MEDAN - Berbagai upaya terus dilakukan masyarakat dari berbagai elemen asal Tanah Karo untuk menjadikan erupsi Gunung Sinabung sebagai bencana nasional.
Sebab, kerugian akibat erupsi Gunung Sinabung tidak mampu lagi ditangani Pemerintah Kabupaten Karo dan Pemerintah Provinsi Sumut. Kemarin, ratusan masyarakat dari sejumlah perhimpunan mahasiswa Karo di Kota Medan, komunitas masyarakat Karo, hingga para korban erupsi GunungSinabung, hadirdiacaradoa bersama dan aksi simpati bertajuk Save TanahKaro, dihalaman Kantor Gubernur Sumut.
Aksi dilanjutkan dengan konvoi dari Kantor Gubernur menuju Lapangan Merdeka, sembari membagi-bagikan stiker bertuliskan Save Tanah Karo. Aksi tersebut diprakarsai oleh Keluarga Besar Karo (KBK) Institut Teknologi Bandung (ITB).
Penanggung jawab aksi Save Tanah Karo Arya Mahendra Sinulingga mengungkapkan, alasan digelarnya aksi tersebut untuk menggugah pemerintah pusat agar mengubah kebijakan penanganan korban erupsi Gunung Sinabung menjadi bencana nasional.
“Sebenarnya kami tidak perlu menggelar aksi Save Tanah Karo ini apabila APBD Kabupaten Karo mencukupi untuk menangani para korban erupsi Sinabung. Masalahnya, APBD Karo itu cuma Rp900 miliar, dan Rp700 miliar dari APBD itu digunakan untuk biaya rutin Pemkab Karo. Sedangkan dana untuk pemulihan korban erupsi Gunung Sinabung itu butuh sekitar Rp8 triliun,” ujarnya.
Arya mengaku sudah melaporkan kebutuhan dana pemulihan korban erupsi Gunung Sinabung kepada Pemprov Sumut. Akan tetapi Pemprov Sumut tidak memiliki dana sebesar itu. Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah pusat turun tangan dengan menjadikan erupsi Gunung Sinabung sebagai bencana nasional.
“Dalam empat tahun terakhir setelah Sinabung meletus menyebabkan kerugian hingga Rp4 triliun. Kerugian itu tidak hanya dari segi pertanian, namun sejumlah rumah warga desa hancur, pendidikan anakanak korban Sinabung terbengkalai, dan lainnya,” paparnya.
“Erupsi Gunung Merapi hanya berlangsung selama satu bulan dan menyebabkan kerugian hingga Rp3,4 triliun. Bayangkan saja, berapa besar kerugian yang akan dialami Tanah Karo mengingat erupsi Gunung Sinabung masih terus berlanjut dan tidak tahu kapan berakhir,” sambungnya.
Salah seorang korban erupsi Gunung Sinabung warga Desa Guru Kinayan yang turut hadir dalam aksi Save Tanah Karo itu, Plin Sembiring mengungkapkan, derita para korban erupsi Gunung Sinabung terus menjadi- jadi. Tidak hanya kehilangan lahan pertanian, rumah dan lainnya, jatah biaya hidup juga sudah tidak pernah diterima sejak Agustus 2014.
Padahal, biaya yang diterima para korban erupsi Gunung Sinabung hanya Rp6.000 per hari per orang. “Untuk memenuhi kebutuhan hidup, kami bekerja serabutan. Selain itu, kami juga belum menerima kepastian kapan kami direlokasi. Saat ini, kami tinggal di perladangan di Simpang Guru Kinayan yang berjarak lebih dari lima kilometer dari Sinabung. Di situ ada kantor Dinas Pertanian,” kata Kepala Desa Guru Kinayan tersebut.
Menanggapi keluhan korban erupsi Gunung Sinabung tersebut, Wakil Ketua DPRD Sumut Ruben Tarigan yang turut hadir dalam aksi tersebut mengungkapkan, untuk mengurangi beban korban erupsi Gunung Sinabung, Dewan telah mengusulkan kepada Pemprov Sumut untuk menyisihkan APBD Sumut 2016 minimal Rp100 miliar.
“Gubernur pun telah mengamini usulan kami tersebut. Saya juga telah menjumpai Mendagri dan saya sampaikan kepadanya tentang permasalahan Karo. Saat ini Karo membutuhkan anggaran yang banyak untuk memulihkan kehidupan korban erupsi Sinabung,” ungkapnya.
Di akhir aksi Save Tanah Karo tersebut, para peserta aksi secara sukarela mengumpulkan dana. Dana yang terkumpul berjumlah Rp3.008.500 dan dilakukan penandatanganan petisi Save Tanah Karo oleh seluruh peserta aksi yang hadir.