Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran untuk berhati-hati dalam menayangkan informasi mengenai insiden jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang pada Senin, 29 Oktober 2018. Sebab, sejak jatuhnya pesawat tersebut banyak berita di media sosial yang belum diketahui kebenarannya.
“Kami meminta lembaga penyiaran tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi hoaks ataupun informasi yang bukan berasal dari sumber berwenang,” kata Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 29 Oktober 2018.
Sebelumnya, pesawat tipe B737-8 Max take off dari Jakarta menuju Bandar Udara Depati Amir di Pangkal Pinang sekitar pukul 06.20 WIB. Belasan menit kemudian, tepatnya pukul 06.33 WIB, pesawat Lion Air JT 610 dilaporkan hilang kontak. Pesawat itu kemudian diketahui jatuh di Perairan Tanjung Karawang, pukul 09.00.
Yuliandre meminta lembaga penyiaran untuk menyampaikan informasi yang diperoleh dari instansi yang berwenang sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Ia juga meminta kepada lembaga penyiaran tidak menyebarkan foto-foto potongan tubuh korban ke masyarakat.
“Kami mengingatkan kembali bahwa pedoman peliputan soal bencana dan kejadian luar biasa seperti kecelakaan jatuhnya pesawat Lion Air, harus mengedepankan etika jurnalistik, serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012,” ujar dia.
Lebih lanjut, ia menjelaskan isi kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program siaran jurnalistik. Pertama, wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat.
Kedua, dilarang menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya ; dilarang menampilkan gambar dan/atau suara saat-saat menjelang kematian; dilarang mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber; dilarang menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up; dan/atau menampilkan gambar luka berat, darah, dan/atau potongan organ tubuh. Ketiga, wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah.
sumber: tempo