

Hari 2: Minggu, 28 Mei 2006

Kondisi GFK semakin tidak karuan karena adanya hujan semalam dan banyak genteng yang jatuh karena gempa. Hari itu beberapa puskesmas mulai mengambil obat untuk penanganan korban gempa. Apalagi sebagian besar puskesmas roboh sehingga obat-obat yang ada tidak dapat digunakan. Saat itu petugas jaga pagi hanya ada 1 orang (bukan tenaga berlatar belakang farmasi), mengingat sebagian petugas juga korban gempa sehingga hal tersebut sangat dimaklumi bila tidak bisa hadir. Pelayanan hanya dilakukan oleh 1 orang Apoteker.

Sampai dengan hari ini obat yang digunakan adalah obat rutin GFK sehingga ada kekhawatiran akan kekurangan obat apabila obat dilepas tidak sesuai sistem distribusi yang ada selama ini. Sekitar jam 15.00 petugas pengganti baru datang, karena motor kehabisan bensin dan sangat sulit mendapatkan bensin, sekali lagi sangat dimaklumi karena semua panik dan semua juga korban.

Hari 3: Senin, 29 Mei 2006

Posko-posko mulai bermunculan demikian pula bantuan mulai berdatangan. GFK bisa mendistribusikan obat tidak hanya ke rumah sakit daerah dan Puskesmas tetapi juga ke posko-posko. Kondisi sudah sangat sibuk karena semakin banyak posko yang memerlukan obat dan juga semakin banyaknya bantuan yang berdatangan. Masalah muncul karena keterbatasan tenaga yang ada, serta bantuan yang datang tidak dilengkapi daftar obat yang diserahkan dan sebagian besar tidak mau dicek obatnya.

Pertanyaan-pertanyaan Kunci

  1. Bagaimana cara mengetahui kebutuhan log-med dari yankes yang melayani bencana?
  2. Bagaimana cara untuk mencatat kebutuhan maupun log-med yang terdistribusi?
  3. Kemana meminta kebutuhan log-med yang kurang?
  4. Berapa jumlah dan kriteria tenaga yang diperlukan untuk mendukung manajemen log-med untuk penerimaan, penyimpanan, pengamanan, distribusi dan inventarisasi barang log-med yang diterima? Jenis relawan? Siapa personal kontaknya?
  5. Upaya apa yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga umum maupun sub-koordinator logistik?
  6. Dimana log-med akan ditempatkan sehingga mampu mengakomodasi banyaknya bantuan, memudahkan untuk pengiriman maupun permintaan serta mampu menjaga kualitas log-med?
  7. Bagaimana cara distribusi log-med sehingga dapat diterima saat diperlukan di pelayanan/lokasi bencana dengan cepat?
  8. Bagaimana cara mengetahui sumberdaya (resources) lokal: gudang perbekalan propinsi, stock nasional dll. Propinsi, donatur, PBF, ”fresh money”?
  9. Bagaimana cara menetapkan kuantitas log-med yang dibutuhkan dengan perubahan yang sangat dinamis?
  10. Bagaimana cara penataan log-med mengingat banyak variasi bantuan yang datang dengan keterbatasan tempat?

Hari 4: Selasa, 30 Mei 2006

Sudah mulai ada tenaga tambahan yang membantu tugas di GFK, selain dari seksi/subdin lain dalam lingkungan Dinas Kesehatan dan juga relawan dari luar. Sebenarnya saat itu kami sangat membutuhkan tenaga angkat junjung, namun apa boleh buat tenaga yang datang wanita semua. Sumbangan obat untuk penanganan korban bencana datang dari berbagai sumber, baik dalam negeri maupun luar negeri. Seringkali dari pihak pengirim tidak bersedia menunggu untuk dilakukan pengecekan barang yang dikirim, namun sebaliknya dari penerima sering kali pada saat obat datang sedang disibukkan dengan pelayanan pengambilan obat sehingga obat dan perbekalan kesehatan yang dikirim tidak sempat dicek dengan teliti.

