Pyongyang - Korban tewas akibat banjir besar di wilayah perbatasan Korea Utara telah meningkat menjadi 133 orang, sebanyak 395 orang lainnya hilang dan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Dalam laporannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Bantuan Kemanusiaan (OCHA), yang mengutip pejabat pemerintah Pyongyang, mengatakan sekitar 107 ribu orang terpaksa meninggalkan kediaman mereka di sepanjang Sungai Tumen yang digenangi air.
Hujan lebat pada akhir Agustus dan awal September menyebabkan kerusakan yang luas di sepanjang Sungai Tumen. Sungai ini memisahkan Korea Utara dari tetangganya, Cina dan Rusia.
Pemerintah Korea Utara menggambarkan banjir kali ini merupakan yang terburuk melanda kawasan itu dalam beberapa dasawarsa. Hampir 25 ribu rumah hancur total, sedangkan 11 ribu lainnya telah rusak, selain 8.700 bangunan publik yang juga rusak.
OPCHA mengatakan dalam laporannya bahwa lebih dari 16 ribu hektare lahan pertanian telah dibanjiri dan setidaknya 140 ribu orang sangat membutuhkan bantuan.
OCHA mengatakan sekelompok lembaga bantuan, termasuk badan-badan PBB lainnya, Palang Merah Internasional, Palang Merah Korea Utara, dan LSM internasional lainnya, telah mengunjungi bagian dari wilayah yang dilanda banjir pekan lalu untuk menilai kerusakan dan mencatat kebutuhan masyarakat.
Negara paling terisolasi di dunia tersebut selama ini sering dilanda bencana alam, terutama banjir, karena kombinasi antara deforestasi dan infrastruktur yang buruk. Setidaknya, 169 orang tewas dalam hujan lebat pada musim panas 2012.
Pada Agustus 2015, topan Goni melanda negara itu dan membanjiri kota perbatasan Rason, yang merupakan zona ekonomi khusus. Bencana itu menyebabkan sedikitnya 40 orang tewas dan lebih dari 1.420 orang kehilangan tempat tinggal.
sumber: TEMPO.CO