YOGYAKARTA – Guna menangani jumlah pasien bencana yang jumlahnya cukup banyak, maka agar tidak panik Dinas Kesehatan DIY menggandeng sejumlah rumah sakit yang ada di Yogyakarta. Hal itu dilakukan, agar semua korban bisa tertangani dengan baik dan benar.
Meski hal itu tidak diinginkan, namun setidaknya sebelum ada musibah semua sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya. Untuk memastikan tidak ada kepanikan Dinas Kesehatan DIY setiap tahunnya sedikitnya melibatkan 15 rumah sakit (RS) di daerah itu dalam penerapan sistem kesiapsiagaan penanganan bencana alam.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinas Kesehatan DIY, Etty Kumolowati di Yogyakarta, Senin (13/6). Sistem kesiapsiagaan bencana ini agar 34 rumah sakit tidak lagi gagap ketika ada banyak pasien secara bersamaan yang masuk akibat bencana alam,” jelas Etty.
Program itu, lanjut dia, bertujuan agar setiap rumah sakit mempunyai sistem penanganan korban bencana dengan baik dan tepat. “Dalam Program Hospital Disaster Plan, tidak hanya masyarakat saja yang harus siap siaga, tapi RS juga harus siap siaga dalam menghadapi bencana,” ujarnya.
Apalagi DIY, menurut Etty, merupakan wilayah memiliki ancaman beragam bencana. “Berdasarkan ata ada sekitar 12 ancaman yang bisa sewaktu-waktu terjadi seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor, kebakaran, kekeringan, cuaca ekstrem, wabah penyakit dan sebagainya,” ujarnya.
Selain itu, imbuhnya, juga konflik sosial, kemudian kegagalan teknologi. “Banyak bencana alam yang tidak bisa diprediksi. Hanya erupsi gunungapi, tanah longsor, banjir yang bisa terpantau. Sehingga semua komponen harus siap siaga,” katanya.
Sementara Kepala Seksi Rujukan dan Khusus, Bidang Yankes Dinas Kesehatan DIY, Kudiyana mengatakan, program itu terus diberikan kepada RS agar tidak terulang lagi kegagapan rumah sakit dalam menghadapi bencana. Seperti pada bencana gempa 2006 dan erupsi Merapi 2010 lalu.
Peristiwa bencana alam tersebut, kata dia, menjadi pelajaran bagi semua. Pengalaman 2006, RSUP Dr Sardjito yang sebesar itu gagap ketika menghadapi ratusan pasien bencana gempa bumi. Begitu juga pada 2010 lalu juga sempat gagap, tapi tidak separah sebelumnya. Dengan kerjasama ini, diharapkan kedepan tidak ada kepanikan lagi serbuan pasien korban bencana.
Dengan adanya sistem yang baik, maka penanganan pasien dalam jumlah banyak yang masuk secara bersamaan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) bisa tertangani dengan baik. Misalnya, siapa yang pertama menanganinya, jika kekurangan maka petugas yang melakukan back up juga sudah ada dan seterusnya.
sumber: suaramerdeka.com