logo2

ugm-logo

Jepang Pasca Bencana Tsunami 2011

tsunami-jepang1

Sebelas Maret 2011 adalah masa kelam bagi negara Jepang. Adapatasi dan mitigasi yang siapkan untuk menghadapi bencana benar-benar terjadi. Namun, diluar dugaan bencana yang terjadi diluar perkiraan. Penghalang pantai tidak mampu menahan laju gelombang laut yang menghantam darat hingga berkilo meter. Gempa berkekuatan 8,5 skala richter pada siang menjelang sore hari waktu setempat telah mengakibatkan tsunami yang memporak-porandakan kota Fukushima, Miyagi, dan Iwata. Sepekan dilaporkan bahwa korban mencapai 24.124 jiwa dengan 9.408 meninggal dunia, 14.716 dinyatakan hilang, dan 2.746 mengalami luka-luka.

Bencana ini juga menyebabkan retaknya dinding reactor nuklir Jepang yang mengancam radiasi nuklir bagi masyarakat sekitarnya. Masyarakat jepang hingga diungsikan sejauh 30 kilometer dari tempat dan skrining radiasi pun dilakukan bagi semua korban dan masyarakat. Meski demikian, Jepang tetap tegak berdiri menyelamatkan diri. Tidak banyak yang meragukan bahwa Jepang pasti bisa bengkit dari keterpurukan, termasuk Indonesia yang yakin dalam tiga bulan Jepang bisa kembali pulih.

Pemulihan pasca bencana tsunami Jepang sangat cepat. Pada masa tanggap darurat, pemerintah daerah berfokus untuk menyelamatkan korban dengan segera. Manajemen tanggap darurat Jepang cepat dan terkoordinir. Masyarakat tidak banyak mengeluh dan mengikuti semua instruksi dengan baik meski kondisi fisik dan mental mereka sangat lelah. Satu komando untuk tanggapdarurat berhasil dilakukan oleh Jepang. Satuan komando diperlukan pada tanggap darurat. Keadaan bencana tidak menghapuskan manajemen meskipun yang bersifat formal biasanya terabaikan pada saat bencana.

Terkait kebocoran reactor nuklir di Fukushima juga mengundang kekaguman dunia, dimana aksi evakuasi dan skrining dilakuan dengan cepat. Bahkan karyawan PLTN Fukushima dengan etos kerja yang tinggi cepat tanggap memperbaiki kerusakan reactor. Padahal mereka sangat berisiko terkena dampak radiasi. Etos kerja bangsa Jepang memang tidak diragukan lagi.

Adaptasi mitigasi bencana yang dilakukan Jepang dikatakan berhasil. Kemampuan Jepang untuk mempersiapkan diri terhadap bencana terlihat dari pelatihan-pelatihan dan simulasi yang kerap dilakukan sejak bangku sekolah dasar hingga masyarakat tentang bagaimana bertindak ketika bencana terjadi. Pada saat gempa, masyarakat Jepang telah dilatih untuk tidak panik. Kini, ketika gempa terjadi masyarakat Jepang saling bantu membantu untuk keluar gedung sehingga tidak terlihat saling berebut untuk keluar. Selain itu, persiapan Jepang menghadapi bencana terlihat juga dari pondasi bangunan yang didirikannya. Pada gempa dan tsunami tahun 2011 bahkan tidak ada gedung bertingkat yang runtuh melainkan hanya retak.

tsunami-jepang

Gambar di atas menunjukkan kemajuan Jepang tiga bulan pasca tsunami. Kesiapan, kecepatan, dan kemandirian Jepang dalam menghadapi bencana menjadi refleksi bagi Indonesia. Bagaimana adapatasi dan mitigasi Indonesia terhadap bencana yang sering atau bahkan sudah bisa diramalkan terjadinya? Lalu bagaimana sistem komando tanggapdarurat bencana agar tidak terjadi tumpang tindih instruksi yang berdampak pada lambatnya penanganan korban bencana?