BANDUNG - Pemda diminta membuat terobosan dalam pelaksanaan mitigasi bencana di antaranya dengan menggulirkan insentif dan disinsentif kepada masyarakat. Program itu diyakini lebih efisien dan efektif dalam menumbuhkan kesadaran terhadap ancaman bencana.
Hal tersebut dikatakan Program Coordinator Science Communication & Public Policy Laboratory (Lab.Sci-comm) LIPI, Dr Eko Yulianto di sela-sela "Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi LIPI" di Bandung, Kamis (5/12).
Menurut dia, program tersebut belum pernah dilirik Pemda-pemda di Indonesia yang sebagian besar wilayahnya rentan terhadap bencana. "Di luar negeri, Jepang misalnya, itu sudah dilakukan. Karena itu bisa mengurangi resiko empat kali lipat dibandingkan apabila bencana itu terjadi," kata peneliti kelahiran Sragen tersebut.
Di Prefektur Shizuoka, Jepang, kata Eko, warga yang membangun rumah tahan gempa mendapatkan kemudahan desain plus dana 3 juta Yen. Strateginya, warga tersebut sebelumnya memang bersedia mengubah desain awalnya.
Dijelaskan Eko, selama ini penertiban terhadap warga yang tinggal di kawasan rawan bencana relatif sulit dilakukan. Dengan program itu, Pemda bisa menerobosnya. Di antaranya merendahkan nilai jual objek pajaknya (NJOP) bagi pelanggaran tersebut.
"Daripada menyuruh Satpol PP mengoprak-oprak, melarang keras pun tidak mungkin, program tersebut diharapkan bisa membuat masyarakat berhitung atas pilihannya tinggal di daerah bencana," katanya.
Bagaimana bentuk insentif dan dis-insentif itu dilakukan, Pemda bisa mengkajinya agar program tersebut mampu berjalan efektif. Kebijakan tersebut dapat pula diformulasikan dalam Perda.
"Bisa juga, program insentif dan disinsentif itu jadi materi kampanye dalam Tahun Pemilu tahun depan. Terlepas dari itu, diharapkan program itu bisa digulirkan dari masyarakat dengan kesadaran penuh. Kalau mengharapkan birokrat, sulit diharapkan karena banyak kepentingan," katanya.
sumber: suaramerdeka.com