Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta maaf terhadap Malaysia dan Singapura terkait tragedi kabut asap di Riau. Permintaan maaf SBY dinilai wajar dan tidak merendahkan martabat bangsa Indonesia.
"Untuk menjaga hubungan baik maka permintaan maaf itu disampaikan," ujar Guru Besar Hukum Internasional FHUI, Hikmahanto Juwana dalam keterangannya, Kamis (27/6/2013).
Hikmahanto mengatakan, makna maaf dalam hubungan internasional memiliki banyak makna. Selain untuk mejaga hubungan baik, makna maaf juga dapat berkaitan dengan masalah kedaulatan.
Ia mencontohkan, pasca Perang Dunia II hingga saat ini China menghendaki Jepang agar meminta maaf atas kekejian yang dilakukan tentara Jepang. Namun hingga sekarang Jepang belum memenuhi tuntutan tersebut karena tidak ingin kedaulatannya direndahkan.
"Sejumlah tokoh dan masyarakat Indonesia berpikiran demikian ketika mengkritik Presiden SBY atas pernyataan maafnya," katanya.
Menurutnya, maaf yang disampaikan Presiden berbeda dengan maaf yang dikehendaki China terhadap Jepang. Sebab tidak ada tuntutan permintaan maaf tersebut baik dari Singapura maupun Malaysia kepada Indonesia. Disamping itu, maaf yang disampaikan Presiden bukanlah atas suatu kebijakan yang secara sengaja dilakukan pemerintah.
"Ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Jepang dalam perspektif China," ucap Hikmahanto.
Pasca permintaan maaf oleh Presiden, Singapura dan Malaysia harus memberi ruang bagi Indonesia untuk menyelesaikan tragedi asap tersebut. Singapura dan Malaysia dinilai tidak patut jika terus mendesak dan mengkritik pemerintah Indonesia.
"Sikap demikian tidak mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Presiden SBY agar hubungan antar negara terjaga dan semangat solidaritas ASEAN lebih dikedepankan," tandasnya.