JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut dua penyebab utama bencana banjir di Sulawesi Selatan ( Sulsel) pada Selasa 22 Januari 2019. Pertama adalah cuaca ekstrem yang ditandai dengan curah hujan sangat tinggi sejak Senin malam (21/1/2019) hingga Rabu (23/1/2019).
Puncak curah hujan terjadi di 3 stasiun pengukur di Lengkese (329 mm), Bawakaraeng (308 mm) dan Limbungan (328 mm) pada hari Selasa (22/1/2019).
Tercatat 6 daerah yang terdampak langsung bencana banjir di Sulsel, yakni Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Maros, Pangkajene Kepulauan, Takalar dan Jeneponto.
Penyebab kedua adalah kerusakan lingkungan di hulu Bendungan Bili-Bili karena terjadinya konversi lahan yang masif.
"Kawasan lindung dengan tegakan pohon penahan limpasan air telah dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya seperti sayur-sayuran," kata Jusuf Kalla dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (27/1/2019).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menambahkan dua faktor lain penyebab banjir, yakni meluapnya Sungai Jenelata dan terjadinya pasang air laut yang menghambat aliran air sungai ke muara sungai.
Langkah ke depan yang harus dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan di tingkat Nasional dan Daerah adalah revitalisasi dan reboisasi daerah aliran sungai (DAS) di hulu Bendungan Bili-Bili. Kemudian perbaikan infrastruktur terdampak untuk pemulihan kegiatan sosial-ekonoli masyarakat pasca bencana banjir.
Upaya ini akan berjalan dibawah koordinasi Gubernur Sulsel. Basuki menegaskan, Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang akan melakukan percepatan pembangunan Bendungan Jenelata dengan kapasitas 200 juta meter kubik.
"Selain itu, akan dilakukan pengerukan Bendungan Bili-Bili yang kini kapasitasnya sudah banyak berkurang dari tampungan efektif 300 juta meter kubik menjadi sekitar 200 hingga 250 juta meter kubik karena laju sedimentasi yang sangat tinggi," tuntas Basuki.
sumber: Tribunnews.com