VIVAnews - Sejarah bencana gempa perlu diketahui untuk memprediksi dan mengantisipasi gempa di masa mendatang. Itu sebabnya Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Kemenristek, Japan Science and Technology (JST), Japan International Cooperation Agency (JICA) melakukan riset untuk mengetahui sumber bencana gempa maupun tsunami.
"Kita memasang alat GPS di kerak bumi. Dengan ini, gerakan tanah akan terpantau oleh satelit," ujar Direktur Proyek LIPI-JICA, Hery Harjono saat ditemui di Kantor COREMAP LIPI di Cikini, Jakarta, Selasa 1 Mei 2012.
Saat ini, terdapat 54 GPS yang ditanam. Mayoritas berada di wilayah Mentawai. Secara keseluruhan, dibutuhkan sekitar 200 GPS untuk memantau seluruh wilayah yang rawan gempa.
Meski sudah ada GPS, alat yang dibutuhkan untuk memantau sumber gempa masih kurang. Alat seismik perlu ditambahkan.
Pada riset tersebut juga dikembangkan penelitian pada terumbu karang di laut dalam Mentawai. Studi ini untuk mengetahui lebih detail apakah pernah terjadi gempa atau tidak.
"Riset sebelumnya hanya di permukaan laut. Kali ini kita sampai ke coral," tambah peneliti Kegempaan LIPI ini.
Menurutnya, saat alam bereaksi, maka perubahan terjadi di sekitarnya. Dia mengumpamakan jika seorang sakit jantung, maka serangan juga akan muncul nanti.
Riset ini juga menguak sumber gempa yang ada di Indonesia. Tim menemukan bahwa Sesar Lembang dan Sesar Cimandiri aktif. Sayangnya, tidak semua sejarah gempa terdeteksi.
"Sumatera sudah tahu sejarahnya. Cuma Jawa masih sedikit," dia menambahkan. Di Jawa, banyak patahan yang belum digali. Kemunculannya diketahui setelah bencana datang. "Misalnya Sesar Opak pada 2006," ujarnya.
Dari semua itu, bagian terpenting yakni menemukan cara agar temuan riset dapat didukung oleh kebijakan publik. "Seperti aplikasi dalam tata ruang kota," katanya.