BANDA ACEH - Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, Kamis (28/6), menerima delegasi Jepang di Pendapa Wali Kota. Kunjungan delegasi dari ‘Negeri Matahari Terbit’ itu untuk memperkuat kerja sama mitigasi bencana.
Delegasi Jepang yang hadir, Asami Okahashi Urban Development Specialist UNDP, Yuichi Ono representatif International Research Institute of Disaster Science (IRIDeS) Tohoku University dan Kazuhi Tsuji Director Global Business Division Fujitsu Limited.
Bersama Aminullah, tim delegasi Jepang juga disambut Kepala Bappeda Gusmeri, Kepala BPBD Kota Fadhil SSos MM, Kadis Kominfotik Bustami dan Kabag Administrasi Pembangunan M Saifuddin Ambia.
Sebagai kota yang baru bangkit dari bencana dahsyat 2004 silam, Banda Aceh masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi, mulai implementasi konsep pengurangan risiko bencana hingga mewujudkan smart city serta kota tangguh yang berkelanjutan. “Banda Aceh butuh dukungan pembangunan sektor ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Bidang ekonomi yang sedang diupayakan, yakni menekan angka pengangguran dan kemiskinan yang kini masih berada diangka 7,75 dan 7,5 persen,” kata Aminullah.
Dia menuturkan upaya yang bisa dilakukan, adalah meningkatkan kesejahteraan petani nelayan yang ada di Banda Aceh, misalnya mengadopsi teknik budidaya tiram secara modern yang berhasil dikembangkan di Kota Higashimatsushima-Jepang. “Transfer ilmu pengetahuan dan pemahaman tentu sangat kami butuhkan,” katanya.
Sementara Yuichi Ono dari IRIDeS Tohoku University mengatakan idealnya pembangunan sektor ekonomi dan pembangunan sistem pengurangan risiko bencana suatu daerah harus berjalan seimbang. “Terkait mitigasi bencana, kami sudah berinvestasi sejak lama pasca kekalahan perang 1945. Mulai saat itu pemerintah sudah mengalokasikan anggaran khusus untuk mitigasi bencana,” ungkapnya.
Hasil investasi itu, terbukti angka korban jiwa pada saat tsunami menghantam kawasan Higashimatsushima pada 2011 lalu dapat berkurang signifikan. “Potensi korban jiwa waktu itu berkisar angka 200 ribu, tapi dapat ditekan menjadi 20 ribu jiwa,” ungkapnya.
Ia menambahkan, saat ini Jepang menerapkan multi sistem dalam upaya pengurangan risiko bencana. “Jadi kami tidak mengandalkan satu sistem saja, tapi multi sistem yang terus dikembangkan mulai early warning system, membangun sea wall sepanjang 400 kilometer, hutan pantai, kanal saluran air, dan menentukan zona aman bagi penduduk,” bebernya.
Selain itu infrastruktur dan teknologi, pendidikan kebencanaan mulai tingkat sekolah dan pelatihan serta simulasi bencana bagi masyarakat termasuk riset-riset secara kontinu terus dilakukan.(rel/mir)
sumber: http://aceh.tribunnews.com