Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyesalkan kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang tidak memperpanjang status 'darurat banjir' di Ibu Kota. Kebijakan penghentian status darurat tersebut dinilai terburu-buru, lantaran potensi terjadinya bencana banjir di wilayah Jabodetabek terus mengancam sampai Maret 2014.
“Curah hujan di Febuari memang lebih rendah dari Januari. Tetapi akan kembali menanjak di Maret nanti,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, saat dihubungi, Minggu (23/2).
Naik turunnya grafik curah hujan sepanjang Januari-Maret, lanjut Sutopo, memang sudah menjadi pola tradisional musim penghujan di Pulau Jawa. Berkaca dari pola tersebut, tidaklah bijak, katanya, jika DKI sudah keburu mencabut status darurat banjir-nya.
Imbas dari dicabutnya status tersebut adalah dihentikannya upaya teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang sempat beberapa kali dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Sutopo mengakui penerapan TMC memang tidak dapat mencegah turunnya hujan hingga seratus persen. Namun, tambah dia, setelah beberapa kali dilakukan, TMC setidaknya dapat mengurangi intensitas dan durasi hujan di wilayah Jabodetabek hingga 22,27 persen, kendati gagal mencapai target sampai 30 persen lantaran kurangnya jumlah pesawat yang diberlukan.
Menurut dia, untuk mengantisipasi potensi banjir di Jakarta, memang perlu sejumlah langkah terobosan yang cukup radikal seperti TMC. Maklum saja, sambungnya, Ibu Kota kita sangat rentan sekali mengalami kejadian banjir.
“Hujan sedikit saja, sejumlah ruas jalan di Jakarta sudah tergenang dan rumah-rumah terendam,” imbuhnya.
Hal itu terjadi lantaran sejatinya ketahanan DKI menghadapi banjir sangat keropos. Pasalnya sistem pengendali banjir di perkotaan dan sistem pengendalian luapan sungai masih jauh dari rampung.
Terkait potensi banjir yang masih mengancam, Sutopo meminta warga di Jabodetabek tetap waspada terhadap kemungkinan datangnya banjir. (Cornelius Eko Susanto)
sumber: metrotvnews.com