Menurut Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTK Yogjakarta Sri Sumarti, Merapi merupakan salah satu gunung yang memiliki tingkat aktivitas tinggi, sehingga level kegempaan sekarang belum bisa dikatakan luar biasa.
”Wajar (aktivitas meningkat), karena Merapi gunung paling aktif di dunia,” jelasnya.
Ia menambahkan, untuk menaikkan status Merapi dibutuhkan kajian dan berbagai parameter seperti tingkat kegempaan, deformasi, suhu kawah, kandungan gas, serta pengamatan visual.
Di sisi lain, BPPTK memperkirakan erupsi dahsyat 2010 telah membuat Merapi berubah karakter. Hal itu membuat aktivitasnya sangat sulit diprediksi. Menurut Sri Sumarti, aktivitas Merapi mulai meningkat sejak 7 Februari lalu.
Semula hal itu diperkirakan sebagai bagian dari proses pembentukan kubah lava pascaerupsi 2010. Namun, hingga kemarin belum ditemukan indikasi proses pembentukan kubah lava tersebut. Kondisi itu membuka berbagai kemungkinan lain, termasuk erupsi lagi.
”Kebiasaan Gunung Merapi sudah hilang sejak erupsi eksplosif tahun 2010. Jadi, kemungkinan-kemungkinan itu (erupsi-Red) masih bisa terjadi,” kata Sri.
Gempa Meningkat
Sementara itu, catatan seismograf di Pos Pengamatan Gunung Merapi Ngepos, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, menunjukkan peningkatan data kegempaan.
Pada Jumat (17/2), gempa vulkanik dangkal tercatat 23 kali, gempa multiphase 43 kali, dan gempa guguran dua kali. Sehari kemudian gempa vulkanik dangkal melonjak menjadi 35 kali dan gempa multiphase 47 kali. Adapun gempa guguran satu kali dan gempa low frequency sekali.
Sebelumnya, pada 15 Februari gempa multiphase tercatat 34 kali, gempa vulkanik dangkal 9 kali, dan gempa guguran 3 kali. Pada tanggal 13 dan 14 Februari gempa MP tercatat 34 kali dan 25 kali. Padahal pada 7 Februari gempa MP tercatat hanya 17 kali.
Gempa multiphase biasanya menandakan peningkatan atau penurunan aliran fluida (gas, uap, dan magma) di dalam perut gunung. Adapun gempa vulkanik dangkal menandakan pergerakan magma ke permukaan. (H66-59).