logo2

ugm-logo

Peningkatan 19 Status Gunung Api, Sinyal Siaga Bagi semua Daerah

bencana Minggu lalu kita telah membahas mengenai kerugian bencana dari sisi ekonomi. Tidak dapat dielakkan lagi bahwa dampak bencana alam dan perubahan iklim berdampak pada  semua sektor. Maka, kita perlu melakukan perencanaan dan penanggulangan bersama. Awal minggu ini kita dikejutkan dengan berita terkait meningkatnya 19 status gunung api di beberapa tempat, padahal bencana hidrometeorologi masih terus terjadi. Tiga gunung api diantaranya malah berstatus siaga dan menimbulkan korban seperti Gunung Sinabung.

Di lain sisi, kegagapan penanggulangan bencana ternyata tidak hanya dirasakan oleh masyarakat melainkan juga terlihat pada pemerintah. Contohnya seperti penanganan relawan yang menjadi korban di Gunung Sinabung sampai terlambatnya pencairan dana bencana di Kabupaten Kudus. Keterlambatan ini disebabkan oleh pemerintah lebih terfokus pada penanganan korban sehingga lupa untuk menerbitkan surat keputusan tanggap darurat. Jika pemerintah siap sebelumnya, tentu hal seperti ini tidak akan terjadi. 

Arah penanggulangan bencana kita masih berkutat pada tanggap darurat dan pemulihan, sehingga upaya mitigasi, adapatasi, dan kesiapsiagaan tidak begitu dipedulikan. Sinyal-sinyal bencana sudah bisa diprediksi dan seharusnya daerah beserta masyarakat sudah bisa mempersiapkan diri dalam mengantisipasi dan menghindari dampaknya. Atau setidaknya meminimalkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Pada saat inilah sebenarnya koordinasi penanggulangan bencana daerah dibangun dan disiapkan karena kekacauan penanggulangan bencana bukan terjadi akibat kekurangan sumber daya namun lebih sering terjadi akibat lemahnya koordinasi. Contoh langkah yang bagus yaitu kesiapsiagaan bencana yang diambil pemerintah dan warga disekitar Gunung Kelud. Ketika Gunung Kelud statusnya menjadi waspada maka pemerintah mulai berkoordinasi dan mensosialisasikan kesiapsiagaan pada 60 desa di sekitarnya. Selain itu meniadakan aktivitas warga pada radius 2 km dari puncak gunung.

Selain langkah bagus tersebut, kita mendapat angin segar, yaitu mulai tahun ini kurikulum mitgasi bencana masuk pada kurikulum tahun 2013. Meteri  mitigasi bencana diberikan mulai tingkat sekolah dasar hingga menengah. Meski tidak masuk pada mata pelajaran inti, kurikulum mitigasi bencana masuk pada ektrakurikuler wajib seperti pramuka sehingga siswa akan mendapat materi mengenai bagaimana cara mengenal tanda-tanda bencana dan bagaimana cara mengevakuasi diri yang benar.

Artikel minggu ini masih membahas mengenai cara perhitungan dampak bencana dalam ekonomi:
Assessing the Macroeconomic impact of Natural Disaster: Are There Any?
Why Economic Growth Dynamics Matter in Assessing Climate Change Damages: Illustration on Extreme Events