Jakarta - Gempa bumi berkekuatan 7 Skala Richter (SR) di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) menimbulkan potensi tsunami, meski pusat gempa berada di daratan. Kenapa tsunami bisa terjadi padahal gempa di darat?
Kepala Bagian Humas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisoka (BMKG) Harry Tirto Djatmiko mengatakan, gempa 7 SR tersebut memang berpusat di darat, yakni tepatnya pada titik 8.37 LS dan 116.48 BT pada kedalaman 15 km. Namun, patahan gempa tersebut terjadi sampai ke laut.
Hal itulah yang menyebabkan terjadinya tsunami. Selain itu, gempa bumi tersebut termasuk dalam kategori gempa dangkal.
"Itu karena patahannya sampai ke laut. Jadi itu yang menyebabkan kami tetap firm mengeluarkan peringatan dini tsunami. Dia di darat tapi tidak jauh dari pantai," kata Harry saat berbincang dengan detikcom, Senin (6/8/2018).
Gempa bumi tersebut awalnya dilaporkan terjadi pada Minggu (5/6) pukul 18.46 WIB dengan kekuatan 6,8 SR dan tidak menimbulkan tsunami. Namun, BMKG kemudian melakukan pemutakhiran informasi dan menyebut gempa tersebut berkekuatan 7 SR dan berpotensi tsunami.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, tsunami yang dimaksud telah terjadi dan menyentuh daratan. Ketinggian tsunami itu di bawah setengah meter.
"Berdasarkan laporan BMKG telah ada tsunami dengan ketinggian tsunami yang masuk ke daratan 10 cm dan 13 cm," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangannya, Minggu (5/8/2018).
"Diperkirakan maksimum ketinggian tsunami 0,5 meter," imbuh Sutopo.
Namun, pada Minggu (5/8) pukul 20.25 WIB, pihak BMKG kemudian mencabut peringatan tsunami tersebut.
Dengan adanya peringatan tsunami itu, masyarakat NTB mengungsi ke dataran lebih tinggi. Usai pencabutan peringatan tsunami, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan kembali ke rumah masing-masing. Meski demikian, masih banyak warga yang brtahan di tempat pengungsian karena rumah mereka hancur terkena gempa, terutama di kawasan Lombok Utara, Lombok Timur dan Mataram.