Kabupaten Biak dan Supiori merupakan dua kabupaten yang termasuk ke dalam klaster (daerah) pesisir. Dua kabupaten ini memiliki karakteristik geografi dan topografi yang sama. Fasilitas kesehatan yang cukup berkembang baik, didukung dengan akses jalan yang telah diperbaiki (relatif baru) merupakan modal yang bisa dikembangkan di wilayah ini. Tantangan utama yang dihadapi berkaitan dengan pembangunan kesehatan adalah kurangnya SDM, baik yang bertugas di lingkungan masyarakat (bidan, perawat) maupun yang bertugas terutama di tingkat klinis (dokter dan dokter spesialis). Tantangan lain yang juga dihadapi oleh kedua kabupaten ini antara lain akses terbatas bagi penduduk yang tinggal di pulau di luar pulau utama (layanan perifer), kompetensi tenaga kesehatan yang perlu ditingkatkan agar sesuai dengan standar terbaru, mutasi tenaga klinis yang bisa bertugas di puskesmas PONED dan rumah sakit PONEK (RSUD Biak), serta koordinasi lintas sektor yang masih perlu ditingkatkan.
Agenda pertemuan pembahasan dan sosialisasi perencanaan berbasis bukti dilangsungkan melalui dua pertemuan berkelanjutan di masing-masing kabupaten. Pertemuan internal dengan dinas kesehatan dan rumah sakit dilakukan untuk menggali lebih dalam mengenai masalah KIA yang dihadapi, penyebab, dan strategi apa saja yang telah dimasukkan ke dalam perencanaan tahun 2014. Kabupaten Biak menghadapi kendala untuk mempertahankan program KIA yang telah direncanakan pada proses penganggaran di kabupaten. Tantangan utama yang dihadapi Kabupaten Biak adalah perlunya dukungan Bappeda dan DPRD terkait komitmen untuk mengatasi masalah KIA, terutama kematian ibu dan bayi. Tantangan ini juga dihadapi oleh Kabupaten Supiori. Selama ini Bappeda dan Dinas Kesehatan Supiori telah bekerja sama dengan baik untuk mempertahankan perencanaan dan penganggaran KIA di tingkat Kabupaten, tantangan spesifik yang muncul adalah ketika sampai pada tahap konsultasi di tingkat provinsi. Seringkali rencana anggaran kesehatan yang diajukan terpaksa dikurangi di tingkat provinsi.
Selain diskusi dengan Dinas Kesehatan, tim PBB berkesempatan untuk membahas masalah KIA dengan RSUD Biak dan Supiori. RSUD Biak merupakan RSUD tipe C yang mengalami overload pasien karena rumah sakit ini menjadi pusat rujukan dari berbagai daerah di sekeliling pulau Biak, bahkan ada pula pasien dari Nabire. RSUD Biak memiliki fasilitas PONEK yang lengkap, termasuk fasilitas bank darah yang baru saja diresmikan pada tahun 2012. Tantangan yang dihadapi RSUD Biak terkait layanan klinis adalah mutasi dokter spesialis yang cukup tinggi karena Sp.OG yang bertugas selama ini adalah dokter spesialis PTT yang ditugaskan di Kabupaten Biak. Kebijakan terkait pengadaan dokter spesialis perlu disusun untuk jangka menengah dan panjang untuk menjaga kelangsungan layanan kesehatan yang berkualitas. Apabila RSUD Biak sudah mampu melaksanakan layanan PONEK, maka lain halnya dengan RSUD Supiori. RSUD Supiori masih dalam tahap pengembangan karena Kabupaten Supiori sebenarnya merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Biak.
Menindaklanjuti hasil pertemuan internal dengan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit, tim provinsi dan universitas melanjutkan agenda pembahasan dan sosialisasi PBB dengan stakeholder yang lebih luas, antara lain DPRD (Komisi 3 yang membidangi masalah kesehatan), Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB, Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung, dan lain-lain. Kabupaten Biak dan Supiori memiliki modal yang kuat untuk mengembangkan perencanaan berbasis bukti. Hal tersebut ditunjukkan dengan antusiasme stakeholder yang hadir dan berdiskusi untuk merancang koordinasi, membahas strategi dan mengajukan solusi untuk setiap isu yang muncul. Contoh nyata kontribusi yang muncul adalah usulan dari Bappeda Biak untuk membentuk sebuah kelompok kerja (pokja) KIA yang akan digabungkan dengan Pokja Gerakan Sayang Ibu yang telah ada sebelumnya. Pokja KIA ini akan berfungsi sebagai forum untuk mendiskusikan permasalahan KIA, mengidentifikasi penyebab, dan mencari strategi bersama lintas sektor di Kabupaten Biak. Usulan dan dukungan dari Ketua Komisi III DPRD Biak (komisi kesehatan) terhadap strategi KIA yang telah direncanakan juga memacu dinas kesehatan dan Bappeda Biak untuk meningkatkan koordinasi lintas sektor.
Hasil pertemuan di Bappeda Kabupaten Supiori juga menunjukkan respon positif dari pemerintah setempat. Dinas kesehatan, RSUD, badan pemberdayaan perempuan dan KB, serta Bappeda kabupaten, secara aktif berdiskusi mengenai masalah KIA dan tantangan yang dihadapi masing-masing SKPD. Setelah tim bertanya lebih jauh, ternyata Kabupaten Supiori belum memiliki sebuah forum yang bisa mempertemukan sektor-sektor terkait KIA. Atas usulan berbagai pihak, sebuah forum akan diinisiasi oleh Bappeda kabupaten dengan cara memanfaatkan program air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) atau sanitasi air berbasis masyarakat. Sebagai langkah awal, masalah dan program KIA dapat disosialisasikan dan didiskusikan dalam forum tersebut. Komitmen positif dari Bappeda, RSUD, Dinas Kesehatan dan RSUD perlu dikembangkan menjadi langkah nyata yang dapat memberikan kontribusi penurunan AKI dan AKB.
Rencana tindak lanjut untuk kedua kabupaten adalah dengan mempersiapkan langkah yang diambil Dinas Kesehatan dan Bappeda untuk mempertahankan strategi di tingkat kabupaten serta pertemuan konsultasi di tingkat provinsi. Langkah tindak lanjut lainnya adalah mensosialisasikan kegiatan perencanaan berbasis bukti kepada kepala daerah atau tim perencanaan anggaran tingkat kabupaten, serta dewan perwakilan rakyat di tingkat kabupaten, serta SKPD lainnya.