Jakarta - Smart city dan mitigasi bencana sekilas mungkin dua hal berbeda yang tidak bisa disatukan. Meski begitu, siapa sangka jika mitigasi bencana alam justru bisa memperkuat konsep smart city dalam perencanaan sebuah daerah.
Hal tersebut pun sudah disadari oleh sejumlah kawasan di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Adi Aviantoro, Country Head Indonesia, PT. Dassault Systemes Indonesia.
"Pemkot Kupang sudah mengundang kita untuk membahas lebih lanjut bagaimana membuat simulasi mitigasi bencana. Karena Kupang sendiri kalau dilihat riwayatnya pernah kena sejumlah bencana seperti gempa," ujarnya saat dijumpai dalam sebuah kesempatan.
"Lampung, karena punya pengalaman bencana tsunami baru-baru ini. Itu lebih ke arah waterfront. Nanti me-manage daerah pesisir," katanya melanjutkan.
Adi menambahkan, pemerintah setempat ingin membuat simulasi dalam mempercepat penanggulangan pascabencana. Untuk kendalanya, masalah utama yang dihadapi oleh Lampung adalah nelayan di sana yang tidak mau dipindahkan ke daerah lain.
"Sumatera utara dengan problematik shelter bencana dari Gunung Sinabung. Salah satu masalahnya adalah logistik. Misalnya, ada shelter yang pasokan bahan makanannya tidak sesuai dengan penghuninya. Ada shelter yang isinya mayoritas balita, tapi malah terus dikirimi mie instan," tuturnya.
Menariknya, bencana yang menjadi masalah daerah tertentu bukan cuma dari alam. 'Bencana' etnis pun bisa menjadi prahara tersendiri.
"Selain itu ada Kalimantan Barat. Sebenarnya Kalimantan Barat itu salah satu daerah yang paling aman di Indonesia untuk urusan gempa. Tapi mereka punya masalah yang lain. Mereka itu punya lima ribu desa yang populasinya macem-macem. Nah, mereka mau melakukan simulasi ketika perkampungan-perkampungan lintas etnis bersebelahan. Konflik-konflik apa aja yang bisa terjadi," ujar Adi.
Lalu, ada Makassar yang juga punya topiknya sendiri. Pemerintah setempat ingin potensi pertaniannya lebih dioptimalkan, seperti kopi dan cokelat.
Berangkat dari masalah-masalah tersebut, Adi mengatakan bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan sejumlah pemerintah daerah untuk memberikan solusi. Salah satunya adalah dengan membuat model daerah tersebut secara 3D.
Lebih lanjut, dari situ bisa dibuat sebuah platform yang dapat diakses oleh publik sebagai sarana untuk mengetahui informasi-informasi mengenai daerah terkait.
Dalam keadaan darurat, misalnya, pengguna platform tersebut dapat menerima alarm bahaya. Hal ini dianggapnya sangat bermanfaat terutama dalam kondisi jaringan telekomunikasi yang mati.
Jalur evakuasi pun juga diatur dengan berlandaskan pada model 3D itu. Contohnya, ketika medan yang dilalui banyak jalan menanjak, maka evakuasi untuk orang tua atau kemampuan fisik terbatas bisa dialihkan ke shelter dengan jalur lebih terjangkau.
Bahkan, para pemandu wisata pun bisa mendapat sertifikasi tertentu terkait dengan penanganan bencana. Salah satu bentuk sertifikasinya adalah dengan melakukan simulasi bencana menggunakan virtual reality dan melatih mereka untuk mengambil keputusan berdasarkan kondisi yang terjadi.
sumber: detik.com