Kekuatan Mangkhut di Hong Kong mencapai level 10—skala topan tertinggi—menyamai Topan York yang pernah menghantam daerah yang sama pada 1999.
Dampaknya tak main-main. BBC melaporkan, Mangkhut telah menyebabkan ribuan orang mengungsi, rumah hancur, toko dan layanan publik ditutup, serta lebih dari 800 penerbangan dibatalkan—yang berdampak pada 100 ribu penumpang. Kendati begitu, tak ada korban jiwa yang ditimbulkan.
Menggasak Cina dan Filipina
Sebelum tiba di Hong Kong, Mangkhut juga mampir di Filipina dan Cina. Di Filipina, mengutip CNN, Mangkhut datang pada Sabtu (15/9) pagi pukul 1.40 waktu setempat dengan kekuatan angin mencapai 265 km/jam. Keadaan itu menyebabkan sekitar 250 ribu orang terdampak—setengah di antaranya mengungsi dan mencari perlindungan di wilayah utara Filipina.Kerusakan paling parah, masih mengutip CNN, terjadi di daerah utara Luzon. Di sana, Mangkhut menyebabkan banjir besar yang menyapu jalanan perkotaan serta tanah longsor di puluhan titik.
Total korban tewas mencapai 54 orang, sementara 32 orang lainnya terluka dan 42 orang hilang. Angka itu diprediksi masih bertambah mengingat petugas sedang melakukan evakuasi terhadap 40 orang penambang emas yang tertimbun longsor di Provinsi Bengeuet.
Situasi serupa juga terjadi di Cina. Beberapa daerah yang terkena imbas Mangkhut antara lain Guangdong, Guangzhou, Hainan, Shenzhen, dan Dongguan. Di tempat-tempat ini, Mangkhut telah menyebabkan gangguan pada fasilitas publik seperti bandara dan jalur kereta api berkecepatan tinggi, jembatan yang membentang ke barat daya Pulau Hainan ditutup, dan banyak bangunan rusak di Shenzen.
Mengutip laporan pemerintah, kantor berita resmi Cina Xinhua mengatakan bahwa hampir 2,5 juta orang terkena dampak Topan Mangkhut. Pemerintah telah menempuh beberapa langkah penanggulangan, seperti menyediakan puluhan ribu tempat pengungsi, melarang nelayan berlayar, sampai memerintahkan masyarakat menimbun makanan.
Sedangkan di Macau, kondisinya tak jauh beda. Ribuan kasino terpaksa ditutup karena banjir besar. Sekitar 20 ribu orang kehilangan akses listrik.
Tahun lalu, bencana topan yang sama juga melanda Hong Kong, Cina, dan Makau. Namanya Topan Hato dan ia telah menyebabkan 16 orang tewas, ratusan lainnya luka-luka, puluhan ribu orang dievakuasi, serta jutaan orang hidup tanpa listrik.Benjamin Horton, peneliti di Earth Observatory of Nanyang Technological University Singapura, mengatakan kepada Strait Times bahwa kecil kemungkinannya Topan Mangkhut sampai di Asia Tenggara. Pasalnya, catat Horton, Mangkhut akan bergerak ke arah kutub dan menjauh dari khatulistiwa.
Walaupun tak terkena dampak langsung Topan Mangkhut, Horton tetap memperingatkan bahwa secara finansial negara-negara Asia Tenggara bisa kena imbasnya karena tutupnya lembaga-lembaga keuangan internasional seperti bursa saham Hong Kong (HKSE), sehingga berpotensi mengganggu jalannya investasi luar negeri.
Tetap Kerja
Kunci dalam menghadapi bencana alam adalah kesiapan. Itulah yang diterapkan dengan baik oleh pemerintah Hong Kong, setidaknya menurut pengakuan dua warga Indonesia kepada Tirto.“Sejak ada peringatan dari pemerintah Hong Kong bahwa akan ada badai pada 16 September, majikan melarang saya keluar rumah,” kata Tus Mulyani, biasa disapa Yani, pekerja migran yang tinggal di Kawasan Tsuen Wan West, asaat dihubungi via WhatsApp.
Yani menambahkan, karena sudah ada pemberitahuan dari pemerintah, ia segera belanja kebutuhan pokok dua hari sebelumnya.
“Ketika angin datang, kita tinggal di dalam rumah, berkumpul di ruang tamu sambil memantau keadaan lewat televisi. Tidak banyak yang kita lakukan selain hanya duduk dan berdoa,” imbuhnya.
Senada dengan Yani, Abu Mufakhir, pekerja Asia Monitor Resources Centre, juga mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, peringatan dari pemerintah turut mengurangi kepanikan masyarakat.
"Kita sudah tahu seminggu sebelumnya. Informasinya didapat dari aplikasi, manajemen gedung, atau media massa,” terang Abu yang tinggal di kawasan Tsing Yi, New Territories ini.“Jadi, kita sudah tahu bahwa harus stand by di rumah. Dan update dari apps memberitahukan potensi bencananya jenis apa dan seberapa besar tingkat risikonya. Misalnya lagi kemarin. Di awal badai, tipe risiko yang pertama muncul adalah banjir, lalu bertambah jadi longsor. Ketika bertambah jadi longsor, mobil-mobil pemadam sudah siap siaga di lokasi yang berpotensi [terkena dampak].”
Abu menambahkan, selain tanda peringatan, hal lain yang patut diapresiasi dari pemerintah Hong Kong adalah baiknya manajemen antisipasi, mitigasi, serta desain bangunan yang “tahan badai dan gempa.”
“Di sini, sistem emergency-nya canggih. Termasuk sistem evakuasi menjelang badai. Sederhananya ada beberapa level badai, skala 1 sampai dengan 10 yang tertinggi. Kemarin itu lebih dari 10, oleh karenanya disebut super typhoon. Kalau level 3, sekolah SD ke tingkatan bawah libur. Level 6 semua sekolah libur. Level 8 semua kantor tutup, bus berhenti beroperasi, tapi subway masih beroperasi. Level 10 hanya subway yang beroperasi. Dan kita sudah tahu sejak jauh-jauh hari jika akan ada badai datang,” tuturnya.
Segala sistem penanggulangan yang baik tersebut membuat masyarakat Hong Kong tetap beraktivitas, termasuk masuk kantor.
“Saya juga heran, kemarin baru badai parah, hari ini orang sudah masuk kerja lagi,” ungkapnya sembari tertawa.
Benarkah situasi di Hong Kong berangsur membaik?
Menurut pantauan Abu, masalah yang sekarang dihadapi ialah macetnya sistem transportasi publik. Ada sekitar 600 rute jalan yang tertutup oleh pohon jatuh sehingga membuat bus berhenti beroperasi sementara waktu. Sedangkan di saat bersamaan, beberapa jalur subway juga ditutup sehingga penumpang membludak.
Akhirnya, Hong Kong telah mempersiapkan penanggulangan bencana dengan baik dan itu dibuktikan dengan sistem peringatan, mitigasi, desain rumah tahan gempa, serta hal-hal teknis lainnya yang benar-benar berfungsi.
“Sejarah topan di Hong Kong itu panjang. Dua kali itu, topan level 10 yang saya alami sendiri. Tapi, rasanya, sistem emergency-nya sudah dibangun sejak lama,” pungkasnya.
Dari sini, Indonesia mungkin bisa meniru Hong Kong agar tak selamanya terjebak dalam kepanikan dan bisa mengantisipasi saat bencana alam melanda, meski dahsyat sekalipun.
(tirto.id - Sosial Budaya)