JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah wilayah di lima wilayah kota Jakarta terendam banjir sejak Rabu (1/1/2020).
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, banjir Jakarta dan sekitarnya disebabkan curah hujan ekstrem.
Berdasarkan hasil pemantauan BMKG di Landasan Udara TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, curah hujan mencapai 377 milimeter.
Angka ini merupakan curah hujan tertinggi yang menerpa Jakarta, dengan rekor sebelumnya ada pada tahun 2007 dengan catatan 340 milimeter per hari.
Akibat banjir, tercatat 31.323 warga yang berasal dari 158 kelurahan, mengungsi karena rumahnya terendam banjir.
Banjir tak hanya merendam permukiman warga, tetapi juga jalan-jalan protokol Jakarta.
Sejumlah transportasi umum mulai dari transjakarta, KRL, hingga penerbangan di bandara Halim Perdanakusuma juga terpaksa dibatalkan akibat rendaman banjir.
Banjir juga menyebabkan pemadaman listrik oleh PLN. PLN Distribusi Jakarta Raya memadamkan listrik di 724 wilayah Jakarta yang mengalami banjir.
Banjir Jakarta dan sekitarnya juga menelan korban jiwa. Catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 16 korban meninggal hingga Kamis (2/1/2020) ini.
Lalu, benarkan banjir Jakarta pada awal 2020 merupakan banjir terparah?
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Subejo menyatakan, banjir pada awal 2020 ini belum bisa diklaim sebagai banjir terparah.
"Belum bisa dibilang terparah karena perlu evaluasi dulu," ujar Subejo saat dihubungi Kompas.com, Kamis.
Subejo berujar, banjir Jakarta sejak kemarin terjadi karena tingginya curah hujan. Curah hujan paling ekstrem terjadi di Halim, Jakarta Timur.
"Penyebab antara lain karena intensitas dan volume curah hujan tinggi, bahkan pada area tertentu agak ekstrem. Volume curah hujan ekstrem kemarin di area Halim," kata dia.
Banjir Jakarta, lanjut Subejo, juga disebabkan kali yang meluap.
"Juga terjadi luapan sungai yang di hulu, juga terjadi hujan dengan intensitas cukup lebat," ucap Subejo.