Banjir, tanah longsor, angin kencang, kebakaran hutan, gelombang tinggi, dan kekeringan adalah bencana alam yang rutin menghampiri. Bencana-bencana ini datang lebih sering, sulit diprediksi, dengan skala lebih besar dibanding yang pernah ada sebelumnya. Bumi yang sedang sensitif akibat pemanasan global, perubahan iklim, dibarengi dengan aktivitas manusia yang apatis, acuh tak acuh terhadap alam, eksploitasi sumber daya alam secara tak terkendali, jelas turut andil di dalam prosesnya.
Lebih dari 6.000 bencana alam diperkirakan terjadi dalam dua puluh tahun terakhir. Sementara 252 juta manusia di dunia terkena dampak dari berbagai jenis bencana alam itu – tidak termasuk di dalamnya gempa bumi, gunung meletus, dan berbagai bencana lain yang tidak terkait dengan iklim.
Namun, seorang peneliti Austria menyatakan bahwa gempa bumi dan gunung meletus merupakan bagian dari bencana yang disebabkan oleh pemanasan global. Peningkatan aktivitas gempa bumi yang saat ini lima kali lebih besar dibandingkan dua puluh tahun lalu, disebabkan bumi menyerap lebih banyak energi panas dari matahari dibanding radiasi yang dibalikkan kembali ke angkasa; dan memicu ketidakseimbangan. Perut bumi menjadi lebih panas dan meningkatkan aktivitas gerakan seismik, tektonik, dan vulkanik. Bila melihat pernyataan ini, maka dampak pemanasan global terhadap peningkatan bencana dan jumlah korban jiwa terhitung semakin besar.
***
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia sepanjang 95.181 km, menjadi pertemuan dari tiga lempeng tektonik besar: Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik serta dilalui dua jalur atau rangkaian gunung berapi, yaitu : Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania.
Kondisi ini menyebabkan Indonesia menjadi rentan terhadap bencana alam yang disebabkan oleh pemanasan global – perubahan iklim. Pada tahun 2015 nanti, diperkirakan jumlah orang yang hidup di daerah rentan dan terkena dampak bencana alam pemanasan global (perubahan iklim) di dunia meningkat 54 persen mencapai 375 juta orang per tahunnya. Tingkat ekonomi, kemiskinan, kurangnya tindakan penanggulangan bencana menyebabkan persentase korban jiwa di negara miskin dan berkembang jauh lebih besar dibandingkan dengan negara maju.
Kalimantan, pulau yang terbilang “relatif” aman dibanding kepulauan lain di Indonesia karena tidak dilewati rangkaian gunung berapi aktif dan lempengan tektonik yang aktif bergerak, ternyata tidak lepas dari masalah bencana akibat perubahan iklim itu. Banjir, tanah longsor, ombak yang tinggi, kekeringan, dan kebakaran hutan menjadi bencana yang harus siap dihadapi penduduk yang bermukim di Kalimantan. Panas yang panjang diikuti oleh curah hujan tinggi setelahnya, rentan menyebabkan banjir dan tanah longsor. Ombak yang tinggi menyapu permukiman di pesisir pantai. Dan bencana yang datang lebih sering dengan skala lebih besar itu, juga terasa di Kota Balikpapan.
Kebakaran hutan adalah bencana paling populer yang dihadapi Kalimantan. Kebakaran terbesar yang pernah terjadi di Kalimantan Timur terjadi pada tahun 1997/1998 setelah kebakaran besar pada tahun 1982/1983 akibat fenomena iklim El Nino, tingginya temperatur suhu yang disebabkan oleh pemanasan global. Pemanasan global, perubahan iklim, tingginya temperatur yang dijawab dengan perilaku lalai akan menyebabkan kebakaran hutan menjadi hal riskan untuk terjadi di Kalimantan.
***
Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) yang dimiliki Kota Balikpapan juga mengalami kebakaran, dampak dari El Nino. Dampak dari kebakaran hutan dapat dirasakan langsung dalam aktivitas manusia, kabut asap yang mengganggu penglihatan, mengganggu jadwal penerbangan hingga membahayakan penerbangan. Kebakaran hutan juga menyebabkan kita kehilangan banyak sumber daya alam, baik flora maupun fauna.
Pemanasan global adalah hal yang nyata, hal yang memengaruhi kehidupan kita sehari-hari baik kita menyadari maupun tidak menyadarinya. Kita perlu peduli akan resiko dari pemanasan global-perubahan iklim, maka perlu mengubah perilaku kita menjadi lebih baik. Kita perlu melakukan efisiensi pemakaian energi, beralih pada penggunaan energi alternatif terbarukan, penanaman vegetasi, dan berhenti melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Bencana alam akibat pemanasan global-perubahan iklim, tidak hanya perlu aksi penanggulangan, tetapi juga perubahan sikap.