YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memanfaatkan teknologi pesawat terbang nirawak atau unmanned aerial vehicle (UAV) berhasil melakukan pemotretan kubah Gunung Merapi dari udara.
Dari teknik tersebut diperoleh gambar puncak Gunung Merapi untuk pertama kali sejak Merapi mengalami letusan besar tahun 2010.
Para peneliti menggunakan pesawat nir-awak karena aktivitas Gunung Merapi yang tinggi dan frekuensi letusan yang sering terjadi sehingga diperlukan sistem pemantauan dengan tingkat keamanan yang tinggi serta persyaratan terbang yang murah dan mudah.
Uniknya, pesawat kecil ini dibuat hanya menggunakan bahan styrofoam. Memiliki panjang sekitar 1,2 meter dan bentang sayap 1,6 meter. Dilengkapi sistem terbang otomatis, sehingga dapat terbang bebas sesuai sasaran dan jalur terbang yang telah ditentukan.
"Pesawat ini mampu terbang hingga ketinggian 3.300 meter. Yang sudah kami lakukan, terbang sekitar 400 meter di atas puncak Merapi dan melakukan misinya terbang selama 30 menit," kata peneliti Elektronika dan Intsrumentasi FMIPA UGM, Drs Tri Kuntoro Priyambodo, MSc, Senin (30/4/2012).
Untuk pengambilan gambar di puncak Merapi, pesawat nir-awak ini dipasang kamera pocket untuk memotret kondisi di atas puncak Gunung Merapi dari berbagai sisi.
Hasil yang diperoleh sekitar 900 gambar dengan resolusi 12 megapixel. Selanjutnya gambar-gambar tersebut diolah oleh tim dari Geofisika UGM untuk menghasilkan foto tiga dimensi agar bisa memberikan informasi yang lebih rinci.
"Gambar diolah menjadi basis data dan informasi 3D tentang bentuk kubah dan penumpukan limpahan lahar pascaerupsi," kata Tri Kuntoro.
Bahkan lewat foto 3 dimensi, lanjut Tri Kuntoro, volume lahar dingin dan volume kubah dapat diperhitungkan.
"Sumber utama bencana yaitu besarnya guguran lahar dapat diperhitungkan. Informasi ini saya rasa sangat penting untuk proses mitigasi, evakuasi, dan peringatan dini tentang besarnya bencana yang akan timbul," katanya.
Tri Kuntoro mengatakan, kegiatan pengambilan gambar puncak Merapi menggunakan pesawat terbang tanpa awak ini merupakan yang pertama kali. Teknologi ini dapat digunakan di masa-masa mendatang mengingat kebutuhan pemantauan spasial harus dilakukan secara berkala terhadap Gunung Merapi.
Tidak hanya kondisi puncak, tetapi pemantauan juga untuk pemotretan area yang lebih luas sehingga mencakup seluruh area bahaya dan potensi bahaya Merapi.