Banjir cileuncang yang terjadi memiliki ketinggian yang sangat beragam, mulai dari 5-30 cm. Kondisi yang terjadi dikeluhkan masyarakat, terutama pengguna jalan yang merasa terganggu dengan adanya genangan air.
Dari pantauan serta informasi yang diperoleh "GM", banjir cileuncang terjadi hampir di seluruh ruas jalan di Kota Bandung ketika hujan mengguyur. Namun genangan air tidak berlangsung lama, paling lama setengah jam. Tingginya debit air dan berkurangnya dimensi saluran air, diduga menjadi penyebab meluapnya air sehingga menggenangi jalan.
Banjir cileuncang yang cukup tinggi terjadi di Jln. Stasiun Barat, dengan ketinggian mencapai 30 cm. Kendaraan yang melintas di jalan tersebut terpaksa melaju perlahan. Bahkan tidak sedikit sepeda motor yang mogok karena nekat menembus ketinggian air.
Seperti disampaikan oleh Andri Darmawan, salah seorang pengguna jalan yang melintas di jalan tersebut. "Motor saya enggak kuat, akhirnya mogok. Saya pikir airnya tidak tinggi, ternyata hampir setengah motor hampir terendam. Motor-motor lain juga banyak yang mogok," ujarnya saat ditemui di dekat tugu kereta di Jln. Stasiun Selatan, Rabu (28/3).
Selain di Stasiun Barat, banjir cileuncang juga terlihat menggenangi Jln. Kebon Kawung, Pajajaran, Cicendo, Bima, Baladewa, Arjuna, Garuda, Jend Sudirman, Elang, Pasirkoja, Soekarno-Hatta, Kopo, Moh Toha, Viaduct, Buahbatu, Ahmad Yani, dan lainnya.
Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kota Bandung, Iming Akhmad membenarkan hujan deras yang mengguyur Kota Bandung menyebabkan terjadinya banjir cileuncang di beberapa titik. Namun, katanya, banjir tidak berlangsung lama karena hanya dalam waktu tidak lebih dari setengah jam sudah kembali surut.
Mulai berubah
Terkait banjir di beberapa titik, seperti kawasan Jln. Soekarno-Hatta-Pasirkoja yang sebelumnya diklaim tidak akan kembali banjir, Iming mengaku kondisi saat ini sudah mulai ada perubahan. Kondisi di lapangan memang banjir, namun tidak berlangsung lama. "Kalau dulu sebelum diperbaiki, banjirnya bisa sampai satu minggu. Tapi sekarang tidak lebih dari setengah jam sudah kering lagi," ujarnya.
Banjir yang terjadi, kata Iming, lebih diakibatkan banyaknya sedimentasi di dalam drainase. Mulai dari tanah hingga sampah. Namun sebagian besar, biasanya sedimentasi itu berupa sampah. Iming menuturkan, pihaknya beberapa waktu lalu sudah melakukan pengerukan di beberapa drainase, meski belum menyeluruh.
"Kita sebenarnya sudah melakukan pengerukan di drainase, dan jumlah yang dikeruk cukup banyak. Namun ketika hujan, biasanya dari arah hulu selalu membawa sampah dan masuk drainase. Ini yang kemudian menyebabkan air tidak mengalir namun meluap ke jalan," tuturnya.
Lebih lanjut Iming menuturkan, banjir yang terjadi juga tidak terlepas dari belum sadarnya masyarakat akan pentingnya kebersihan. Masyarakat masih banyak yang membuang sampah sembarangan, sehingga masuk ke drainase.
"Kalau kita terus melakukan pengerukan, perbaikan tanpa diikuti oleh perubahan perilaku masyarakat, ya pastinya banjir akan terus terjadi. Kami harap perilaku masyarakat mulai berubah, sehingga jangan sampai apa yang kami kerjakan tidak ada hasilnya sama sekali," harapnya.
Diterangkannya, untuk penanganan di tahun 2012, pihaknya mengajukan anggaran sebesar Rp 30 miliar. Angka itu lebih besar dari anggaran di 2011 yang hanya mencapai Rp 13 miliar. Iming pun menambahkan, untuk tahun 2012 pihaknya juga masih menunggu turunnya dana bantuan dari pemerintah pusat untuk perbaikan dan penanganan genangan banjir di enam titik, sepanjang Jln. Soekarno-Hatta hingga Cimindi. Anggaran yang diperlukan mencapai Rp 12 miliar.
Keenam titik tersebut yaitu banjir di perempatan Jln. Soekarno-Hatta dengan Jln. Rumah Sakit (Gedebage), banjir perumahan Kawaluyaan, banjir di perempatan Jln. Soekarno-Hatta dengan terusan Jln. Kiaracondong, banjir di sekitar Hotel Lingga (Jln. Soekarno-Hatta), banjir di perempatan Jln. Soekarno-Hatta dengan terusan Pasirkoja dan banjir di bawah jembatan layang Cimindi.