Jakarta - The Nature Conservancy (TNC), German Alliance for Development Works (Alliance) dan United Nations University Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS) menerbitkan Laporan Resiko Dunia 2012 di Brussels, Belgia, Kamis pekan lalu.
Laporan Resiko Dunia mengkaji siapa saja yang beresiko terhadap bencana alam, apa saja yang menyumbang terhadap resiko itu dan apa saja yang bisa dilakukan tentang hal tersebut. Dunia mencatat rekor yang cukup mengkhawatirkan selama dekade 2002-2011: yakni telah terjadi 4.130 bencana, lebih dari satu juta kematian dan kerugian ekonomi minimal 1.195 triliun dolar!
Bagian penting dari laporan ini adalah Indeks Resiko Dunia, yang dikembangkan oleh UNU-EHS bekerjasama dengan Alliance, untuk menentukan resiko menjadi korban bencana sebagai akibat dari bahaya alam untuk 173 negara di seluruh dunia. Di Kepulauan Pasifik, negara Vanuatu dan Tonga memiliki resiko bencana tertinggi. Malta dan Qatar menghadapi resiko terendah di seluruh dunia.
Indonesia berada pada peringkat risiko ke-33 dengan nilai 10,74% dan termasuk negara berisiko tinggi dan sangat tinggi terkena empat jenis bencana alam yaitu gempa bumi, badai, banjir dan kenaikan air laut.
TNC adalah mitra utama laporan tahun ini, karena fokus laporan pada hubungan antara degradasi lingkungan dan resiko bencana. "Laporan ini menggambarkan peranan kuat yang dapat dimainkan oleh alam dalam mengurangi resiko terhadap manusia dan harta benda dari bahaya alam di wilayah pesisir seperti badai, erosi dan banjir. Terumbu karang, tiram dan bakau menawarkan pertahanan garis depan yang fleksibel, hemat biaya, dan berkelanjutan, serta manfaat lain seperti perikanan dan pariwisata yang sehat yang tidak pernah disediakan oleh dinding laut dan pemecah gelombang buatan," kata Dr. Michael Beck, Ilmuwan Kelautan Utama TNC.
Beck dan Dr. Christine Shepard, ilmuwan dari TNC yang turut menulis Laporan Resiko Dunia, menemukan bahwa ada 200 juta orang yang dapat menerima manfaat pengurangan resiko dari terjaganya terumbu karang atau mungkin harus menanggung biaya yang lebih tinggi jika terumbu karang rusak. Orang-orang ini hidup di desa, kota kecil, dan kota besar di dataran rendah, daerah pesisir yang rentan terhadap resiko (di bawah 10 meter di atas permukaan laut) dan dalam jarak 50 kilometer dari terumbu karang. '
Direktur Program Kelautan TNC Indonesia, Abdul Halim mengatakan, “Asia Tenggara, khususnya Indonesia, sejauh ini memiliki jumlah penduduk terbesar yang tinggal di dataran rendah, "katanya. Terumbu karang di area ini tergolong paling terancam, maka perlindungan dan pemulihan terumbu karang adalah krusial untuk memastikan agar terumbu karang terus memberikan manfaat bagi manusia sekarang dan generasi mendatang. "Kita harus berusaha untuk terus mendorong pemerintah dan para pamangku kepentingan lokal untuk terlibat lebih jauh dalam konservasi kelautan dan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan,” katanya lebih lanjut
sumber: http://www.gatra.com