BANDUNG - Sekitar 35 orang meninggal akibat bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah Jawa Barat (Jabar) pada 2013. Bencana alam tersebut disebabkan oleh pengrusakan dan penghancuran alam yang dilegalisasi aturan dan dilegitimasi para kepala daerah dan parlemen.
Demikian kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar Dadan Ramdan melalui pers rilisnya memperingati Hari Bumi, Minggu (21/4/13). Menurutnya, 35 korban jiwa akibat bencana alam tersebut berdasarkan catatan Walhi Jabar pada longsor dan banjir di Kabupaten Bandung Barat, Sukabumi, Bogor, Tasikmalaya dan Garut.
"Sangat memprihatinkan, ketika setiap 22 April diperingati sebagai hari bumi, namun pengrusakan bumi, air, udara dan hutan terus berlangsung secara sistemastis, masif dan cepat setiap detik. Bumi sebagai tempat mahluk hidup tumbuh dan berkembang tidak lagi menjadi tempat yang selayaknya mahluk hidup tumbuh," katanya.
Begitu pun yang terjadi di Jawa Barat, Dadan menuturkan, realitas pengrusakan bumi dan alam Jabar terus berlangsung. Walhi Jabar memandang bahwa aktor utama perusak lingkungan hidup adalah pengusaha dan pemerintahan.
Kenyataan pengrusakan yang nyata dan semakin kronis terjadi di Bumi Jabar diantaranya berupa pembuangan limbah pabrik terus menerus secara sembarangan ke sumber-sumber air, mata air, sungai, embung yang semestinya dijadikan sumber kehidupan," katanya.
Selain itu, Dadan menambahkan penambangan mineral dilakukan terus menerus tanpa henti di kawasan pesisir, pantai, hutan dan kawasan geologi karst yang menimbulkan pencemaran. "Alih fungsi lahan di kawasan resapan dan lindung menjadi lahan industri serta sarana wisata dan pemukiman mewah skala besar dan pengrusakan dan penghancuran bumi lainnya di Jabar juga terus berlkangsung," ucapnya.
Dikatakan Dadan, selama kurun waktu lima tahun, dari 2007- 2011, total produksi tambang mineral perak, emas, galena, pasir besi, karst dan pasir sudah mencapai 8,5 juta ton dengan kerugian lingkungan hidup mencapai Rp 1,58 Trilyun. "Artinya biaya pemulihan lingkungan hidup mencapai Rp 231, 56 milyar setiap tahun. Pertambangan panas bumi juga berdampak pada rusaknya ekosistem hutan,"ujarnya.
sumber: http://www.pikiran-rakyat.com