Yogyakarta, (Antara Jogja) - Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta setiap tahunnya melibatkan 15 rumah sakit (RS) di daerah itu dalam penerapan sistem kesiapsiagaan penanganan bencana alam.
"Sistem kesiapsiagaan bencana ini agar 34 rumah sakit tidak lagi gagap ketika ada banyak pasien secara bersamaan yang masuk akibat bencana alam," kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinas Kesehatan DIY Etty Kumolowati di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, program itu bertujuan agar setiap rumah sakit mempunyai sistem penanganan korban bencana dengan baik dan tepat.
"Dalam Program `Hospital Disaster Plan`, tidak hanya masyarakat saja yang harus siap siaga, tapi RS juga harus siap siaga dalam menghadapi bencana," katanya.
Ia mengatakan, DIY merupakan wilayah "market" bencana. Ada sekitar 12 ancaman yang bisa sewaktu-waktu terjadi seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor, kebakaran, kekeringan, cuaca ekstrem, wabah penyakit.
"Selain itu juga konflik sosial, kemudian kegagalan teknologi. Banyak bencana alam yang tidak bisa diprediksi. Hanya erupsi gunungapi, tanah longsor, banjir yang bisa terpantau. Sehingga semua komponen harus siap siaga," katanya.
Kepala Staf Seksi Rujukan dan Khusus, Bidang Yankes Dinas Kesehatan DIY Kudiyana mengatakan program itu terus diberikan kepada RS agar tidak terulang lagi kegagapan rumah sakit dalam menghadapi bencana. Seperti pada bencana gempa 2006 dan erupsi Merapi 2010.
"Peristiwa bencana alam tersebut menjadi pelajaran kita bersama. Pengalaman 2006, RSUP Dr Sardjito yang sebesar itu gagap ketika menghadapi bencana. Pada 2010 lalu pun sempat gagap, tapi tidak separah sebelumnya," katanya.
Ia mengatakan ketika ada sistem yang baik, maka penanganan pasien dalam jumlah banyak yang masuk secara bersamaan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) bisa baik.
"Misalnya siapa yang pertama menanganinya, jika kekurangan maka petugas yang melakukan `backup` juga sudah ada," katanya.