Setelah dilakukan pengukuran kualitas udara di sekitar lokasi letusan Gunung Lokon di Tomohon, Sulawesi Utara, yang meletus pada pukul 08.20 Wita, Sabtu (11/2) Unit Pelaksana Tehnis (UPT) DitJen P2PL Kemenkes yaitu Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Manado telah bekerja bersama Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara dan DinKes Kota Tomohon.
"Dampak letusan tergolong rendah, tidak ada arus pengungsian masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa, zona berbahaya adalah 2, 5 km dari Gunung Lokon. Namun demikian pos-pos pengungsian dan contingensi plan evakuasi sudah disiagakan," ujar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE di Jakarta.
Dari hasil pengukuran kualitas udara di sekitar lokasi ini BTKL di Manado menyebutkan bahwa parameter kualitas udara yang cepat berubah pada saat bencana gunung berapi adalah Suspended Solid khususnya Partikulat Matter berukuran 10 Mikron (PM10).
"Debu ini bersifat respirable dust yang mudah terhirup melalui saluran pernafasan dan berpotensi masuk ke alveolus jaringan paru sehingga dapat meningkatkan kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) pada masyarakat di wilayah yang terkena hujan debu," jelas Tjandra.
Hasil Pengukuran Parameter PM10 yang dilakukan oleh BTKL Manado di 6 lokasi hingga Sabtu (11/2) menunjukkan Kadar Debu PM10 masih berada di bawah Baku Mutu Udara Ambient Nasional ( PP 41 Tahun 1999) yaitu 150 ?g/m3 udara.
Disamping itu sampai hari kedua letusan terlihat adanya penurunan konsentrasi. Hal ini disebabkan menurunnya aktivitas Gunung Lokon. Dan sejak hari pertama letusan, telah terjadi hujan yang cukup deras di sebagian besar wilayah.