logo2

ugm-logo

Kaleidoskop 2015: Manajemen Bencana Kesehatan di Indonesia


dr. Bella Donna, M.Kes, Madelina Ariani, SKM, MPH, dan Oktomi Wijaya, SKM, M.Sc
Tim Divisi Manajemen Bencana
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK),
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
www.bencana-kesehatan.net


Pengantar

Hidup di negara yang kaya akan kekayaan alamnya selalu diiringi dengan risiko lainnya, salah satunya adalah bencana alam. Indonesia, negara yang memiliki letak strategis dan memiliki keindahan alamnya, tidak luput dari ancaman bencana, baik alam maupun perbuatan manusia. Perlu kita cermati apa saja bencana dan krisis yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia, termasuk kebijakan yang mengiringinya. Apa yang terjadi di tahun 2015? Pada tahun 2015 ada berbagai kejadian bencana dan kebijakan yang perlu dicermati antara lain kebijakan law enforcement, kebijakan mengenai kewajiban bagi rumah sakit melaksanakan Hospital Disaster Plan, kebijakan dana bencana yang terpusat di BNPB, dan kebijakan mengenai kurikulum bencana di perguruan tinggi kesehatan.

Tujuan

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan:

  1. Kesimpulan dan gambaran kejadian bencana dan krisis kesehatan di Indonesia
  2. Kesimpulan dan gambaran hubungan berbagai kebijakan nasional dan kesehatan yang berkaitan dengan manajemen bencana di tahun 2015
  3. Refleksi apa yang terjadi di tahun 2015 untuk keperluan pengembangan kebijakan manajemen bencana sektor kesehatan di masa mendatang
  4. Bahan diskusi lebih lanjut untuk keperluan perbaikan kebijakan dan program di tahun 2016

Bagian 1: Berbagai Kebijakan Kesehatan dan Manajemen Bencana yang Berhubungan dengan Bencana dan Krisis Kesehatan di tahun 2015

statistik-bencana-id

Sumber: BNPB, 2015

Tercatat lebih dari 1200 kejadian bencana di Indonesia selama tahun 2015. 90% diantaranya merupakan bencana yang terjadi akibat dampak perubahan iklim atau Climate Change. Ditambah bencana asap nasional yang terjadi sangat parah pada dua pulau sekaligus di Indonesia, Sumatera dan Kalimantan. Kerugian akibat bencana asap nasional ini mencapai lebih dari 200 trilyun rupiah berdasarkan data dari Center for International Foresty Research. Dampak selanjutnya adalah menurunya status kesehatan masyarakat dimana lebih dari 420ribu jiwa mengalami ISPA di 7 provinsi. Beberapa kebijakan dan pelaksanaannya yang terkait dan memberikan dampak pada kejadian bencana dan krisis kesehatan adalah:

