Jakarta - Banjir rupanya bukan hanya ancaman di Jakarta. Di ujung timur Indonesia, yakni Kota Jayapura, Papua, masalah banjir juga menjadi ancaman serius di kota yang dikelilingi bukit tersebut. Bahkan jika banjir tiba, aktivitas kota tersebut mendadak terhenti. Sebab akses keluar masuk dari kota itu lumpuh total.
Dari pemetaan yang dilakukan Oxfam, lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pencegahan bencana, ada dua wilayah di Jayapura yang rawan banjir, yakni Kelurahan Entrop, Distrik Jayapura Selatan, dan Kelurahan Gurabesi, Distrik Jayapura Utara.
"Banjir dan tanah longsor jadi ancaman yang selalu mengintai warga Jayapura. Selain melumpuhkan perekonomian juga mengancam jiwa warga di wilayah banjir dan longsor," ujar Sunarso, Programme Manager Building Resilience Oxfam Papua kepada detikcom, Rabu (12/12/2013) .
Menurut Sunarso, pada tahun 1990-an sebanyak 17 warga Kelurahan Gurabesi, tewas tertimbun longsor. Sementara di tahun 2012, dua warga Kelurahan Entrop tewas terseret banjir akibat sungai yang melintasi wilayah itu meluap dan membanjiri kawasan itu.
Untuk mengantisipasi korban jiwa, kata Sunarso, Oxfam melakukan pelatihan terhadap komunitas warga di Jayapura yang rawan bencana banjir dan longsor, seperti Gurabesi, Entrop, dan Koya Barat.
"Dengan adanya pelatihan tanggap bencana diharapkan warga siap mengantisipasi jika bencana datang. Sehingga korban jiwa dan harta benda bisa dicegah atau diminimalisir," jelasnya.
Selain melakukan pendampingan terhadap warga untuk siaga menghadapi bencana, pendampingan tersebut juga bertujuan mengedukasi masyarakat untuk mengurangi risiko bencana di wilayah mereka.
Salah satunya upaya mengurangi risiko bencana dengan melakukan rebosiasi, serta pembersihan sampah.
Sementara Walikota Jayapura Benhur Tommy Mano, dihubungi terpisah, mengakui wilayahnya sangat rentan terhadap banjir. "Memang di Jayapura rawan banjir. Dan kalau banjir terjadi Kota Jayapura lumpuh," ujarnya.
Ia menjelaskan, beberapa upaya sedang dilakukan untuk mencegah banjir. Misalnya dengan membuat jalan alternatif Jayapura-Abepura serta melakukan pengerukan sungai.
Namun kata Benhur, upaya pengerukan sungai saat ini tidak bisa dilakukan. Soalnya terkendala tanah ulayat (adat).
"Petugas di lapangan pada ketakutan karena saat melakukan pengerukan diancam warga yang punya tanah ulayat dengan parang. Jadi kita stop saja," tuturnya.
Karena alasan itu pula pemerintah Kota Jayapura tidak lagi melakukan upaya pengerukan dan pelebaran sungai yang melintas di kota itu.
sumber: detik.com