POS-KUPANG.COM | KUPANG- Perbedaan istilah "penanggulangan bencana" antara PP nomor 21 tahun 2018 dengan Permendesa nomor 16 tahun 2018 dan Permendagri nomor 20 tahun 2018 dapat membingungkan pemerintahan desa yang akan menyusun RKPDes dan RAPDes.
Hal ini disampaikan oleh Development Consultant KARINA KWI Yogyakarta, Chasan Ascholani menyimpulkan hasil Lokakarya Integrasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) ke dalam Pembangunan Desa Tahun 2020 di Wilayah DAS Kabupaten Sikka yang dilaksanakan mulai tanggal 25-27 Juni 2019 di Maumere.
Dalam rilis yang diterima POS-KUPANG.COM dari Karina KWI pada Minggu (30/6/2019), lokakarya yang dihadiri peserta dari 17 Desa di wilayah DAS Dagesime-Magepanda & DAS Riawajo beserta Kepala Desa dan Ketua BPD, Camat Paga, Magepanda, Tanawawo dan Mego tersebut menghasilkan catatan penting yang menjadi perhatian bersama stakeholder terutama aparat desa.
Chasan Ascholani, membuat catatan kesimpulan integrasi RPDAST ke dalam RKPDesa tahun 2020 di 17 desa dalam kawasan DAS Dagesime-Magepanda dan Riawajo, yaitu “Yang menjadi catatan penting merujuk Permendagri 114/2014, Permendesa 16/2018, Permendagri 20/2018, bahwa Kegiatan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan bencana dimasukan dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan (bidang 1), pembangunan desa (bidang 2), pembinaan kemasyarakatan (bidang 3), dan pemberdayaan masyarakat (bidang 4) dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPdes).
Sedangkan kegiatan penanganan darurat bencana dan pemulihan pasca bencana, mempersyaratkan harus berdasarkan pernyataan status darurat dari Bupati, dengan mekanisme menggunakan alokasi bidang 5 (biaya tak terduga), bagi desa yang sudah alokasikan dana.
Di samping itu, mekanisme lain untuk penanganan darurat/pemulihan bencana adalah melalui MUSDES untuk revisi RKPDes dan APBDes. Sehingga, penanganan darurat dan pemulihan bisa menggunakan alokasi dana perubahan, baik bagi desa yang sudah alokasikan dana di bidang 5 maupun desa yang tidak alokasikan biaya tak terduga di bidang 5. Sedangkan mekanisme pemulihan bencana dapat juga dianggarkan pada periode tahun berikutnya.
Disinilah terdapat perbedaan pengertian istilah “penanggulangan bencana” dalam Permendagri 20/2018 yang hanya untuk penanganan darurat bencana saja, karena hanya menggunakan biaya tak terduga.
Sedangkan PP 21/2008 dan Permendesa 16/2018 menyebutkan penanggulangan bencana itu mencakup seluruh fase pra, saat, dan pascabencana.
"Hal ini tentu membingungkan pemerintah desa dalam menyusun kegiatan berkaitan dengan penanggulangan bencana di bidang 5 dalam APBDesa," jelas Chasan.
Kegiatan Lokakarya sendiri dibuka oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sikka, Robertus Ray. Narasumber berasal dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sikka, BPBD, Dinas Lingkungan Hidup, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sikka.
Dalam lokakarya juga didiskusikan hasil pembelajaran integrasi RPDAST ke dalam pembangunan Desa tahun 2018 oleh Caritas Keuskupan Maumere serta hasil presentasi Desa-Desa yang berada di bagian hulu, tengah dan hilir Daerah Aliran Sungai.(*)