Kesulitan semakin kompleks bukan hanya masalah obat yang begitu sangat cepat keluar masuknya, bantuan tenaga mulai ada namun belum ada tenaga teknis yang paham obat. Jumlah tenaga GFK diluar penjaga kantor, sebanyak 5 orang yang harus digilir untuk bisa jaga selama 24 jam. Tenaga teknis yang ada hanya 2 orang  (Apoteker), sementara tenaga lain adalah tenaga umum yang bisa melayani untuk mengambil obat tanpa tahu berapa jumlah yang harus diberikan dan kepada siapa obat tersebut bisa diberikan. Sehingga 2 orang Apoteker harus berjaga dari pagi sampai malam hari, sedang malam sampai pagi karena frekuensi pengambilan obat sedikit, untuk itu ditugaskan tenaga umum lainnya. Sedang relawan yang ada membantu pada pagi sampai siang, dari siang sampai malam hari dan tidak mungkin dilepas tanpa didampingi petugas GFK. Mereka menolak untuk dijadwalkan malam hari sampai pagi meskipun didampingi petugas GFK.

Pertanyaan-pertanyaan Kunci

  1. Apa yang dilakukan pada kondisi datangnya bantuan log-med dalam volume besar dan datang bersamaan dengan identitas yang tidak jelas?
  2. Bagaimana mencari tenaga profesi yang diperlukan? Perlu manager volunteer?
  3. Log-med apa yang perlu disediakan untuk tim medical mobil ke lokasi bencana?
  4. Log-med apa yang perlu dikirim untuk daerah lokasi bencana (pelayanan log-med)?
  5. Apa yang harus dilakukan staf/petugas log-med agar situasi persediaan dapat diketahui setiap saat?
  6. Apa yang harus dilakukan untuk pemantauan/optimalisasi log-med/obat/vaksin dari lokasi/institusi lain? Bagaimana koordinasinya?

Hari 5: Rabu, 31 Mei 2006

Berbagai jalan ditempuh untuk mendapatkan bantuan tenaga, setiap ada informasi dimana kami bisa mendapat bantuan maka kami akan menghubungi, baik lewat satlak yang ternyata memang sangat sulit mendapatkan bantuan karena semua sudah memiliki tugas, lewat organisasi profesi (ISFI), perguruan tinggi (UAD), posko yang mengarahkan tenaga relawan (Posko PKS, Laskar Merah Putih) dan sebagainya. Kendala lain yang muncul, tidak semua pekerjaan bisa dibagi tugas dengan relawan yang bukan tenaga teknis, sehingga pada saat-saat tertentu ada relawan yang siap membantu tetapi ternyata tidak ada kegiatan angkat junjung maupun bongkar muat, dan disaat lain tatkala begitu banyak obat harus turun dari angkutan dan harus dibongkar serta ditata, tidak ada satupun tenaga yang siap untuk membantu. Sementara tenaga yang sudah membantu untuk distribusi obat masih disibukkan dengan pelayanan kepada posko yang memerlukan obat-obatan. Bila kondisi demikian maka tidak jarang terjadi keributan karena tenaga yang ada masih sibuk dan sangat capek, sementara dari pihak pengirim menginginkan segera dibongkar muatannya.

Kesulitan lain yang dialami, karena petugas harus bekerja over time, tidak hanya dari jam 07.30–14.30 tetapi sampai malam maka mau tidak mau harus menyediakan makan siang maupun malam untuk beberapa petugas. Kesulitan muncul karena tidak tersedia dana untuk penanganan obat pasca bencana ini. Selain dikarenakan tidak ada dana, juga kesulitan mendapatkan makanan, karena sebagian wilayah bantul mengalami kerusakan untuk mendapatkan warung yang menjual makanan/nasipun jadi sangat sulit. Bukan sesuatu yang mengherankan bila petugas yang berada di GFK makan siang pada jam 17.00 atau bahkan lebih setiap harinya. Dalam hal ini tentu GFK tidak hanya memikirkan konsumsi pegawai GFK yang berjumlah 7 orang, tetapi juga karyawan Dinas Kesehatan dari Seksi/subdin lain yang membantu serta mahasiswa yang memang diminta untuk membantu. Sehingga dana yang pernah kami terima, walaupun sangat terlambat, sangat jauh dari mencukupi, sedang relawan umum biasanya sudah siap dengan bekal, kami hanya menyediakan minum.

