Jakarta- Curah hujan yang melanda ibu kota Jakarta, hampir sepekan, mulai mereda. Namun, musim hujan masih jauh dari puncaknya. Bahkan, hujan berintensitas beragam masih akan mengguyur daerah lain secara nasional, yang juga patut diwaspadai dampaknya.
Akhir pekan lalu, hujan beberapa saat merendam persawahan di Panjatan, Kulon Progo, DI Yogyakarta. Tepian Sungai Citarum di Karawang juga terancam luapan air dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum karena kerusakan di hulu.
”Puncak musim hujan masih akan dihadapi. Tak hanya di Jakarta, tapi juga di daerah lain, bahkan luar Jawa,” kata Kepala Pusat Meteorologi Publik pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Mulyono R Prabowo di Jakarta, Minggu (20/1/2013).
Secara meteorologis, awan hujan masih melimpah, membentang dari selatan Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, hingga Nusa Tenggara Timur. Secara perlahan, intensitas hujan bergerak ke timur.
Menurut Mulyono, kondisi basah juga akan terjadi di kawasan Sumatera Selatan bagian utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, hingga Papua Barat bagian selatan. ”Curah hujan tinggi tentu saja patut diwaspadai di daerah-daerah dengan potensi banjir dan longsor. Tapi, itu di luar kewenangan kami,” kata dia.
Selama ini, banjir, banjir bandang, dan tanah longsor melanda sejumlah daerah hingga Maret, mengikuti musim hujan.
Sebelumnya, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pihaknya juga menaruh perhatian khusus terhadap potensi bencana di luar Jakarta. Prioritasnya adalah banjir, longsor, dan lahar hujan di sejumlah daerah.
Selain Jakarta dan Banten, daerah lain yang diantisipasi terdampak banjir adalah Kalimantan bagian selatan, Palembang, Jambi, sepanjang Bengawan Solo, dan Sulawesi Selatan. Kewaspadaan longsor di selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah hingga Jawa Timur. ”Adapun lahar hujan berpotensi di sekitar Gunung Merapi, Semeru, Gamalama, Lokon, dan Soputan,” ujarnya.
Awal Januari, Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi Badan Geologi mengeluarkan peringatan dini potensi gerakan tanah untuk 30 provinsi. Masuk di antaranya semua provinsi di Jawa, Bali, NTB dan NTT, Sulawesi Selatan, serta Papua dan Papua Barat. Data itu dikeluarkan setiap awal bulan dan dikirim ke provinsi hingga kabupaten/kota.
Daya dukung kawasan
Data Kompas, sepanjang tahun 2012, banjir menewaskan 47 jiwa dan longsor menewaskan 43 jiwa. Jumlah itu menurun dibandingkan 2011 dan 2010. Menurut Guru Besar Geologi Lingkungan Universitas Gadjah Mada Dwikorita Karnawati, banjir dan longsor selalu jadi ancaman di kawasan perbukitan dengan curah hujan tinggi. (Kompas, 12/1/2013)
Rata-rata per tahun selama 10 tahun terakhir (2002-2012) banjir terjadi 62 kali dan longsor 42 kali. Sejauh ini, Jawa Barat masih provinsi dengan kerentanan tinggi gerakan tanah.
Belajar dari banjir Jakarta, itu erat dengan kondisi lingkungan. ”Hampir seluruh resapan air Jakarta berubah fungsi,” kata peneliti geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hery Harjono. Kawasan resapan menjadi permukiman, niaga, dan komersial.
Potensi bencana terkait daya dukung lingkungan. Di Pulau Jawa rentan karena orientasi kebijakan berbasis ekonomi. ”Tak heran kalau bencana terkait hidrologis bermunculan,” kata Guru Besar Kebijakan Kehutanan Institut Pertanian Bogor Hariadi Kartodihardjo, yang juga Ketua Kajian Daya Dukung Pulau Jawa 2006-2008.
Lebih dari 250 perda di Jawa berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam, mulai galian C hingga pertambangan. ”Tidak ada sense of crisis,” katanya.
Jika ada kebijakan berorientasi lingkungan, itu belum sampai pengelolaan hulu DAS. Curah hujan tinggi, luapan sungai menggenangi kota seperti di Bojonegoro hingga Gowa dan Takalar di Sulsel.
sumber: KOMPAS.com