Kekeringan: Siaga Pasokan Air dan Nutrisi Kesehatan
Pengantar minggu lalu telah membahas tentang pengaruh suhu ekstrim dengan kekeringan yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, dimana bisa terjadi kekeringan di suatu daerah sedangkan daerah lain masih mengalami banjir. Pengantar kali ini mencoba mengangkat isu kekeringan yang semakin meluas di beberapa wilayah Indonesia bahkan sudah ditetapkan status siaga bencana, serta bagaimana dampak lingkungan dan adaptasi masyarakat terkait pemenuhan kebutuhan air untuk kesehatan dan kebersihan. Berikut ini laporan menarik dari AusAID yang memaparkan secara lengkap mengenai dampak kekeringan terhadap cadangan makanan, air, kesehatan, dan lingkungan di Papua New Guinea. Report of an Assessment of The Impacts of Frost and Drought in Papua New Guinea.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah dan Jawa Barat telah menentapkan status siaga bencana kekeringan. Di Jawa Tengah, dalam sebulan ini telah ada 68 desa yang mengalami kekeringan. Juga, di Sragen dimana 900 warga kecamatan mengeluhkan sulitnya mendapatkan air, bahkan untuk minum. Setiap warga hanya diberikan jatah satu ember per hari yang digunakan untuk keperluan Mandi Cuci Kakus (MCK). Untuk minum, warga harus mengambil dari sumur sedalam 35 meter. Kualitas airnya pun jauh dari harapan. Air sumur ini berkapur sehingga ketika direbus air akan berubah keruh dan sebelum di masukkan ke dalam termos bubuk kapur dalam air harus diendapkan terlebih dahulu. Jika sudah seperti ini, hal yang dikhawatirkan adalah kesehatan masyarakat, terlebih pada anak-anak. Sebuah penelitian di Bangladesh yang menyajikan pengaruh kekeringan pada perubahan lingkungan dan kesehatan, selengkapnya Assessing Environmental and Health Impact of Drought in the Northwest Bangladesh, Serta pengaruhnya pada kesehatan mental masyarakat yang dapat dibaca pada original article berikut ini Mental health impact for adolescents living with prolonged drought.