Obat merupakan komoditi yang sangat berbeda dengan barang kebutuhan konsumen lainnya seperti beras, kopi, gula dan sebagainya. Menurut Undang-Undang Kesehatan No: 23 tahun 1992 yang berhak melakukan pengelolaan obat adalah Tenaga Farmasi yang terdiri dari Apoteker atau Asisten Apoteker sejak tanggal 28 Juni 2006 distribusi obat mulai dikembalikan ke sistem yang ada. GFK hanya melayani obat ke Puskesmas dan Rumah Sakit bila memerlukan, sementara pelayanan obat di posko dilayani oleh puskesmas. Pengambilan obat oleh puskesmas ke GFK tidak dibatasi frekuensinya, sepanjang memerlukan obat, puskesmas dapat mengambil obat ke GFK kapan saja. Namun sejak 11 Juni 2006, waktu pelayanan sudah mulai kami batasi hanya sampai jam 17.00 karena kami harus membuat laporan pertanggungjawaban ke donatur maupun ketua satlak, sementara tenaga relawan yang membantupun telah berhenti satu demi satu, dan kondisipun sudah mulai membaik.

Kesulitan yang kami alami tidak hanya berhenti disini, tatkala kami harus membuat pertanggungjawaban mengenai bantuan yang kami terima kesulitan lain muncul. Hal ini terjadi karena keterbatasan tenaga, dan format laporan yang beragam. Untuk itu kami sudah mulai merekap bantuan dan penyaluran dengan menggunakan format yang kami buat sendiri. Sebenarnya untuk rekap bantuan dan penyaluran seawal mungkin sudah dikerjakan dengan dibantu tenaga relawan dan tenaga dari Dinas Kesehatan, namun karena tidak memiliki latar belakang dibidang obat, laporan tersebut setelah dilakukan klarifikasi banyak menemui kejanggalan. Hal ini sangat dimaklumi karena beragamnya nama obat, tidak semua obat dengan nama generik, beragamnya dosis, jenis sediaan, nama obat dari satu obat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang tidak kenal obat untuk merekap. Sehingga pekerjaan inipun diulang, dan baru bisa mulai dikerjakan setelah tanggal 11 Juni, setiap hari setelah selesai melakukan pelayanan. Namun dengan adanya format yang diberikan WHO (LSS) kami harus mengganti semua rekap kami, dan ternyata dalam situasi yang masih disibukan dengan pelayanan format yang baru kami kenal ini tidak cukup efektif digunakan, karena harus belajar dulu. Kemudian pada tanggal 26 Juni kami diberitahu bahwa format laporan menggunakan format lain yang mengacu pada pedoman penanganan bantuan bencana dari kementerian sosial. Dengan demikian semua laporan yang telah dibuat tidak diakui dan harus diubah ke format yang baru. Kesulitan yang dialami bahwa item obat yang diterima dan disalurkan terlalu banyak (sekitar 300an), posko yang dilayani juga sangat banyak (200an), sementara obat harus dilaporakan per item dengan waktu pelaporan yang cukup pendek (tanggal 3 Juli harus dikirim).

Setelah permasalahan pelayanan dan pertanggungjawaban selesai, maka tugas yang harus segera dikerjakan oleh GFK adalah menangani obat yang rusak dan kadaluarsa. Mengingat ruang penyimpanan yang terbatas, maka obat yang tidak digunakan itu harus segera ditangani. Untuk pekerjaan ini, dibantu oleh WHO sedang untuk pengurusan administrasi dan perijinan dari pihak otoritas merupakan tugas masing-masing kabupaten. Berbagai kendalapun sempat ditemui dalam penanganan ini karena belum adanya kejelasan aturan dan mekanisme pemusnahan obat ini serta kurangnya dipahami mengenai obat kadaluwarsa oleh pihak terkait.

Pertanyaan-pertanyaan Kunci

  1. Apa yang dilakukan pada kedatangan bantuan log-med yang bersamaan dalam volume yang besar?
  2. Sistem pencatatan – pelaporan serta pelayanan log-med apa yang dapat dilaksanakan?
  3. Bagaimana melaksanakan pemberian informasi ketersediaan log-med pada POSKO, Institusi Pelayanan Kesehatan?
  4. Bagaimana melakukan seleksi terhadap log-med kadaluarsa/rusak/ hilang/tidak diperlukan? Apa yang harus dilakukan untuk mengelolanya?
  5. Bagaimana Standar pencatatan donasi yang ”auditable”?
  6. Bagaimana Pengamanan obat di masyarakat?
  7. Apakah penentuan harga perlu disamakan oleh pemerintah (appraisal)?
  8. Bagaimana menyiapkan pelaporan yang diminta berbagai instansi termasuk audit?

 

 

 

  • 1
  • 2