VIVA.co.id - Senin 9 Februari 2015 menjadi hari dimana Ibukota Jakarta kembali menjadi kolam raksasa setelah hujan tak kunjung henti selama lebih dari 10 jam.
Jakarta banjir lagi, setelah 12 bulan berlalu sejak banjir besar menerjang kota metropolitan itu.
Banjir kali ini menjawab tuntas prediksi para ahli dari berbagi bidang yang nyaris meleset karena adanya pergeseran waktu sang banjir melanda.
Banjir Jakarta tiba di saat semua orang bersiap untuk pergi bekerja, perlahan tapi pasti, air meninggi hingga menutupi nyaris semua permukaan kulit bumi Jakarta.
Ada lebih dari 49 titik lokasi banjir di Jakarta Senin pagi, titik itu semakin siang semakin bertambah. Bahkan, lokasi banjir meluas perlahan ke pusat pemerintah negeri ini. Istana Negara pun terkena imbasnya.
Dalam satu dekade ke belakang ini, banjir bagaikan sebuah tradisi yang mau tidak mau, terima tidak terima melanda dalam setiap tahunnya.
Bahkan, waktu kedatangan tradisi banjir pun sudah bisa diterka beberapa bulan sebelum musim penghujan. Banjir di 9 Februari 2015 ini sudah terprediksikan bakal terjadi walau prediksi agak sedikit meleset dari kenyataanya.
Karena, sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan puncak musim hujan di tahun 2015 ini akan jatuh antara bulan Januari dan Februari.
Berdasarkan pantauan radar cuaca BMKG, diprediksi curah hujan mencapai 400 hingga 500 milimeter dan kondisi ini sudah mulai berlangsung sejak Bulan Desember 2014 lalu.
Dengan curah hujan sebesar itu, sudah dipastikan, Ibukota Jakarta untuk kesekian kalinya akan kembali terendam banjir musiman.
Dalam rapat koordinasi antisipasi bencana banjir Jakarta, diperkirakan, banjir mulai merendam Jakarta sekitar tanggal 20 Januari 2015 dan akan berlangsung selama 10 hari.
Atas kesimpulan itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai memberlakukan status siaga darurat banjir Jakarta terhitung sejak tanggal 1 hingga 20 Januari 2015.
Tak cukup sampai di situ, dalam rapat itu juga ditegaskan pula status tanggap darurat yang dimulai dari tanggal 20 hingga 31 Januari 2015 dilanjutkan dengan masa transisi darurat dari tanggal 1 hingga 10 Februari 2015.
Tapi pada kenyataannya, banjir tahunan itu melanda di masa transisi darurat banjir bukan di masa darurat banjir.
Banjir Tiba Saat Lupa
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama tersentak dari tidur malamnya. Sang gubernur yang akrab disapa Ahok itu terkejut tatkala mendapatkan kabar bahwa banjir melanda hingga ke Balai Kota.
Ahok bangun dan langsung memeriksa layar CCTV pemantau ketinggian banjir yang terpasang di area Masjid Istiqlal. Tapi apa daya, ternyata kamera itu tidak menyala.
Kondisi membuat Ahok panik dan mulai curiga, karena kamera itu mati di saat seharusnya bersiaga memantau kondisi air di pintu air Istiqlal.
"Tadi pagi saya kebangun jam 2 dini hari. Karena hujan, saya langsung cek CCTV, ternyata CCTV Istiqlal mati. Saya curiga Istana pasti kerendem nih. Saya suudzon, enggak tahu sabotase atau sengaja, semua saluran sudah begitu baik, seharusnya mana mungkin banjir," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 9 Februari 2015.
Ahok pun blingsatan, ketika mengetahui bahwa apa yang ditakutkannya terjadi, Istana Negara telah terendam.
"Saya mau dengar jawaban. Seharusnya enggak ada alasan kawasan Monas dan Istana terendam. Dulu (kasus tanggul Kali Sunter) dia bilangnya enggak sengaja. Ya sudahlah kalau ini mau dibilang enggak sengaja juga," ujar Ahok.
Gagalnya Mitigasi
Banjir sudah terlanjur merendam Jakarta beserta Istana Negara dan rumah istirahat Presiden Joko Widodo, Wisma Negara.
Ahok boleh saja berkata bahwa ia sudah bekerja sepenuh tenaga untuk mengantisipasi banjir.
Tapi buktinya apa? Banjir tetap melanda meski seluruh sungai telah dinormalisasi, saluran air dikeruk, sendimentasi diangkat dan pompa-pompa raksasa beoperasi.
Saat melihat kantornya di Balai Kota Jakarta juag terendam bersama Istana, Ahok langsung meminta pertanggungjawaban atas gagalnya misi mitigasi yang telah dirancang untuk menangkal banjir.
"Saya akan minta laporan pertanggungjawaban dari Dinas PU Tata Air, Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan, serta SKPD Pemprov DKI," kata Ahok.
Seharusnya, kata Ahok, Jakarta, khususnya kawasan Istana Negara, steril dari banjir karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya mitigasi bencana seperti memperbaiki saluran-saluran air di Pluit, meningkatkan kapasitas pompa air Pasar Ikan, serta terus membuka pintu air Istiqlal dan Manggarai agar banjir tidak menggenangi daerah tersebut.
Apa yang dikatakan Ahok sebagai kegagalan mitigasi ternyata tidak seluruhnya tepat. Karena perlahan saat banjir mulai meninggi dan para ahli mulai dikumpulkan, barulah diketahui, bahwa sesungguhnya Ahok tidak akan mampu melawan kehendak alam atas banjir yang merendam Jakarta dan Istana.
Banjir di Jakarta kali ini disebabkan oleh dua faktor alam yang tak akan mungkin diredam. Yakni naiknya air laut ke darat dan curah hujan yang terjadi dalam jumlah luar biasa.
Wali Kota Jakarta Pusat, Mangara Pardede, menyatakan, banjir yang mengepung Istana Negara, Istana Merdeka dan tempat peristirahatan Presiden Joko Widodo dan ibu negara, Iriana Widodo, di Wisma Negara terjadi karena kehendak alam.
Mangara Pardede yang saat itu berada di depan Istana Negara mengatakan, banjir di Istana Negara dan Wisma Negara murni karena tingginya curah hujan yang terjadi.
"Semua upaya sudah kita lakukan termasuk mengeruk dan mengaktifkan tali air, tapi kapasitas saluran air tak mampu menampung debit air hujan yang luar biasa banyaknya," kata Mangara.
Sementara Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Agus Priyono mengatakan, banjir kali ini bukan kiriman dari Bogor. Melainkan air laut yang naik hingga ke darat.
"Intensitas hujan di Bogor justru ringan. Hujan lokal dan rob dari utara yang menyebabkan genangan," kata Agus.
Dia juga menjelaskan bahwa penyebab banjirnya di Istana Negara akibat buangan air dari Jalan Abdul Muis yang tinggi, sehingga pompa air di Istana tidak dapat menyurutkan genangan.
Pompa air yang telah dimaksimalkan fungsinya masih tidak kuat menampung intensitas air yang semakin tinggi. "Selama ini kondisi pompa masih bagus. Tapi begitu hujan lama, pompanya tidak kuat, ada yang rusak," katanya. (umi)
sumber: vivanews