logo2

ugm-logo

Pemerasan Dana Bencana

Jakarta - TERLALU!! Ungkapan itu sangat pantas untuk menggambarkan adanya dugaan pemerasan dana bencana yang melibatkan anggota DPR. Terlalu, karena pelaku kehilangan rasa malu dan hati nurani sehingga tega menilap duit rakyat yang kesusahan ditimpa bencana.

Badan Kehormatan (BK) DPR-lah yang mendapat laporan bahwa anggota dewan dari Partai Demokrat, Supomo, diduga terkait dengan pemerasan dana bencana Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Itulah potret buruk parlemen Indonesia. Hanya DPR yang sampai hati mempermainkan dana bantuan bencana untuk kepentingan pribadi. Dana bantuan yang bersifat charity alias amal pun dijadikan sarana bancakan.

Kasus itu terbongkar ketika Muhammad Sukarya, mantan pejabat di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Cianjur, mengaku memberikan dana Rp1,5 miliar kepada staf ahli anggota DPR sebagai pelicin agar dana bencana cair. Alih-alih dana bantuan bencana itu cair, Pemkab Cianjur malah diminta mengeluarkan lagi dana Rp2 miliar untuk biaya verifikasi proposal dana bencana.

BK DPR juga menerima laporan bahwa staf ahli Supomo, Haris Hartoyo, dan staf ahli anggota Komisi VIII DPR dari Demokrat Gondo Radityo Gambiro, Herdian Aryanto, bertindak sebagai makelar pengurusan pencairan dana bencana tersebut.

Supomo memang telah memecat staf ahlinya itu. Namun, BK DPR tetap memeriksa kedua staf ahli itu beserta Supomo. Kita mendorong BK DPR mengusut tuntas kasus itu.

Para staf tentu saja tidak bergerak atas inisiatif sendiri. Sudah menjadi semacam modus, pejabat negara yang memeras tidak pernah menggunakan tangan sendiri untuk menerima uang suap. Selalu ada kaki tangan yang siap menjalankan tugas.

Publik tentu masih ingat kasus suap dana penyesuaian infrastruktur daerah. Dalam skandal itu, anggota DPR Wa Ode Nurhayati (F-PAN) menggunakan sekretarisnya, Sefa Yolanda, sebagai kaki tangan untuk menerima aliran dana.

BK DPR harus peka dengan keinginan publik dalam penegakan kode etik dan pemberantasan korupsi di parlemen. Jika terbukti, semua yang terlibat harus dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebagai lembaga terhormat, DPR seharusnya diisi negarawan. Karena itulah, anggota dewan harus berlaku sebagai negarawan. Jangan menjadi gerombolan yang saling melindungi dan menutupi aib anggota.

BK DPR memang diisi orang-orang partai politik, tetapi tidak selayaknya BK DPR menutupi atau melindungi politikus pemeras. Berhentikan anggota dewan yang melanggar kode etik, lalu laporkan ke KPK.

Lembaga antirasywah pun harus semakin mewaspadai mata anggaran yang bersifat charity, seperti program bantuan langsung tunai dan dana bantuan bencana karena koruptor pandai memanfaatkan kesempatan di dalam kesempitan untuk meraup dana-dana itu.

Tempat pemimpin yang korup bukan di parlemen. Tempat bagi mereka yang mengeruk keuntungan dan tertawa di atas musibah yang menimpa orang lain seharusnya di penjara.