Jakarta - Melihat langit berkabut dan mendung di perairan Tanjung Kerawang pada Senin, 29 Oktober 2018, Dadang Hambali, 52 tahun, merasakan firasat dari kondisi alam itu. Ia semula tak menduga suara itu dari jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.
"Sepertinya sudah mau pergantian musim. Cuaca buruk," kata Dadang di lapaknya, Pantai Pakis Jaya, Karawang, Jawa Barat, Senin malam, 29 Oktober 2018.
Dadang adalah pemilik warung ikan bakar di tepi pantai itu. Senin pagi, sekitar pukul 06.30 WIB, ia menyapu halaman warungnya yang berpasir. Ia sempat menduga langit berkabut karena akan turun hujan.
Belum lama menyapu, tetiba suara mengentakkan terdengar. "Duuung...," kata Dadang menirukan bunyi yang sempat dia dengar. Ia mengatakan bunyi itu berasal dari laut.
Dadang sempat melihat ke laut dan langit. Tak ada kepulan asap atau tanda-tanda lainnya. "Tapi kok kayak bom ya suaranya?" ujarnya.
Dadang sempat bertanya-tanya. Tetapi, kemudian, ia berkeyakinan bahwa suara itu hanya suara alam. Bunyi tersebut, menurut dia, kerap terdengar menjelang pergantian musim. "Sudah biasa suara seperti itu," katanya.
Ia baru mengetahui ada pesawat yang terjatuh beberapa jam kemudian. Menurut dia, pesawat itu jatuh di perairan depan warungnya berada.
Pesawat itu adalah Lion Air JT 610 yang mengangkut 181 penumpang. Sedianya, Lion Air yang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta ini hendak terbang ke Pangkal Pinang. Namun nahas, pesawat hilang kontak dan ditemukan jatuh di perairan Tanjung Kerawang.
Sejak kabar pesawat itu mencuat, pesisir di sekitar perairan Tanjung Kerawang ramai. Pantai Pakis Jaya menjadi posko lokasi pencarian bangkai pesawat dan korban.
Dari posko ini, Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Jawa Barat Deden R. mengatakan titik penemuan bangkai pesawat berjarak 6 nautical miles atau 40,2 kilometer. Menurut Deden, lokasi ini merupakan titik mula penemuan serpihan bangkai pesawat, mayat, dan identitas korban.
sumber: tempo