  1. Rendahnya law enforcement kepada para pelaku pembakaran lahan dan hutan yang menyebabkan bencana kebakaran hutan dan banjir. Hal ini menyebabkan munculnya bencana dan krisis kesehatan yang berdampak luas bagi masyarakat. Kasus ini tidak bisa ditangani sendiri oleh sektor kesehatan. Sektor kesehatan adalah penerima dampak. Dapat dilakukan oleh sektor kesehatan adalah melakukan kesiapsiagaan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan akibat becana asap seperti penguatan promosi kesehatan dan penggunaan masker, kesiapan fasilitas untuk menghadapi lonjakan kasus penyakit terkait, dan penguatan upaya advokasi.
  2. Kebijakan mengenai kewajiban bagi rumah sakit melaksanakan Hospital Disaster Plan. Kebijakan ini masuk pada point penilaian dalam buku akreditasi rumah sakit. Kebijakan ini sangat baik bagi sebuah rumah sakit, dimana pada saat becana, rumah sakit merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan. Namun, masih banyak temuan pada dokumen HDP rumah sakit yang hanya berakhir pada sebuah dokumen yang belum teruji secara operasional. Kebijakan ini pada akhirnya juga dikembangkan untuk fasilitas kesehatan lainnya, yakni puskesmas. Pada penelitian yang dilakukan oleh PPKK Kemenkes untuk mengukur kesiapsiagaan sektor kesehatan di daerah dalam menghadapi bencana, hasilnya masih tergolong rendah. Banyak daerah yang belum memiliki rencana penanggulangan bencana, fasilitas dan SDM Kesehatan yang belum memadai.
  3. Kebijakan dana bencana yang terpusat di BNPB. Kebijakan ini membawa dampak pada minim atau bahkan tidak adanya dana penanggulangan bencana yang berdampak pada kesehatan. Padahal, sektor kesehatan selalu mengalami dampak akibat bencana. Namun, seluruh penanggaran untuk bencana terpusat di BNPB pada tingkat Nasional dan BPBD pada tingkat daerah. Sedangkan sektor kesehatan membutuhkan upaya-upaya kesiapsiagaan, pelatihan, dan penguatan kapasitas dalam menghadapi bencana dan krisis kesehatan, termasuk jugaupaya pelayanan pada masa bencana dan pascabencana. Sebenarnya kebijakan ini memberikan dua upaya bagi sektor kesehatan, pertama sektor kesehatan harus berupaya melakukan advokasi dan sosialisasi mengenai kebutuhan kesehatan dalam menghadapi bencana agar kebutuhan kesehatan menjadi prioritas dalam penanggulangan bencana nasional. Kedua, sektor kesehatan harus bisa survive untuk upaya penanggulangan bencana sektor kesehatan ini. Seyogyanya, sektor kesehatan harus mengupayakan langkah yang pertama, karena hal ini juga berkaitan dengan kebijakan penanggulangan bencana internasional dan nasional yang berbasis klaster. Kesehatan memiliki klaster tersendiri, yakni Klaster Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana.
  4. emergency-managementKebijakan mengenai kurikulum bencana di perguruan tinggi kesehatan. Salah satu upaya kesiapsiagaan penanggulangan bencana sektor kesehatan adalah mempersiapkan SDM kesehatan dalam menghadapi bencana termasuk memahami mengenai manajemen bencana. Saat ini, masih jarang sekali perguruan tinggi kesehatan di Indonesia yang memasukkan materi mengenai manajemen bencana sektor kesehatan. Padahal kekacauan yang kerap terjadi pada saat bencana bukan terjadi karena kurangnya SDM dan fasilitas tetapi karena lemahnya koordinasi. Ditemukan juga pada banyak penelitian, bahwa kemampuan masing-masing tenaga kesehatan dalam melakukan perawatan korban adalah baik, tetapi lemah dalam melakukan manajemen bencana sektor kesehatan terutama pada upaya koordinasi antar tenaga kesehatan. Saat ini belum ada standar kurikulum manajemen bencana sektor kesehatan. Hal ini harusnya menjadi sorotan kita bersama untuk merumuskan standr kurikulum manajemen bencana sektor kesehatan di Indonesia.

Berbagai Kegiatan Divisi Manajemen Bencana Kesehatan di tahun 2015

Sesuai dengan analisis kebijakan di atas maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Divisi Manajemen Bencana, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM juga beroreantasi pada pase pra bencana, diantaranya:

  1. Penyusunana klaster kesehatan dalam penanggulangan bencana
  2. Pelatihan manajemen bencana untuk tenaga kesehatan (ITCDRR)
  3. TOT petugas kesehatan untuk bencana
  4. Penyusunan perda dan pergub dalam penanggulangan bencana sektor kesehatan
  5. Pendampingan bagi rumah sakit untuk menyusun dokumen HDP (Hospital Disaster Plan) dan bagi puskesmas untuk menyusun dokumen PHCDP (Primary Health Care Disaster Plan)
  6. Kegiatan respon krisis kesehatan terfokus pada penanggulangan bencana asap
  7. Penguatan kapasitas daerah khususnya kepulauan dalam penanggulangan bencana
  8. Inisiasi dan sosialisasi pengembangan kurikulum manajemen bencana sektor kesehatan untuk perguruan tinggi kesehatan di Indonesia.

Kesimpulan dan Harapan

Melihat hal-hal yang telah disebutkan di atas, maka tantangan penanggulangan bencana sektor kesehatan akan semakin besar. Upaya analisis kebijakan-kebijakan diatas sebenarnya adalah untuk mengupayakan agar sektor kesehatan tidak menjadi “single fighter” dalam penanggulangan bencana sektor kesehatan. Jangan lagi sektor kesehatan menjadi sektor yang hanya menerima dampak dari kejadian bencana tetapi menjadi sektor yang harus mensupport dan didukung baik dalam hal kebijakan, penganggaran, dan lainnya dalam penanggulangan bencana nasional. Namun, ada beberapa kebijakan yang kemudian dapat menjadi peluang kita bersama untuk mengembangkannya, yakni kebijakan HDP bagi rumah sakit dan PHCDP bagi puskesmas. Dengan ini kita bisa terpacu untuk benar-benar mempersiapkan fasilitas kesehatan terutama untuk daerah terluar, terpencil, dan kepulauan untuk mampu secara mandiri dalam menghadapi bencana. Begitu juga dengan upaya pengembagan kurikulum manajemen bencana kesehatan, di dunia saja belum memiliki standarnya, maka jika kita mau kita bisa mendukung slogan Indonesia sebagai Negara Laboratorium Bencana agar negara lain bisa belajar dari kita mengenai kurikulum manajemen bencana kesehatan ini.