REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sambaran petir cukup sering terjadi di Kabupaten Wonosobo. Tapi, data-data bencana sambaran petir di Kabupaten Wonosobo hingga kini terbilang masih terbatas.
"Sementara, di sana sering terjadi bencana sambaran petir tahun lalu yang menewaskan beberapa petani dan pendaki gunung," kata salah satu peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM), Gagad Nur Ridho, Senin (16/7).
Gagad mengatakan, kejadian sambaran petir di Kabupaten Wonosobo tidak cuma berdampak negatif bagi manusia. Sebab, sambaran petir turut menyebabkan kerusakan pada bangunan dan lingkungan.
Berawal dari situ, Gagad bersama Abdi Rahmanu dan Astry Zulky Permatasari berusaha meneliti dan menganalisis kerapatan sambaran petir. Utamanya, untuk meminimalisir dampak negatif akibat sambaran petir.
Penelitian dilakukan dengan mengaitkan kejadian sambaran petir dengan bentuk lahan di Kabupaten Wonosobo. Penelitian menggunakan data sambaran petir tipe Cloud to Ground (CG) 2015-2017 dari BMKG Mlati, DIY.
Data diolah memakai ArcGIS 10,3 dengan permodelan Kernel Density, lalu dianalisis secara kuantitatif-kualitatif. Sedangkan, peta bentuk lahan, litologi dan jenis tutupan lahan.
Data itu diperoleh dari Bappeda Wonosobo, yang diuji akurasi menggunakan pengamatan lapangan secara langsung. Hasil menunjukkan Kabupaten Wonosobo terdiri dari bentuk lahan vulkanik dan struktural.
Bentuk lahan vulkaniknya dipengaruhi aktivitas gunung api, sedangkan bentuk lahan strukturalnya dipengaruhi aktivitas tektonik lempeng bumi. Dominan batuannya berupa breksi, lava dan tuff.
Menurut Gagah, itu yang berpengaruh terhadap banyaknya sambaran petir. Hal ini dikarenakan batuan-batuan tersebut memiliki nilai resistivity yang dirasa cukup rendah.
"Kecamatan Kepil dan Kecamatan Wonosobo merupakan wilayah yang memiliki resiko sambaran petir paling tinggi di Kabupaten Wonosobo," ujar Gagad.
Guna mengurangi resiko jatuhnya korban jiwa dan kerugian material, Gagad menekankan pentingnya penerapan mitigasi bencana. Hal itu dapat dilakukan dengan memasang penangkal petir dan mencabut instalasi listrik.
Selain itu, pengurangan dapat dilakukan dengan segera mengakhiri kegiatan di luar rumah ketika awan Cumulonimbus mulai muncul. Tentunya, dapat dilakukan pula dengan berteduh di bangunan-bangunan permanen.
Data hasil penelitian itu telah disosialisasikan di hadapan pegawai, dan relawan dari BPBD Kabupaten Wonosobo. Apresiasi turut disampaikan Humas BPBD Kabupaten Wonosobo, Sulthoni.
"Pemetaan sambaran petir di Kabupaten Wonosobo yang dilakukan teman-teman cukup unik dan menarik karena jarang dilakukan dan sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan masyarakat terkait sambaran petir," kata Sulthoni.